Bab 8. Perkenalan

1079 Kata
Kedatangan Michael sore ini di rumahnya tentu saja disambut hangat dan gembira oleh Huda. Sepertinya harapan Huda bahwa Michael menikah tahun ini akan terwujud. Dia langsung menarik lengan Michael masuk ke rumah, mempertemukannya dengan Freya yang sedang duduk santai di ruang tengah. Freya terkesima melihat penampakan pria gagah tiga puluh tujuh yang dikenal sebagai pengusaha tambang yang sukses dengan memiliki banyak properti hingga di luar negeri. Dia langsung berdiri dari duduknya, berjalan mendekati Michael dan menyalaminya seraya memberikan senyum termanisnya. “Freya.” “Michael.” Sama halnya dengan Freya, Michael juga terkesima melihat sekujur tubuh perempuan kelahiran Bandung tiga puluh tahun yang lalu, tinggi semampai, dengan pinggang ramping dan b****g bulat yang kencang, wajah yang tegas dan kulit yang mulus. Michael sedikit mengelus telapak tangan Freya yang halus saat melepaskan jabatannya, merasa sangat puas dengan pertemuan pertama ini. “Michael, Freya ini adalah keponakan tante Busyra, istri om Ziyad. Dia lulusan Cambridge dan bekerja sebagai PR di hotel Maritim," ujar Huda mengawali. “Oh, keponakan tante Busyra.” Michael manggut-manggut mengerti, lalu tersenyum puas, dan pikiran nakalnya yang mulai mengembara. Mata Huda berbinar saat melihat keduanya saling tatap, tatapan yang berbeda namun saling tertarik, tatapan Michael yang tajam, dan tatapan Freya yang gelisah karena salah tingkah. “Oiya, Michael....” Huda memegang lengan Freya supaya Freya tidak tegang, lalu lanjut menjelaskan, “Freya ini datang dari Bandung, dari rumah orang tuanya. Habis acara arisan keluarga besar di sana.” “Oh, ok.” Huda melirik Freya sebentar, dan tampaknya Freya yang sudah lebih tenang. Lalu beralih ke Michael, “Mama lihat papamu dulu.” Michael seolah tersadar dan dia mengangguk. Mengusap-usap punggung Freya sebentar, lalu Huda pergi meninggalkan mereka berdua di ruang tengah. Michael mengarahkan tangan kanannya agar Freya duduk kembali di atas sofa. “Thanks,” ucap Freya sopan, dan Michael duduk di sampingnya. “Jadi, kamu PR di hotel Maritim,” ujar Michael bergumam, dia tahu hotel tersebut adalah hotel bertaraf internasional di mana banyak petinggi dari dalam dan luar negeri menginap, juga pekerja di sana yang bergaji besar serta tidak sembarang orang yang bisa bekerja di sana. “Ya.” Freya agak gelisah saat Michael memastikan pekerjaannya lagi. Dia mendadak tidak percaya diri. Setahunya pria-pria seperti Michael memiliki selera perempuan yang jauh di atasnya. Michael manggut-manggut lagi. “Hm ... Cambridge, salah satu kampus terbaik di Inggris—“ “Aku kuliah dengan beasiswa, Michael,” ujar Freya merendah. Sebuah jawaban yang membuat Michael justru terkesima sekaligus kagum. “Itu bagus sekali.” Freya tersenyum mengangguk. “Tentu sangat bersaing saat mendapatkan beasiswa dan hanya orang-orang terbaik yang terpilih, dan kamu berhasil lulus. Itu sangat luar biasa,” puji Michael. Dia memang pandai menghadapi perempuan dan dia mengerti kaum hawa yang haus pujian. Menghela napas panjang. “Kamu tahu aku?” tanyanya, suaranya rendah dan nadanya lembut. Perasaan Freya menghangat ditanya tentang Michael. “Ya, aku ... mengenalmu, maksudku ... kamu—“ “Aku mengerti.” Michael memperbaiki posisi duduknya, gelisah karena tubuhnya yang bergejolak duduk di sebelah perempuan yang di matanya sempurna, terutama saat tahu Freya yang merupakan mahasiswi penerima beasiswa di kampus ternama di Inggris. “Hm ... apakah kamu sudah tahu tujuan akhir dari pertemuan ini?” tanya Michael tanpa ragu. Freya mendengus tersenyum, mengangguk kecil. “Ya.” “Apa kamu juga sudah tahu bahwa aku adalah orang tua tunggal, dan aku tidak menikah.” Freya mengangguk lagi. “Tante Huda sudah menceritakannya,” ujarnya pelan. “Oh.” Napas Michael seolah tertahan, mamanya ternyata sudah menceritakan tentang dirinya ke Freya. “Oke, hm ....” Michael memperhatikan Freya lagi dengan seksama. “Kamu tiga puluh tahun, belum pernah menikah?" Freya mendelik. "Maaf, maksudku ... biasanya perempuan Arab atau keturunannya disarankan untuk menikah di usia muda," ujar Michael yang menjelaskan kenapa dia sampai bertanya tentang status Freya. “Tante Huda nggak cerita?” Michael menggeleng dengan bibir sedikit mencebik, dan kedua bahu yang sedikit terangkat. “Mamaku hanya mengatakan ingin menjodohkan aku dan kamu, lalu menyebut nama kamu Freya—“ “Freya Nazifah.” Michael mengangguk. "Ya, dan aku juga baru tahu kamu andalah keponakan dari tante Busyra." “Aku belum pernah menikah, satu kali gagal dalam cinta, dua kali gagal menikah.” “Oh. Aku turut ... prihatin, hm ... aku tahu rasanya gagal dalam cinta.” “Dan aku sudah menyerah.” “Menyerah....” Michael tersenyum dengan bibir miring. “Baiklah.” Sedikit tersinggung dengan ucapan Freya, yang seolah menganggap dirinya sebagai pelampiasan kegagalan yang telah dia lewati. “Tidak ... tidak. Bukan itu maksudku,” ujar Freya yang sepertinya tersadar bahwa ucapannya membuat Michael tersinggung. Michael tertawa kecil. “Nggak apa-apa. Aku mengerti, aku juga pernah gagal dalam urusan cinta dan setelahnya aku yang tidak pernah serius.” Freya tergagap saat Michael yang hendak beranjak dari duduknya. Dengan cepat dia menahan lengan Michael. “Michael, maafkan aku. Aku bukan bermaksud—“ Michael kembali duduk, mengamati wajah bersalah Freya. “Nggak apa-apa, Freya. Aku mengerti. Kamu yang menyesalkan masa lalu, posisi kita sama. Nggak apa-apa.” Michael berdiri, dan Freya juga ikut berdiri. “Michael ... aku—“ Michael mendengus tersenyum. “Ayo, ke ruang makan, kita makan malam bersama,” ajaknya. Freya akhirnya bisa menghela napas lega. “Maafkan aku, Michael.” Michael tersenyum tipis, dia mengusap-usap pinggang ramping Freya agar Freya tidak terlalu memikirkan sikapnya. Bagaimanapun, pertemuan pertamanya dengan Freya cukup mengesankan. Michael mengerti perasaan Freya, perempuan itu hanya gugup di depannya, dan mungkin dia sudah merasa nyaman dengannya, sehingga dia tanpa ragu mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya saat dijodohkan dengannya. Dia yang sudah menyerah karena telah mengalami beberapa kali kegagalan dalam menjalin hubungan asmara. Pada akhirnya Michael mulai mau menerima Freya. “Aku akan memperkenalkan kamu dengan Michelle,” ujar Michael setelah makan malam. Dia mulai yakin putri kesayangannya yang pasti akan menyukai Freya. Michelle pernah mengutarakan keinginannya untuk memiliki seorang mama yang pintar dan mampu mengajarnya, dan Freya yang memenuhi kriteria Michelle. Freya tersenyum lebar, merasa dirinya yang benar-benar termaafkan. Dia mengangguk semangat. “Aku ... aku yakin nggak akan mengecewakan,” ucapnya. “Dia gadis yang penurut, tapi....” Michael menggantungkan kalimatnya, mengingat momen dua tahun yang lalu. Michelle yang mendadak pendiam sejak pengasuh kesayangannya kabur. “Tapi?” delik Freya heran. “Dia pendiam, dan aku harap kamu bisa mengajaknya berbincang mengenai banyak hal.” Freya mengangguk yakin. “Aku punya dua adik perempuan, dan kami sangat akrab.” “It’s a good news then.” Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN