Keesokan harinya, Ivy tetap tak menyapa Dhruv. Udara pagi di mansion mewah itu terasa lebih dingin dari biasanya, seolah menyesuaikan diri dengan sikap Ivy yang membeku. Dhruv sudah berdiri di depan pintu kamarnya sejak fajar, menunggu Ivy keluar dengan harapan bisa memulai percakapan. Tapi ketika pintu itu terbuka, Ivy hanya melewatkannya dengan tatapan kosong, seolah Dhruv hanyalah bayangan yang tak layak diperhatikan. "IVY!" Dhruv memanggil, suaranya pecah antara kesal dan putus asa. Tapi Ivy sudah melangkah cepat menuju tangga, tas kerjanya tergenggam erat. Dhruv menghela napas, lalu mencoba lagi dengan nada lebih ringan. "Kita makan pagi bersama.” Ivy tak menjawab dan tetap berjalan. Lalu Dhruv menahan tangannya hingga memaksanya berhadapan. “Kau masih marah padaku?”