Tempat Pelarian

2128 Kata
Setelah selesai makan Hana pun kembali bekerja, tidak seperti tadi pagi suara-suara yang terdengar tidak terlalu berisik di telinganya. Masih ada beberapa orang yang membicarakan tentang hubungannya dengan Vian, yang paling parah adalah pembicaraan tentang dirinya yang angkuh karena mencampakkan laki-laki seperti Vian tanpa melihat dirinya di depan kaca. Vian yang sudah selesai dengan pikirannya pun memilih keluar dari ruangannya, tentu saja dirinya masih harus keliling dan juga mendengar sendiri apa yang seharian ini di dengar oleh Hana. Hana masuk ke salah satu ruangan pasien dengan senyuman lebar seperti biasanya. Hana ingin bekerja lebih lama di sini. Setelah selesai mengecek pasien yang ada di ruangan itu Hana pun berjalan keluar. Hana menghentikan langkahnya saat melihat Vian berdiri tidak jauh darinya, Hana terdiam dan memberikan salam singkat sebelum pergi. Tentu saja dirinya harus menyadari siapa dirinya dan siapa Vian. Vian yang melihat Hana pergi begitu saja tentu saja sangat tidak nyaman. Wanita itu bahkan tidak tersenyum sedikitpun ke arahnya. Benar-benar mengesalkan. Meskipun begitu Vian memilih untuk meneruskan langkahnya dan mengikuti Hana dari jarak yang cukup jauh. Hari ini berakhir begitu canggung untuk Hana, hampir seharian Vian mengikutinya dari belakang, meskipun jaraknya cukup jauh tapi tetap saja semua itu sangat kentara. Sebenarnya Hana juga tidak tahu jika Vian mengikutinya, hingga salah satu rekannya berbisik pada rekannya yang lain dan membuatnya tahu jika laki-laki itu terus mengikutinya. Hana membuka loker kerjanya dan mengambil tas selempang yang ada di dalam loker, Hana masih bisa merasakan tatapan Vian yang melihatnya, bahkan tidak ada satu orang pun yang mendekati loker di jam pulang seperti ini. Setelah mengambil tasnya, Hana pun menutup lokernya dan melihat ke arah Vian yang melihatnya dengan kedua tangan yang masuk ke dalan saku celananya. Dengan berani Hana melangkah maju dan berdiri tepat di depan laki-laki yang lebih tinggi darinya itu. Hana membuka tasnya dan mengambil gelang yang belum juga ia perbaiki. Hana mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah Vian yang juga menatapnya dengan tatapan yang hangat. "Aku mengembalikannya." Kata Hana seraya mencoba menarik tangan Vian yang ada di dalam saku celana itu. Tapi tentu saja itu tidak mudah, karena Vian menahan tangannya dengan kuat. Hana yang kesulitan tentu saja memilih menatap kesal ke arah Vian yang masih berdiri tegak di depannya itu. Benar-benar sangat menyebalkan untuknya. "Ayo aku antar pulang, aku akan bicara sama mama kamu." Kata Vian yang langsung saja menarik lengan Hana dengan pelan. "Vian ...., sakit." Gumam Hana yang langsung saja membuat Vian menoleh dan melepaskan pegangannya di lengan Hana. "Maafkan aku, aku tidak berniat untuk ...." Kata-kata Vian terhenti saat Hana lari setelah meletakkan gelang itu di tangannya. Vian yang kesal tentu saja memilih untuk mengepalkan tangannya erat. "Jika dia sudah membuat keputusan, dia tidak akan menariknya." Kata Cinta yang tentu saja memilih untuk menghampiri Vian terlebih dahulu. Sebenarnya semua orang sudah berkumpul dan ingin pulang ke rumahnya masing-masing, tapi karena ada Vian mereka semua memilih menunggu dan mengurungkan niatnya. Cinta berjalan ke arah lokernya untuk mengambil tasnya, sebenarnya Cinta juga sangat menyayangkan hubungan itu berakhir, tapi sahabatnya sudah memilih jalan itu dan dirinya tidak bisa apa-apa. Vian terdiam dan menatap ke arah sahabat Hana dengan tatapan sedikit sendu. Dirinya benar-benar terlihat menyedihkan. "Aku tidak akan menyerah dan akan tetap mendapatkan dia kembali." Kata Vian yang langsung saja membuat Cinta tersenyum saat mendengarnya. "Aku suka saat mendengarnya. Tapi, saya sampaikan kepada Bapak Vian yang terhormat, Hana bisa saja mengundurkan diri jika bapak terus memaksakan kehendak. Jangan buat Hana semakin sulit." Balas Cinta yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya. "Kalau begitu bantu aku berikan ini pada Hana, katakan juga kalau aku akan memperbaiki gelangnya." Pinta Vian seraya menyerahkan kotak cincin berlian yang tempo hari ia beli. Semua orang yang menguping tentu saja terkejut, mereka menutup bibirnya tak percaya. Mereka benar-benar tak percaya jika hubungan Hana dengan atasan mereka sudah sejauh itu. "Berikan sendiri." Jawab Cinta yang langsung saja pergi meninggalkan Vian yang meringis pelan. Vian yang merasa sudah cukup tentu saja berniat pergi, tapi melihat banyak orang yang menguping sedari tadi membuat dirinya tersenyum kecil. "Kalian melihat bukan? Aku yang mengejar Hana, jadi tolong jangan bicara buruk lagi tentang dia. Tolong bantu aku untuk mendapatkan dia, dia benar-benar sangat penting untukku." Kata Vian yang tentu saja terdengar memohon. Semua orang yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam, benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengarkan. "Hubungan kami sudah ada sebelum rumah sakit ini berdiri, aku meninggalkan dia untuk belajar di luar negeri." Lanjut Vian yang terdengar sedikit menyedihkan. "Sudahlah, kalian juga tidak akan memahaminya." Balas Vian yang langsung saja pergi meninggalkan semua orang yang mulai berbicara lagi itu. Hari itu berakhir begitu saja, Vian tidak pulang ke rumah dan memilih untuk tetap berjaga di rumah sakit. Ada kakaknya dan juga kakak iparnya yang masih ada di rumah sakit itu juga. Jam menunjukkan pukul lima pagi saat Vian menghentikan mobilnya di depan rumah Hana, tentu saja Vian ingin menjemput wanita itu seperti kemarin. Vian meletakkan kepalanya di atas kemudinya dan menatap ke arah rumah Hana yang masih tertutup itu. Diam-diam Vian membayangkan bagaimana jika dirinya bangun lebih pagi dan melihat Hana yang masih tertidur dengan lelap, apakah Hana ileran saat tidur? Atau bibirnya terbuka? Vian tersenyum saat membayangkannya. Pada akhirnya setelah menunggu hampir dua jam, Hana keluar dengan tangan yang sibuk membenarkan sepatunya sambil berdiri. Vian tentu saja bergegas turun dan mendekati Hana yang terkejut saat melihatnya. "Ayo berangkat bersama." Ajak Vian yang langsung saja membuat Hana menoleh ke arah mamanya yang baru saja keluar dari rumah. "Pagi Tante," sapa Vian dengan cepat saat melihat mama dari wanita yang ia sukai itu. "Jangan lupa janji nanti malam, pulang cepat karena Zico akan datang." Kata mama Hana sekali lagi mengingatkan putrinya. Hana yang mendengarnya tentu saja langsung menoleh ke arah Vian yang terdiam saat mendengarnya. "Hana ingat, Hana pergi bekerja dulu. Mama jangan lupa minum obatnya." Balas Hana yang langsung saja berniat pergi, namun saat melihat Vian yang masih berdiri di depan mamanya membuat Hana kembali dan menarik tangan laki-laki itu tanpa permisi. Hana masuk ke dalam mobil Vian dengan terpaksa, tentu saja dirinya tidak nyaman karena Vian mendengar pesan mamanya tadi, tapi Hana sendiri jua sudah memutuskan itu dari awal. "Ayo berangkat, sebentar lagi terlambat." Kata Hana tanpa berani menatap ke arah Vian yang terus menatap tajam ke arahnya. "Hana, kamu bisa jelaskan sesuatu?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menelan ludahnya pelan. Hana pun memberanikan diri menatap ke arah laki-laki yang tengah menatapnya dengan tajam. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, hubungan kita sudah berakhir dan aku akan menikah dengan laki-laki lain." Jawab Hana yang langsung saja mendapatkan Vian tidak percaya saat mendengarnya. "Apa kamu sadar dengan apa yang kamu katakan? Hana aku sudah kembali." Tanya Vian tidak percaya, lebih tepatnya tidak terima karena wanita itu bisa dengan mudah melepaskan dirinya. "Aku minta maaf karena tidak bisa melihat posisi kamu yang sulit menghadapi rekan kerja yang menghinamu, aku juga minta maaf karena tidak mengatakan kalau aku ini pemilik rumah sakit itu, tapi bisakah kamu jangan seperti ini?" Lanjut Vian dengan frustasi. Hana melihat ke arah jam tangannya dan memilih untuk tidak memperdulikan Vian yang memarahinya itu. Hana tahu dirinya akan luluh dengan mudah jika melihat ekspresi wajah yang frustasi itu. "Aku akan turun jika kamu tidak berniat untuk pergi." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian menekan tombol kunci. Vian tidak akan membiarkan wanita itu kabur lagi hari ini. Semuanya harus jelas hari ini, dirinya benar-benar tidak bisa melepaskan wanita itu dengan mudah. Hana terus membuka mobil yang terkunci itu dengan sekuat tenaganya, matanya sudah berkaca-kaca dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat sudah terjebak seperti ini. "Rusak, rusak sebisa kamu. Aku tidak akan membiarkan kamu keluar sebelum menjawab semua hal yang aku pertanyakan." Kata Vian saat melihat Hana menendang mobilnya berkali-kali. "Apalagi yang ingin kamu dengar? Aku sudah mengatakan jika hubungan kita berakhir." Kata Hana pada akhirnya. Tanpa aba-aba, Vian pun mendekati Hana dan mencium bibir wanita itu dengan paksa. Jika tidak bisa menggunakan cara yang baik untuk mempertahankan wanita itu, tentu saja Vian akan melukai wanita itu. Air mata Hana jatuh tepat saat bibir Vian mengecup bibirnya, Hana hanya diam saja saat Vian m*lumat bibirnya dengan rakus, tangan Hana mencengkram erat baju yang dipakai oleh Vian saat laki-laki itu sudah menurunkan bibirnya di lehernya dan meninggalkan bekas kepemilikan di lehernya yang terbuka. Vian menyandarkan tubuhnya di tubuh Hana dengan pasrah, tentu saja dirinya benar-benar gila karena sudah membuat wanita itu menangis disaat seperti ini. Pikirannya benar-benar tidak waras karena mendengar apa yang tadi dikatakan oleh mama Hana. "Jangan temui siapapun nanti malam." Bisik Vian pelan, meminta pada Hana untuk tidak menemui siapapun termasuk Zico. "Aku sudah berjanji pada mama." Balas Hana cepat. "Hana, ayo menikah. Jika kamu keberatan dengan posisiku, aku akan melepaskannya. Mama tidak akan apa-apa jika aku melakukannya, dia masih punya kak Gibran yang bisa membanggakan dia." Kata Vian seraya memegangi bahu Hana dengan pelan. Hana terdiam, menatap ke arah sudut mata Vian yang basah. Apa laki-laki itu menangis untuk dirinya? "Buka pintunya, dan ajukan cuti untukku." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya. "Hana, tolong jangan terus menghindar seperti ini." Pinta Vian memohon pada wanita yang selama ini mau menunggunya. Bagaimanapun juga Vian tidak akan membiarkan Hana pergi begitu saja. "Aku akan melakukannya di sini jika kamu tidak mendengarkanku." Lanjut Vian dengan frustasi. Dirinya benar-benar sudah gila karena mengatakan hal seperti itu pada Hana, tapi dirinya juga bingung mengatakan apalagi di saat seperti ini. "Lakukan sesukamu, setelah itu tinggalkan aku." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian menatap ke arah Hana dengan tatapan kesal. Vian pun memilih menjauh dari Hana dan memakaikan sabuk pengaman pada wanita itu. Tanpa berkata apa-apa lagi, Vian pun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Hana yang takut tentu saja hanya bisa berpegangan. Hana benar-benar tidak tahu Vian akan membawanya ke mana, apakah ke hotel? Selama perjalanan yang cukup panjang itu, keduanya tidak berbicara apapun. Vian menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang memperlihatkan seorang laki-laki dan juga perempuan yang tengah duduk tenang itu. "Kamu ingin masuk ke dalam keluarga itu?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menatap lebih intens. Tentu saja Hana bisa melihat Zico bermain bersama anak-anak, belum lagi dengan seorang wanita cantik yang tengah duduk di kursinya dengan membaca koran paginya. "Iya, aku akan menikah dengannya." Jawab Hana dengan suara pelan. "HANA." Teriak Vian yang langsung saja membuat Hana menangis saat mendengarnya. "Sadarkan dirimu, kamu bisa saja marah padaku, kamu bisa membenciku. Tapi jangan bodoh seperti ini, kamu ditipu olehnya." Lanjut Vian dengan suara pelan meskipun saat ini berteriak pada wanita itu. "Bawa aku ke tempat lain." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya. "Bawa aku ke tempat lain." Ulang Hana yang langsung saja dituruti oleh Vian. Hana berpikir setidaknya Vian akan membawa dirinya ke tempat yang lebih tenang. Atau setidaknya tempat yang bisa membuat dirinya menyentuh laki-laki itu dan tidak akan menyesal karena sudah merasakan bagaimana hangatnya laki-laki itu. Tapi semua pikiran Hana sirna saat Vian menghentikan mobilnya di sebuah wahana permainan yang dulunya sering ia datangi saat masih anak-anak. "Kamu bercanda membawaku ke sini?" Tanya Hana yang langsung saja membuat Vian menyandarkan kepalanya ke kursi mobilnya. "Aku juga tidak tahu mau membawamu ke mana." Jawab Vian pelan. "Kamu bisa membawaku ke hotel, atau apapun itu. Kamu lakukan semua hal padaku dan kita selesai." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya. "Aku tidak ingin melakukan itu, aku bisa memilikimu tanpa harus kehilangan kamu." Jawab Vian dengan cepat dan juga percaya diri. "Ayo turun, kita naik ke beberapa wahana yang menegangkan agar kita bisa berpikir jernih lagi." Ajak Vian yang langsung saja turun dari mobil dan memutari mobil untuk membukakan pintu Hana. Vian memasukkan setengah tubuhnya untuk membantu Hana melepaskan sabuk pengamannya. "Aku akan mengundurkan diri besok." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya. Vian menarik tubuhnya dan mengulurkan tangannya ke arah Hana untuk membantu wanita itu turun dari mobilnya. "Itu masih terjadi besok, jadi ayo kita nikmati hari ini." Jawab Vian yang langsung saja membuat Hana mengangguk pelan. Keduanya pun berjalan memasuki wahana permainan itu dengan bergandengan tangan. Vian yang membeli tiket masuk dan Hana yang hanya menunggunya. "Aku membeli tiket terusan, ayo bermain sepuasnya." Ajak Vian yang langsung saja membuat Hana tersenyum tipis. "Kita bukan anak kecil." Gumam Hana pelan seraya melanjutkan langkahnya. Vian sendiri juga tidak percaya karena membawa Vian ke tempat seperti ini. Tentu saja Vian juga sadar jika dirinya sudah dewasa dan tidak cocok untuk main-main ke tempat seperti ini disaat hubungannya memburuk. Bisa saja dirinya membawa Hana ke tempat lain dan menghabiskan waktu bersama, tapi Vian tidak bisa memikirkan itu saat melihat wajah Hana yang lugu dan juga polos itu. Vian tidak ingin menghancurkan wanita itu, Vian ingin memilikinya dan bisa menyentuhnya sepuas mungkin, tentu saja yang pasti untuk dirinya sendiri. Tbc
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN