Selasa (09.47), 20 April 2021
--------------------
Harland.
Nama itu kini menjadi perbincangan hangat di Pulau Shelee karena dia terbukti menjadi otak dalam kasus pelemparan batu di rumah keluarga Pak Almo. Risma sebagai saksi mata melihat dengan jelas keberadaan Harland. Meski lelaki itu sempat berkelit dengan menunjukkan berbagai alibi, namun pihak kepolisian juga telah mengumpulkan bukti tak terbantahkan bahwa dialah pelakunya.
Sehari menjelang penangkapan Harland dan teman-temannya, lelaki itu berhasil melarikan diri keluar pulau hingga kepolisian Pulau Shelee terpaksa meminta bantuan kepolisian Provinsi.
Tak terasa sudah satu minggu Juan berada di pulau itu. Masalah yang menimpa Harland membuat orang-orang Keegan Corp. bisa bekerja lebih tenang karena perhatian para penduduk teralihkan. Apalagi Harland termasuk salah satu provokator yang paling berambisi menyingkirkan orang-orang Keegan Corp. Dengan adanya kejadian ini, para penduduk lebih memilih mengabaikan keberadaan orang-orang Keegan Corp. daripada mencari masalah dengan mereka.
Sejak malam dirinya mencium Risma, Juan benar-benar berusaha untuk tidak bertemu wanita itu lagi. Dan ternyata berhasil. Tapi yang jadi masalah, otaknya malah terus memikirkan Risma. Bahkan tanpa bisa dicegah, kadang Juan mencari-cari alasan agar bertemu Risma tanpa sengaja. Beruntung dia bisa menahan diri sebelum melakukan tindakan konyol itu.
Suara ribut di luar ruang kerjanya membuat kening Juan berkerut. Dia penasaran namun menahan diri untuk keluar dan memilih menunggu sambil menyandarkan punggung.
BRAKK.
Suara keras akibat pintu yang terbuka kasar mengiringi kemunculan wanita yang sejak tadi dipikirkan Juan. Senyum kecil Juan terbit tapi dia berusaha mempertahankan wajah dinginnya. Entah mengapa, melihat raut marah Risma yang seolah akan memakan dirinya hidup-hidup tampak sangat menghibur dan membuatnya—lega? Apakah itu artinya Juan merindukan wanita pemarah itu?
“Pak, maafkan saya. Saya sudah berusaha mencegah Nona Risma tapi dia memaksa masuk.” Delon berkata di ambang pintu dengan raut bersalah.
“Tidak apa-apa, Delon. Kau keluarlah. Tutup pintunya,” perintah Juan tenang seraya mengibaskan tangan, menyuruh Delon segera pergi.
Kedua tangan Risma mengepal di samping tubuh saat dia berdiri di depan meja besar Juan. Rasanya dia ingin menghantam wajah sok dingin itu dengan kepalan tangannya. Berani-beraninya dia—
“Sungguh kunjungan yang tak terduga, Nona Dahlia.”
“Risma!” hardik Risma geram.
Juan tidak bisa menahan senyum lebarnya melihat wajah Risma yang memerah dengan mata melotot. “Wajahmu sangat lucu ketika sedang marah begitu.”
“Aku datang ke sini bukan untuk menghiburmu!”
“Tapi kenyataannya kau sangat menghibur.” Entah mengapa Juan ingin membuat Risma lebih kesal lagi.
Bibir Risma menipis, menunjukkan kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun. Tapi dia menghela napas sejenak, tidak ingin membuang waktu untuk membahas hal tidak penting dan melupakan tujuan utamanya repot-repot datang ke sini menemui Juan.
“Tega sekali kau mempekerjakan Rezka yang masih remaja dan seharusnya fokus pada sekolah.” Akhirnya Risma berhasil mengutarakan apa yang mengganggunya.
Tadi saat pergi ke toko untuk membeli keperluan dapur, Risma bertemu temannya yang dulu pernah bekerja di tempat yang sama dengan Risma. Temannya itu berkata tidak menyangka bahwa Rezka menjadi salah satu kuli di resort yang sedang dibangun.
Rasa bersalah pada Juan yang Risma rasakan sejak Juan pergi dari rumahnya langsung berubah menjadi kamarahan. Dia tidak terima, adiknya yang masih remaja dijadikan pekerja kasar oleh Juan. Apa ini hukuman karena kesalahan Risma? Kalau iya, tega sekali lelaki b******k di depannya itu melibatkan sang adik.
“Kenapa diam? Apa kau melakukan hal ini untuk membalasku? Jika kau memiliki masalah denganku, jangan libatkan adikku.” Risma mengatakan itu dengan nada geram.
“Jangan samakan diriku denganmu, Nona Risma. Aku tidak sepicik itu. Aku bukan kau yang melampiaskan kesalahan pada orang lain karena tidak bisa melampiaskan pada pelaku sebenarnya.”
Perasaan malu menggigit hati Risma mendengar kebenaran dalam kata-kata Juan. Tapi dia berusaha mengenyahkan perasaan itu dan memilih fokus pada tujuannya. “Lalu kenapa kau mempekerjakan Rezka?”
“Karena dia pemuda tangguh yang lebih memilih bekerja keras daripada sekedar menadah pada orang tua. Dia yang datang padaku meminta pekerjaan agar bisa membantu meringankan beban orang tuanya. Dia berharap bisa membayar uang sekolah sendiri. Aku sangat menghargai pilihannya dan hanya berusaha membantu.”
Risma tertegun. Tidak menyangka bahwa itu adalah alasan kenapa Rezka terdampar di sini. Apa dirinya terlalu berpikiran negatif terhadap Juan hingga tidak bisa memikirkan alasan Rezka sebenarnya?
Melihat Risma terdiam, sengaja Juan melanjutkan, “Jarang ada pemuda seperti Rezka. Dia sengaja mengorbankan waktu bermainnya demi bisa terus bersekolah karena tahu betul gaji bapaknya tidak cukup untuk membiayai sekolahnya sementara sang kakak hanya berpangku tangan di rumah dan lebih sibuk mencari kambing hitam daripada memikirkan masa depan adiknya.”
DEG.
Risma ternganga. Kalimat terakhir Juan begitu menusuk hatinya. Matanya berkaca-kaca menyadari kebenaran dalam kalimat itu hingga membuatnya tak sanggup menyanggah.
Juan terperangah, tidak menyangka ucapannya tadi membuat air mata menggenang di pelupuk mata Risma. Apa ucapannya tadi sudah keterlaluan?
“Terima kasih karena sudah menyadarkanku, Mr. Keegan.” Suara Risma bergetar namun dia menahan agar air matanya tidak tumpah. “Maaf sudah mengganggumu.” Lalu tanpa kata, Risma berbalik keluar dari ruangan Juan.
Ada perasaan aneh yang menjalari hati Juan. Melihat Risma yang biasanya selalu tampak berapi-api dan penuh energi kini terlihat begitu rapuh, terasa mengganggu hatinya.
Kenapa dirinya merasa seperti ini padahal apa yang dia katakan sama sekali tidak salah. Jangan bilang dirinya jadi lembek hanya karena belum bisa melupakan ciuman seminggu yang lalu.
Sial!
***
Risma membiarkan air matanya mengalir begitu dia duduk di tepi sungai kecil tempat dirinya biasa bermain ketika masih kecil.
Ucapan terima kasih yang dia ucapkan pada Juan tulus dari dasar hatinya. Itu sama sekali bukan sindiran. Kalimat Juan membuat Risma sadar betul bahwa dirinya terlalu larut dalam rasa bersalah atas sesuatu yang tidak ia lakukan, hingga dia berusaha keras mencari kambing hitam untuk meringankan hatinya. Sungguh suatu perbuatan yang sia-sia dan salah hingga akhirnya hanya menjadikan adiknya sendiri sebagai korban.
Harusnya Rezka hanya fokus belajar dan mengukir kenangan di masa remajanya. Tapi nyatanya dia malah harus bekerja keras yang harusnya menjadi tanggung jawab orang tuanya. Dan kakaknya sendiri tidak bisa membantu apapun selain membuat masalah.
Sesekali terdengar isak kecil dari sela bibir Risma. Tubuhnya sampai berguncang karena dia berusaha keras menahan emosi.
Apa yang harus dirinya lakukan sekarang? Membiarkan Rezka terus bekerja karena penduduk pulau masih mengucilkan dirinya dan menolak memberi pekerjaan dengan berbagai alasan? Atau menyuruh Rezka berhenti bekerja dengan resiko adiknya tidak bisa melanjutkan sekolah?
Kepala Risma terasa berdenyut memikirkan hal itu.
Sebenarnya berapa gaji yang diberikan Juan Keegan untuk Rezka? Apa cukup untuk membayar uang sekolahnya? Kalau iya, apakah Juan akan memperbolehkan Risma menggantikan pekerjaan sang adik?
Risma menggigit bibir. Rasanya dia seperti menjilat ludahnya sendiri jika melakukan hal itu. Belum lagi bagaimana dirinya harus menghadapi cibiran pada penduduk jika sampai benar-benar bekerja untuk Keegan Corp.?
“Hapus air matamu. Aku paling benci melihatmu menangis seperti bayi.”
Risma buru-buru menoleh dan mendapati Trey berdiri sekitar tiga meter di belakangnya. Segera dia menghapus mata lalu melemparkan tatapan garang ke arah Trey. “Kau mengikutiku?”
“Memangnya aku tidak punya kerjaan lain?” Trey mendekati Risma lalu duduk di bebatuan sungai dekat tempat Risma tengah duduk di atas rumput.
“Lalu kenapa kau di sini?”
“Ini tempat umum. Memangnya hanya kau yang boleh datang ke sini?”
Risma berdecak kesal lalu memilih menatap lurus ke arah sungai yang mengalir deras. Sepertinya lebih baik dia mengabaikan makhluk di sebelahnya itu.
“Akhir-akhir ini kau begitu keras kepala dan tidak mau mendengar pendapat orang lain.” Trey tiba-tiba berkata. “Sampai rasanya aku ingin memukul kepalamu dengan batu-batu ini.”
“Kalau kau di sini hanya untuk mengolok-olokku, sebaiknya kau pergi saja.”
Trey tersenyum kecil. “Aku hanya berusaha menasihatimu sebagai teman.”
“Teman? Kau tidak pernah jadi temanku.” Risma tidak pernah melupakan kenyataan Trey selalu membuatnya kesal hingga suatu hari dia—
“Kalau begitu aku menasihatimu sebagai lelaki yang pernah menyatakan cinta padamu namun kau tolak mentah-mentah demi seorang penipu bernama Keshawn Trumble.”
Risma bergeser, memposisikan dirinya menghadap Trey sepenuhnya sementara lelaki itu juga tengah menatapnya. “Jadi kau ingin membahas hal itu sekarang? Baiklah, coba kau dengar ini!” Risma menarik napas panjang sejenak. “Kalaupun tidak pernah ada b******n penipu itu dalam hidupku, aku tetap akan menolakmu, Trey. Tahu kenapa? Karena sejak kecil kau selalu menggangguku dan bersikap menyebalkan. Lalu tiba-tiba suatu hari kau berkata bahwa kau mencintaiku. Jadi mana mungkin aku tidak menolakmu?”
Trey menggosok tengkuknya seraya tertawa pelan untuk menyembunyikan perasaan malu. “Kebetulan kita membahasnya, aku akan mengaku saja. Aku memang menyukaimu sejak lama. Mungkin sejak kecil seperti yang kau katakan. Karena itu aku suka mengganggumu untuk menarik perhatianmu. Lagipula kau jadi sangat menggemaskan ketika sedang marah.” Trey nyengir saat Risma melotot. “Aku tidak pernah punya keberanian untuk menyatakannya. Hingga kudengar kau memiliki hubungan asmara dengan Keshawn. Saat itulah aku tidak bisa menahan diri untuk mengungkapkan perasaan.”
Risma sungguh tidak mempercayai apa yang sudah diungkapkan Trey. Lelaki itu jauh lebih tua darinya dan dulu dikenal sebagai berandal. Ditambah hobinya yang senang membuat Risma kesal, jadi bagaimana dia bisa percaya bahwa Trey menyukainya sejak lama?
“Jangan terlalu dipikirkan. Aku mengungkapkan hal ini sekarang hanya untuk melegakan hatiku saja. Toh aku sudah memiliki calon istriku walaupun—yah, saat ini hatiku masih terus mengarah padamu.”
“Jangan berkata seperti itu, Trey. Kasihan calon istrimu.”
“Kenapa harus kasihan?” Trey tersenyum. “Aku tidak akan membuang waktu lebih lama untuk menyukai wanita yang tidak bisa kuraih. Cepat atau lambat, Meida akan memiliki hatiku sepenuhnya.”
Untuk pertama kalinya sejak masalah dengan Keshawn muncul, Risma bisa tersenyum tulus. “Senang mendengarnya. Meida sangat beruntung memilikimu.”
“Tentu saja.” Trey berkata dengan nada sombong.
Lalu keduanya terdiam.
Beberapa saat kemudian, Risma bertanya dengan nada lirih. “Trey, bagaimana menurutmu kalau aku bekerja pada Juan Keegan? Aku tahu dia musuh tapi aku butuh pekerjaan sementara para penduduk masih menolak memberiku pekerjaan.”
Salah satu alis Trey terangkat. “Siapa yang kau bilang musuh?”
“Tentu saja Juan Keegan.”
“Memangnya apa yang sudah dia lakukan padamu?”
“Dia—dia…” Risma bingung. Sebenarnya apa yang sudah Juan lakukan hingga dirinya menganggap lelaki itu musuh? “Yah, dia sudah membeli sebagian besar tanah di pulau ini dan membuat para penduduk kehilangan mata pencaharian utama.”
“Ah, aku baru tahu bahwa membeli tanah adalah sebuah kejahatan. Berarti aku juga sudah menjadi musuh karena tahun lalu membeli tanah milik Westie.” Trey menampilkan raut sedih.
Risma terdiam, kehilangan kata-kata. Melihat hal itu Trey tersenyum.
“Dilihat dari sudut manapun, yang bersalah di sini adalah si b******n Trumble. Kenapa kau terus-menerus memaksa Juan untuk menanggung kesalahan b******n itu? Jangan sampai kebencian tak beralasanmu pada Juan malah membuatmu jatuh cinta setengah mati padanya.”
Risma melotot mendengar itu. “Itu tidak akan terjadi.”
Trey hanya mengangkat bahu. “Aku harus melanjutkan patroliku. Tapi sebelum aku pergi, aku ingin bertanya padamu. Jadi siapa sebenarnya musuhmu sekarang? Juan Keegan yang datang ke sini dengan cara baik-baik dan sama sekali tidak mengganggu siapapun, atau para penduduk yang sudah menyalahkanmu dan menolak memberimu pekerjaan?”
Risma tidak bisa menjawab. Bahkan sampai Trey pergi seraya melambaikan tangan, Risma masih terus duduk di sana, memikirkan pertanyaan Trey.
-----------------------
♥ Aya Emily ♥