Rendra sudah tiba di daerah Kuningan, dia berhenti sejenak untuk beristirahat. Tubuhnya terasa kaku, pegal, dan nyeri. Dia buru-buru pergi ke Kuningan karena takut jika mamanya akan mencoret dari daftar KK.
Dia takut jika mamanya sudah mengancamnya seperti itu. Karena namanya tak pernah bercanda. Da ingat ketika waktu masih kecil, dia yang tak mendengarkan peringatan mamanya, dan malah tetap maksa naik ke atas pohon.
"Ren, jangan naik ke atas pohon, nanti jatuh lho!" Mama Mirna mengingat.
Tapi sayangnya Rendra yang masih kecil tak menuruti apa yang dikatakan oleh mamanya.
"Nggak akan, Ma. Rendra nggak akan jatoh, kok!" jawab bocah itu dengan nada sombong.
"Awas ya kamu kalo nanti nggak bisa turun, jangan nyuruh mama buat nurunin kamu!" ancam Mama Mirna pada anaknya yang tetap keukeuh manjat pohon.
Dan pada akhirnya apa yang dikatakan oleh Mama Mirna benar, bocah itu tak bisa turun. Dia bahkan sampai menunggu hingga sore sampai ayahnya pulang kerja, dan menurunkannya dari atas pohon.
Dia begidik ngeri, bagaimana jadinya jika dia sampai dicoret dari KK? Astaga, baru membayangkannya saja sudag membuat dirinya takut.
Mobilnya melaju menuju supermarket yang terletak di samping taman Kota Kuningan. Dia turun dari mobil, lalu masuk ke dalam dan mengambil sebuah troli.
Tapi sayangnya penampilannya membuat kauw hawa yang ada di sana terpesona. Dia bahkan sampai dikerubungi oleh para wanita.
Rendra audahy menahan emosinya saja. Dia itu paling benci jika harus dikerubungi oleh para wanita.
"Minggir!" Beberapa kali dia mengusir para kumpulan wanita itu. Tapi sia-sia, wanita itu malah semakin menjadi.
Hingga akhirnya wanita cantik datang, dan membubarkan kerumunan wanita itu. Tapi sayangnya dia malah mendapatkan cibiran dari wanita itu. Hingga membuatnya harus menahan emosi agar tidak meledak.
"Sialan!" umpat Rendra kesal. Dia bahkan mengurungkan niatnya untuk membeli buah-buahan untuk mamanya.
Ia pun masuk ke dalam mobilnya, dan langsung malajukannya menuju rumah mamanya.
Selama dalam perjalanan menuju rumah mamanya, pria itu terus menggerutu dan membanding-bandingkannya dengan Michelle, wanita yang selalu ia puja-puja.
Lalu mobilnya berhenti di depan halaman rumah milik mamanya. Rumah dengan luas kira-kira 10 x 12 M, dengan halaman yang cukup luas, dan ada beberapa tanaman yang menghiasi bagian depan rumahnya.
Pria itu turun dari mobil, dia berjalan menuju rumah mamanya. Tapi, matanya malah tertuju pada motor matic berwarna merah muda, yang terparkir di bagian dalam rumah.
Rendra tak mempedulikannya lagi, dia terus masuk ke dalam. Hingga akhirnya kakinya berhenti di depan pintu, dan sayup-sayup mendengar obrolan dari dalam, sambil sesekali diiringi gelak tawa.
Dia pun mengetuk-ngetuk pintu rumah, lalu dia masuk ke dalam. Dia melihat ada tiga orang wanita sedang duduk manis di ruang tamu. Ketiga wanita itu menatap kedatangan Rendra.
Rendra melihat 1 wanita yang tak asing, yaitu mamanya, Mirna. Lalu dua wanita lainnya terasa asing. Tapi, tunggu-tunggu! Matanya menatap seorang gadis cantik yang sedang menatapnya dengan tajam ke arahnya. Lalu matanya melihat ke sampingnya, duduk seorang wanita paruh baya, kira-kira umurnya tak jauh beda dengan mamanya. Wanita itu terlihat sangat elegan, kalem, bahkan terlihat sangat cantik meski di usianya yang tak lagi muda.
"Ren, sapa dong tamunya!" Mama Mirna mengingatkan.
Pria tinggi itu terkejut, lalu dia menunduk dan menyapa tamu mamanya.
"Selamat sore, Tante," sapa Rendra sambil membungkukkan setengah badannya, lalu tersenyum.
Mama Desri tersenyum, lalu melihat ke arah Mirna, sahabatnya.
"Anak kamu ganteng, ya?" puji Desri pada sahabatnya.
Mirna hanya terkekeh, lalu menepuk punggung tangan sahabatnya, lalu berkata, "Ah, ganteng juga percuma kalo masih jomblo!"
Rendra hanya tersenyum kecut mendengar ucapan mamanya. Lalu dia pun duduk di samping mamanya.
Lalu dia pun menatap Mawar, yang kebetulan duduk di hadapannya. Mirna yang menyadari hal itu pun tersenyum, lalu menyenggol lengan anaknya.
"Kenapa? Anaknya Tante Desri cantik, kan? Kenapa? Kamu suka? Waktu itu kamu minta oleh-oleh anak gadis, kan? Tuh Mawar ambil tuh!" seru Mama Mirna dengan semangat 45.
Rendra dan Mawar tercengang dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Mirna. Entah kenapa, firasat Mawar tiba-tiba jelek. Dia pun berpamitan pada Mirna untuk pulang.
"Ma, Mawar mau pulang. Mama mau nginep di Tante Mirna?" tanya Mawar sambil menatap mamanya.
"Eh, udah mau pulang sekarang?" tanya Mirna sedikit panik.
"Iya, Tante. Udah sore juga, takut kemalaman," balas Mawar sambil tersenyum, hingga menampilkan deretan gigi putih dan bersihnya. Dan semakin membuat Mirna semakin menyukai Mawar.
"Nggak apa-apa, kalo kemaleman kan nanti bisa dianter sama Rendra. Iya, kan, Nak?" Mama Mirna melihat ke arah anaknya.
Rendra terkejut dengan ucapan Maman nya barusan.
"Nggak, Ma! Rendra cape!" dalih laki-laki itu sambil membuang muka.
Satu tepukan mendarat dengan sempurna di lengan kekar pria itu, hingga membuatnya mengaduh kesakitan.
"Ah, sakit, Ma," rengek Rendra.
"Maaf ya Nak Mawar, harap maklum. Dia kelamaan jomblo, jadi kayak gitu." Mirna meminta maaf pada calon menantunya itu.
"He-he-he, nggak apa-apa ko, Tan, aku bisa pulang sendiri." Mawar tersenyum. "Lagian, siapa juga yang mau dianter sama setan modelan kayak gitu?" gumam Mawar, dan sukses terdengar oleh pria yang ada di depannya.
"Heh, lagian siapa juga yang mau nganterin kamu? Hah? Ga guna banget, dan ngabisin waktu!" bentak Rendra sambil menatap tajam ke arah Mawar.
Sedangkan Mirna dan Desri saling pandang, terkejut dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Rendra.
"Kamu kenapa sih, Ren? Malu-maluin aja deh!" bentak Mirna sambil mencubit pinggang anaknya.
"Lagian, si itu bilang siapa yang mau dianter sama aku? Cih, lagian siapa juga yang mau nganter cewek bar-bar kayak dia coba?" seloroh Rendra.
Lalu dua wanita paruh baya itu melihat ke arah Mawar. Gadis itu hanya tersenyum canggung, dan menggeleng.
"Mawar nggak ngomong kayak gitu, kok," aku nya sambil tersenyum canggung.
Respon Mawar sukses membuat Rendra kesal sendiri. Ingin sekali dia marah-marah, tapi tidak bisa. Bahaya, nanti dia kena cubitan lagi.
"Ya udah, Mawar pamit pulang, ya? Kalo Mama mau nginap di sini juga nggak apa-apa, kok. Mumpung tantey Mirna ada di Kuningan juga, sekalian temu kangen," ujar Mawar sambil tersenyum.
"Mama pulang aja, deh. Kasian, kamu nggak ada temennya di rumah." Desri menahan tangan anaknya.
"Nggak apa-apa, kamu nginep aja di sini. Nanti di rumah, Mawar bisa minta di temenin sama Rendra ko," celetuk Mirna.
Rendra yang sedang menyesap kopi miliknya sampai tersedak. Dia terkejut dengan apa yang namanya katakan. Dia tau jika mamanya itu sudah ngebet ingin mempunyai mantu dan juga menimang cucu. Tapi, bukankah caranya sedikit berlebihan?
"Ma!" keluh Rendra pada mamanya.
"Iya, iya, maaf," sela Mirna sebelum anaknya kembali protes.
"Ya udah, aku pulang dulu ya, Mir? Kasian juga Mawar di rumah sendiri," pamit Desri.
"Iya, nggak apa-apa. Nanti juga kalo udah besanan kita bakal tinggal di rumah yang sama kan ya," kata Mirna sambil tersenyum.
Mawar yang mendengar ucapan Mirna langsung terkejut. Dia bahkan sampai membulatkan matanya karena terlalu terkejut.
Setelah berpamitan, Desri dan Mawar pun keluar dari rumah Mirna. Mawar sudah memasang wajah kesal, dan hal itu sudah disadari oleh Desri.
********
Setelah kepulangan Mawar dan Desri, Rendra langsung menanyakan perihal yang baru saja dikatakan oleh Mirna.
"Ma, apa maksudnya tadi?" tanya Rendra to the point.
"Oh, yang mana?" Mirna pura-pura lupa.
"Yang barusan itu, lho! Yang besan-besan itu!"
"Oh, itu? Udah jelas, kan?" tanya Mirna.
"Apaan? Jangan bilang ... Mama mau jodohin aku sama cewek bar-bar itu?" cecar Rendra pada mamanya.
"Iya, kenapa? Mau nolak lagi?" selidik Mirna.
"Bukan gitu. Tapi, setidaknya Mama nyari calon buat aku yang baik dong! Dia bahkan nggak ada lembut-lembutnya sama sekali kalo dibandingin sama Michelle!"
Mirna menatap tajam ke arah anaknya. Cukup sudah, pokonya perjodohan kali ini harus terlaksanakan. Apapun yang terjadi! Dia sudah terlalu menuruti kemauan anaknya.
"Ren, mau sampe kapan kamu kayak gini? Jangan pernah beda-bedain orang! Mawar ya Mawar! Michelle ya Michelle! Mawar dan Michelle tentu saja orang yang berbeda! Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing! Dia memiliki sifat bar-bar karena memiliki alasannya sendiri! Dia yang pernah dikecewakan oleh ayahnya! Itulah yang membuatnya menjadi wanita yang bar-bar! Tapi, setidaknya Mawar adalah gadis yang baik, dia adalah wanita yang baik-baik. Wanita yang tidak akan meninggalkan pasangannya, lalu menghilang tanpa kabar! Dan kamu? Sampai sekarang, masih saja mengharapkan wanita itu?" teriak Mirna sambil menangis. Sudah lelah ia menghadapi anaknya yang sudah dibutakan oleh Michelle.
Rendra yang melihat mamanya menangis hanya diam. Dia tidak berani mengeluarkan suara sedikitpun.
"Maaf, Ma," lirihnya. Lalu dia oun bangkit dan berjalan menuju kamarnya.
Mirna masih menangis. Cara apa yang harus ia lakukan lagi agar anaknya cepat-cepat menikah? Mengingat umurnya yang sudah menginjak kepala tiga.
Sedangkan Mawar baru saja tiba di rumahnya. Dia mencopot helm yang ia kenakan, lalu masuk ke dalam. Desri pun mendekat ke arah anaknya yang sedang duduk di sofa. Mawar masih diam, dia enggan bertanya. Dia terlalu takut jika apa yang tidak dia inginkan malah terjadi.
"Nak ...." panggil Desri.
"Hem, kenapa, Ma?"
"Mama tau, kamu penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Tante Mirna saat sebelum kita pulang tadi," ucap Desri.
Mawar masih diam. Dia belum menanggapi ucapan mamanya. Dia akan berkomentar saat mamanya sudah selesai menjelaskan.
"Iya, mama dan Tante Mirna berencana jodohin kamu sama Rendra, anaknya Tante Mirna."
Mawar tidak terlalu terkejut, karena dia sudah memiliki firasat sejak dirinya pamit untuk pulang.
"Mama yakin, Rendra adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang setia, bisa membahagiakan kamu, Nak."
Mawar menghirup napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya. Dia melihat ke arah mamanya.
"Ma, bisa nggak kalo laki-lakinya jangan si setannitu?" tanya Mawar dengan blak-blakan.
Desri terkejut. "Se - setan? Si - siapa?"
"Cowok yang tadi ada di rumah Tante Mirna," jelas Mawar.
Desri mengelus dadanya. Terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan oleh anaknya, Mawar.
"Nak, nggak boleh gitu! Laki-laki ganteng ko disebut setan!"
"Tapi, Ma ... Mama juga tau, kan? Sikapnya udah nggak beda jauh dari setan," keluh gadis itu, sambil memasang wajah sedih.
"Iya, mama tau. Nanti juga dia ramah, kok. Dia kayak gitu karena kita belum kenal deket aja." Mama Desri tersenyum.
*********
Mentari sudah keluar dari tempat persembunyiannya. Kicauan burung menjadi backsound pagi itu. Udara dingin sudah menusuk-nusuk hingga ke tulang.
Seorang pria tengah berlari, menyusuri jalanan perkampungan. Keringat sudah membasahi wajah tampan pria itu. Napasnya sudah tersengal-sengal.
Setelah dirasa cukup. Dia berhenti sejenak, menatap mentari yang sudah perlahan-lahan naik ke permukaan.
Dia mengeluarkan ponselnya, lalu dia mengetik sebuah pesan untuk seseorang.
"Mungkin, inilah saatnya aku berhenti menunggu. Aku pun harus melanjutkan hidupku, Chel. Tidak selamanya aku terus-menerus menunggu kamu yang entah di mana. Aku harap, kamu bisa bahagia. Penantian ini berakhir, tepat setelah enam tahun setelah kepergian kamu."
Dia membaca ulang pesannya. Lalu dia mencari nama seseorang yang baru saja masuk ke dalam daftar kontaknya.
"Ayo kita bertemu. Aku akan menunggumu di kafe Artha. - Rendra"
Setelah mengirimkan pesan, Rendra mengusap keringatnya. Dia pun kembali berlari menuju rumahnya dan bersiap-siap menuju kafe, untuk bertemu dengan seseorang."