Davian pulang ke rumah setelah pekerjaannya usai. Ia merasa semangat sekali untuk pulang entah karena alasan apa. Seperti ada yang aneh karena ia ingin sekali melihat Senja setelah memakan bekal makan siang tadi.
"Tidak mungkin, aku hanya terlalu bersemangat karena menang tander hari ini," ucap Davian mencoba menyangkal kalau ia semangat karena ingin bertemu Senja.
Davian segera membuka pintu rumahnya begitu sampai di rumah, biasanya Senja sudah menyambutnya jika ia datang, namun sore itu ternyata tidak terlihat batang hidupnya.
"Kemana wanita itu?" gumam Davian celingukan mencari Senja tapi masih tidak menemukannya.
Davian lalu mendengar seseorang yang berbicara di telepon, ia mencari arah sumber suara itu dan menemukan Senja sedang berbicara dengan sosok wanita yang sangat ia kenal.
"Mama?" panggil Davian, langkah kakinya bergerak cepat untuk mendekati wanita itu karena cukup terkejut melihat Mamanya ada disana.
Kedua wanita itu terlihat terkejut melihat kedatangan Davian, keduanya sempat saling pandang sesaat lalu beralih menatap Davian.
"Anak Mama sudah pulang? Selamat ya untuk tander yang kamu dapatkan," ucap Renata mengulas senyum bangga, ia mengelus lengan Davian tatkala pria itu berada di dekatnya.
Davian mengangkat alisnya sejenak, ia melirik Senja dan Mamanya bergantian. Kalau tidak salah lihat, wajah Senja terlihat pucat.
"Kenapa dengan wanita itu?" batin Davian penuh tanya.
"Mama kapan datang kesini?" tanya Davian.
"Enggak lama kok, Mama kesini kangen sama kamu, kenapa kalian jarang main ke rumah?" sahut Renata.
"Aku sibuk," sahut Davian singkat.
"Kamu ini benar-benar mirip Papamu, apa setiap hari kamu juga selalu meninggalkan Senja seperti ini? Mana disini tidak ada orang, bagaimana kalau dia kenapa-kenapa? Dia lagi hamil loh," tutur Renata.
Senja membesarkan matanya, ia seketika langsung melirik Davian yang tatapannya menggelap.
"Ah, aku baik-baik saja, Ma. Disini Davian mengurusku dengan baik," jelas Senja.
"Mama dengar itu? Kenapa terlalu berlebihan, disini lebih baik daripada dia tinggal di rumah orang tuanya yang sempit itu," tukas Davian memasang wajah malas.
"Davian!" seru Renata memberikan tatapan memperingatkan.
"Aku emang ngomong kenyataan, Mama ngapain kesini?" Davian menangapinya dengan malas.
"Nggak ada sopan santunnya kamu ini jadi anak," tukas Renata mendengus kesal.
"Mama masuk dulu ke dalam yuk, sebentar lagi malam, Mama makan malam disini, ya. Aku masakin bentar," ujar Senja mencoba menghentikan pertikaian ibu dan anak itu.
"Enggak usah, Mama langsung pulang aja. Besok jangan lupa, Sayang. Kita akan pergi ke Singapura, kamu udah ambil cuti 'kan?" sahut Renata.
"Iya, sudah, Ma." Senja mengangguk mengiyakan.
"Tunggu, tunggu, siapa yang mau ke Singapura?" Davian menyipitkan matanya, merasa ucapan Mamanya tadi cukup mencurigaikan.
"Mama dan menantu mama lah, lihat tuh, dia itu lebih tahu nyambut Mama kayak gimana. Enggak kayak kamu," cibir Renata begitu sinis pada putranya.
"Mama mau ngajak Senja ke Singapura gitu?" tanya Davian begitu syok.
"Iya, kenapa? Kamu juga sibuk terus di rumah, sekalian aja Mama ajak jalan-jalan istri kamu. Ibu hamil itu butuh refreshing juga, Davian."
"Ck, kenapa Mama seperti itu? Mama harus izin padaku sebelum mengajak istriku pergi," kesal Davian.
"Ini Mama minta izin kamu, kenapa sih? Jangan bilang kamu nggak rela ditinggal sama Senja?" tuding Renata.
Davian gelagapan, ia mengalihkan pandangannya kearah lain hingga bertatapan langsung dengan Senja. Melihat wanita itu membuat kekesalannya semakin menjadi-jadi.
"Terserah, terserah kalian," sergah Davian berjalan menjauh meninggalkan kedua wanita yang membuat moodnya langsung buruk seketika.
"Davian, kamu marah?" teriak Renata menatap punggung putranya yang menjauh.
Davian tidak menggubrisnya, pria itu terlihat benar-benar sangat kesal sekali hingga langsung masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya dengan keras.
"Mama, Davian sepertinya marah. Apa kita batalkan saja rencana ke Singapura?" ujar Senja merasa tak enak melihat sikap Davian tadi.
"Biarkan saja, Senja. Anak itu perlu diberikan pelajaran agar tidak semena-mena padamu," tutur Renata.
"Davian baik kok, Ma. Dia memang seperti itu 'kan? Tapi Davian baik ke Senja, kemarin mau nemenin Senja nginep di rumah Ibu waktu Ayah sakit," ucap Senja cukup tak terima jika suaminya disalahkan.
"Benarkah? Anak sombong itu mau menginap?" tanya Renata begitu syok.
"Ya, Davian juga bantu ibu jualan," jelas Senja seadanya.
Renata semakin syok hingga tak bisa berkata-kata. Mana mungkin anak kesayangannya yang sombong itu mau berjualan? pikirnya.
"Terlepas dari semua itu, kamu harus ikut Mama besok ke Singapura. Ini juga demi kamu, Nak. Jangan sampai terlambat," tutur Renata menjadi lebih serius dari sebelumnya.
Senja terdiam seraya menatap ibu mertuanya, wanita itu tersenyum lembut lalu meraih tubuh Senja ke dalam dekapan hangatnya.
"Terima kasih, Ma," ucap Senja dengan suara tercekat.
"Jangan berterima kasih pada, Mama. Seharusnya Mama yang berterimakasih padamu, tolong jangan menyerah dulu ya, Sayang. Davian pasti hanya butuh waktu, Mama yakin itu," ucap Renata.
Senja yang tadinya ingin menangis justru benar-benar menangis mendengar kata-kata dari ibu mertuanya. Mungkin ia tidak akan menyerah, tapi ....
***
Davian memasang wajah masam tatkala melihat Senja masuk ke dalam kamar. Pria itu pura-pura sibuk dengan ponselnya tanpa melirik Senja sama sekali.
"Bisa-bisanya dia bersikap seperti itu padaku, memangnya dia pikir dia itu siapa? Awas saja nanti, aku tidak akan mengajaknya berbicara jika dia tidak minta maaf padaku," batin Davian dengan hati dongkol setengah mati.
Berharap Senja mengajaknya berbicara dulu tapi nyatanya Senja hanya diam saja dan langsung masuk ke kamar mandi. Davian masih mencoba sabar, tapi setelah itu Senja ternyata malah sibuk mengambil koper dan menata baju didalamnya membuat kesabaran Davian habis.
"Hei, apa kamu tidak ingin mengatakan sesuatu padaku?" seru Davian dengan ekspresi kesal yang tidak ditutupi.
"Ada apa, Davian? Kamu mau makan? Aku sudah menyiapkan makanan untukmu tadi, makanlah," sahut Senja tanpa menoleh, wanita itu benar-benar sibuk dengan baju-baju yang akan ia bawa.
Davian mengertakkan giginya, sekali lagi ia masih mencoba sabar. "Untuk apa kamu peduli aku makan atau tidak? Pergilah, pergilah sana bersama Mama, mengesalkan!" umpat Davian.
Senja mengerutkan dahinya, ia menatap Davian yang ternyata memasang wajah masam sekali itu. "Kamu nggak mau pergi sama Mama?" tanya Senja.
"Tidak, siapa yang melarangmu. Kan aku sudah bilang, pergilah sana!" seru Davian kian menjadi-jadi kekesalannya.
"Baiklah, aku akan menyiapkan baju-bajuku dulu." Senja mengangguk mengerti, toh Davian sudah mengizinkannya.
Davian mengeram dengan tangan mengepal, sumpah demi apapun rasanya ia ingin sekali berteriak didepan wajah Senja agar wanita itu apa yang dia inginkan. Tapi, kenapa ia harus tidak rela jika Senja pergi?
"Tidak masalah jika kamu memang ingin pergi, aku bisa bebas malahan. Sayang sekali, suami tampan seperti ini ditinggal begitu saja, tapi tidak masalah, banyak wanita diluar sana yang mau denganku," ucap Davian sengaja memanas-manasi Senja, biarlah wanita itu tahu kalau ia memang tidak peduli.
Senja tersenyum tipis, ia sudah menyelesaikan tugasnya menata baju lalu ia beralih ke meja rias. Ia melihat Davian yang memandang wajah pura-pura cool itu, suaminya ini memang sangat gengsi sekali.
"Percaya padamu adalah keputusanku, dan membuat keputusanku itu tidak salah adalah kewajibanmu, Davian. Aku yakin kamu tidak akan seperti itu," ujar Senja dengan begitu tenang dan membuat Davian kian meradang.
"Jadi, kamu tidak takut kalau suamimu ini diambil orang?" Davian yang sudah tak tahan langsung bangkit dari duduknya dan menghampiri Senja.
Senja semakin tersenyum lebar, ia ikut bangkit dan menatap suaminya dengan lembut. "Bukankah kamu bilang aku ini wanita licik? Jika ada yang merebutmu, aku pasti bisa merebutnya kembali, Davian. Dan, mau sejauh apapun kamu pergi, kamu tetaplah suamiku," ucap Senja menepuk-nepuk dad4 suaminya dengan lembut.
Davian menyeringai, wanita didepannya ini ternyata memang benar-benar sangat berbahaya. Ia segera menangkap tangan Senja dan membawanya ke bibir.
"Davian!" seru Senja cukup kaget saat bibir basah Davian menyentuh tangannya.
"Permainan macam apalagi ini, Senja? Tapi tidak masalah, apapun jenis permainannya, tetap aku yang akan menjadi pemenangnya!"
Setelah mengucapkan kata-kata itu Davian langsung mendorong Senja ke meja rias lalu membungkam bibirnya dengan ciuman panas. Jangan harap ia akan membiarkan wanita itu beristirahat dan akan meninggalkannya begitu saja.
"Kamu ingin meninggalkanku? Lakukanlah jika kamu bisa ...."
"Davian akhhh!"
Bersambung.