Sebelum ke ruangan Gibran yang waktu itu ia pakai tidur dengan lancang tentu saja Hana memilih untuk mengambil air dan meminumnya. Tatapan yang diberikan semua orang tentu saja masih sama, atau lebih parah?
Setelah cukup minum, Hana pun berjalan ke arah lift untuk mendatangi atasannya yang ada di lantai atas itu. Di dalam hatinya tentu saja Hana masih tidak tahu apakah ini yang terbaik untuknya atau tidak, tentu saja tentang hubungannya dengan Vian.
Pintu lift yang baru saja tertutup saat dirinya masuk kembali terbuka, Hana menatap ke gerombolan rekan kerjanya yang ikut masuk ke dalam lift setelah menatap ke arahnya.
"Apa? Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk menguping? Kamu sendiri juga yang bilang akan memintakan maaf bukan?" Tanya seorang rekannya yang tadi sempat bicara dengannya.
Hana pun mengangguk membiarkan mereka ikut, toh dirinya tidak akan bicara banyak. Mungkin alasan Gibran memanggilnya karena dirinya sudah membuat keributan dengan datang bersama Vian dan membuat semua karyawan rumah sakit sibuk menggosipkan adiknya itu.
Pintu lift terbuka setelah angkanya berubah. Hana keluar lebih dulu dan berjalan ke ruangan pemilik rumah sakit. Tentu saja Hana menoleh ke ruangan di mana Starla di rawat, hanya menoleh dan tidak berani menyapa.
Hana mengetuk pintu ruangan Gibran dengan pelan dan masuk setelah mendengar suara dari dalam. Tentu saja rekan-rekan Hana langsung bergerak maju dan menempatkan telinganya masing di depan pintu ataupun dinding.
Hana masuk ke dalam dan bingung saat tidak melihat siapapun di dalam ruangan itu.
"Surprise ...."
Suara yang tiba-tiba terdengar dari belakangnya dan juga pelukan dari belakang membuat Hana terdiam, matanya bergerak melihat nama papan yang ada di atas meja, Hana membacanya berulang kali di dalam hatinya dan tersenyum tipis. Ternyata ini alasan dirinya mendapatkan semua itu, dirinya benar-benar tidak tahu diri dengan menyukai laki-laki yang memiliki kasta tinggi itu.
"Apa kamu terkejut? Sebenarnya aku lebih terkejut karena kamu tidak tahu kalau aku pemimpin rumah sakit ini. Apa kamu tidak ikut berkumpul hari itu?" Tanya Vian saat tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari Hana.
Hana mengingat kembali hari itu, dirinya meninggalkan barisan dan tidak tahu jika ada pimpinan lain selain Gibran. Ada apa? Kenapa semuanya terasa sangat sulit untuk ia jalani? Hana pikir dirinya akan baik-baik saja jika menjalani hubungan dengan status Vian yang seorang dokter, lalu bagaimana jika laki-laki itu juga memiliki status yang sangat tinggi ini? Apakah dirinya bisa menggapainya?
"Hana, ada apa? Kenapa tidak bicara apapun?" Tanya Vian seraya melepaskan pelukannya dan berjalan ke depan Hana dan melihat ekspresi wajah wanita itu.
"Hana, ...." Panggil Vian lagi seraya menggerakkan tangannya untuk melihat wajah yang tengah tertunduk dalam itu.
Tidak ada air mata, Hana masih bisa tersenyum tipis di depan laki-laki yang ditunggunya selama ini. Tapi bagaimana dengan dirinya? Apakah dirinya sanggup melangkah lebih lebar untuk menyetarakan statusnya dengan laki-laki yang berada jauh di atas sana?
"Aku pikir pak Gibran yang akan aku temui." Balas Hana dengan suara pelan.
"Kenapa? Kamu nggak suka ketemu aku? Aku ingin makan siang bersama mu sekalian memberitahu kamu kalau aku sudah memiliki kerjaan agar kamu bisa memberitahu mama dan dia tidak perlu khawatir lagi jika putrinya menjadi perawan tua saat menunggu kedatangan ku." Tanya Vian seraya bicara panjang lebar untuk menjelajahi.
Hana mendongakkan kepalanya dan menatap ke arah Vian dengan senyuman yang lebar. Dalam sebentar, Hana sudah bisa memikirkan semuanya. Dirinya menyerah dan tidak bisa berjalan lebih lebar lagi untuk seorang Vian, Hana lelah dan tidak sanggup lagi.
"Ayo akhiri saja, aku sudah bilang pada pak Gibran dan juga mbak Starla jika kamu tidak perlu menepati janji yang sudah kamu buat, apa mereka tidak memberitahumu itu?" Kata Hana dengan berani, matanya bahkan terlihat berkaca-kaca dan menahan air matanya yang berlomba-lomba ingin keluar itu.
"Kenapa tiba-tiba? Bukankah tadi masih baik-baik saja?" Tanya Vian tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Bukan tiba-tiba, aku sudah bilang beberapa hari yang lalu bukan? Jika kamu belum mendengarnya dari kakakmu kamu bisa tanyakan pada mereka jika aku sudah mengatakannya waktu itu." Jawab Hana masih berani menatap ke arah Vian.
Vian masih diam dan tak habis pikir, matanya terus menatap ke arah wajah Hana yang terlihat lebih lelah dari hari lalu. Apakah wanita itu mengalami hal sulit hari ini?
Hana yang tidak mendengar apa-apa lagi tentu saja memilih untuk memutar tubuhnya dan berniat pergi, namun cekalan di lengannya membuat Hana terdiam dan air matanya jatuh saat itu juga.
"Aku sudah mendengarnya, tapi aku tidak menerimanya? Memangnya ada apa? Kamu sudah menungguku selama ini, bahkan kamu menolak menikah dengan yang lainnya demi aku, lalu kamu membatalkan semuanya saat aku kembali, apa itu masuk akal? Jika ada yang tidak kamu sukai dari aku atau apapun itu, katakan aku akan memperbaikinya." Kata Vian yang langsung saja membuat Hana semakin menangis saat mendengarnya.
"Jika kamu tidak suka aku jadi dokter aku akan menyimpannya jas dokter ini seumur hidupku, aku yakin tidak akan menyesalinya." Lanjut Vian yang langsung saja membuat Hana bingung mau bilang apalagi.
"Jangan tinggalkan itu untukku, aku hanya berpikir sepertinya kita tidak akan pernah cocok. Saat tahu kamu yang ada di tempat ini, aku jadi memikirkan bagaimana aku bisa melebarkan langkahku agar bisa setara denganmu yang ada di tempat tinggi seperti ini. Setelah itu aku berpikir mungkin saja aku tidak akan pernah bisa." Balas Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam dan melihat ke arah namanya yang ada di atas meja itu.
"Apa hanya karena itu? Aku akan mengundurkan diri jika kamu tidak suka itu. Aku bisa melakukan apa saja untukmu, kamu sudah melakukan banyak hal untukku dan aku juga bisa melakukan lebih banyak lagi untukmu." Jawab Vian dengan suara pelan.
Hana mengusap air matanya dan menoleh ke arah Vian, Hana menggerakkan tangannya yang lain untuk melepaskan pegangan Vian yang ada di tangannya.
"Jangan lakukan itu, jadilah seorang putra yang membanggakan untuk orang tuanya. Jangan hanya karena wanita tak tahu diri kamu melepaskan semuanya. Kamu tahu? Aku tidak akan pernah menyukai hal itu." Kata Hana lagi dengan air mata yang sudah keluar dari matanya yang sedari tadi masih berkaca-kaca itu.
"Jika kamu masih mencoba menemuiku, aku tidak punya pilihan lain selain mengundurkan diri." Lanjut Hana yang langsung saja membuka pintu dan membuat orang-orang yang ada di luar terkejut saat melihatnya.
"Satu lagi, aku yang meminta mereka untuk menguping jadi jangan pernah lakukan apapun pada mereka." Kata Hana yang langsung saja pergi, pergi dari pandangan Vian yang dalam itu.
Vian mengepalkan tangannya erat, kenapa jadi seperti ini? Bukankah tadi baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu seharian ini dengan wanita itu.
"Kami permisi dulu pak." Kata rekan-rekan yang lain dan pergi meninggalkan Vian sendirian.
Vian memutar tubuhnya dan memijat kepalanya pelan, kenapa sangat sulit untuk mendapatkan wanita itu. Memangnya kenapa wanita itu harus melangkah lebih lebar untuk menyetarakan dengannya? Bukankah dari awal tidak ada apa-apa?
"Kenapa? Kamu masih tidak tahu situasinya?" Tanya Gibran yang langsung saja masuk ke ruangan adiknya yang masih terbuka lebar itu.
Seperti rekan-rekan Hana yang menguping, Gibran pun ikut mendengarnya dari luar, bagaimana adiknya dicampakkan oleh wanita yang selama ini dicarinya itu.
"Memangnya apa yang terjadi? Tadi pagi, bukan bahkan tadi siang kita masih baik-baik saja, dia mengatakan jika aku terlihat baik dengan jas dokter ini, dan sekarang tiba-tiba dia mengatakan itu. Apa kak Gibran pikir aku tahu sesuatu? Kecuali kebingungan?" Balas Vian yang langsung saja membuat Gibran melangkah maju dan menyentuh papan nama adiknya yang ada di atas meja.
"Disekitarnya banyak sekali wajah, dan di antara wajah itu juga banyak sekali bibir. Seharian ini semua orang membicarakan bagaimana Hana yang merayu atasan, berhubungan setidaknya 3 kali sehari seperti jadwal makan, dan yang lebih parah lagi ada yang mengatakan jika Hana bukanlah gadis lugu tapi seorang pelac*r." Jawab Gibran yang langsung saja membuat Vian terkejut saat mendengarnya.
"Apa kamu pikir dengan hatinya yang hangat itu, dia bisa mendengarnya setiap hari? Awalnya dia berpikir akulah pemilik rumah sakit ini, dan tiba-tiba dia mengetahuinya kebenaran jika sebenarnya kamu yang memilikinya dan diapun terpikirkan kenapa semua kata-kata jahat tertuju pada dirinya. Setelah itu dirinya pasti memikirkan soal kasta dia dan kamu, dia yang ada di bawah dan kami yang ada di atas." Lanjut Gibran menjelaskan pada adiknya yang sepertinya tidak mendengar apapun tentang rumor itu.
"Pertanyaannya apa kamu mengerti kenapa dia berpikir untuk naik ke atas dan bukan kamu yang turun ke bawah?" Tanya Gibran yang langsung saja membuat Vian terdiam.
"Karena dia tidak ingin aku mengecewakan mama." Jawab Vian dengan suara pelan.
"Benar, dia orang yang patuh pada orang tuanya begitu juga dia tidak ingin kamu mengecewakan keluarga kamu. Kamu sudah tahu alasannya bukan? Jika dia berusaha untuk naik ke atas dan mempertahankan hubungannya denganmu maka dia akan mendapatkan lebih banyak lagi hinaan, itu hanya demi kamu. Tapi dia tidak sanggup menerimanya karena dia tahu semua itu akan sulit untuk dihadapi oleh orang sepertinya. Pikirkanlah baik-baik, apa yang harus kamu lakukan jika ingin mendapatkan dia lagi dan tentu saja tanpa dia harus naik ke atas untuk mengejar mu." Kata Gibran lagi seraya menepuk bahu adiknya pelan.
"Aku akan ambil satu porsi dan berikan pada Hana, kamu juga makanlah dulu sebelum berpikir." Lanjut Gibran seraya mengambil kotak makan yang ada di meja adiknya dan keluar meninggalkan adiknya sendirian.
Sebenarnya Gibran juga tidak mendengar apapun sejak tadi, apalagi dirinya juga baru datang setelah dari kantor. Tapi dirinya tahu karena istrinya yang menceritakan semua itu padanya, istrinya tahu karena tadi sempat jalan-jalan keluar untuk menghirup udara yang lebih segar daripada yang masuk dari jendela ruangannya itu.
Gibran berjalan ke arah lift, tentu saja Gibran perlu bicara dengan Hana. Wanita itu terlihat sangat berantakan sekali tadi, Gibran tahu Hana sudah memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri jadi Gibran tidak akan menyalahkannya.
Sesampainya di lantai dasar, semua orang sudah kembali pada pekerjaannya lagi, yang artinya jam istirahat sudah habis. Meskipun begitu Gibran masih mencoba mencari keberadaan Hana yang belum juga ia lihat.
Gibran berjalan ke arah resepsionis dan meminta mereka memanggil nama Hana, tentu saja ini akan membuat sedikit keributan tapi Gibran juga tidak ingin melihat wanita itu kerja dengan perut kosong seperti itu.
Panggilan dari mikrofon yang terdengar membuat semua orang menoleh ke sana sini, mencari keberadaan Hana yang mungkin saja ada disekitar mereka. Cinta sendiri juga penasaran dengan apa yang terjadi, yang ia tahu Hana tidak ada di kantin untuk makan siang bersamanya tadi.
Hana berjalan ke arah resepsionis dengan wajah yang basah, Gibran yang melihatnya tentu saja tersenyum tipis. Anak itu cukup kuat dalan situasinya.
"Makanlah dulu sebelum bekerja, tidak akan ada yang memarahimu." Kata Gibran seraya menghampiri Hana yang mendongakkan kepalanya untuk menatap ke arahnya.
"Aku sendiri yang berinisiatif memberikan untukmu, hari ini kamu pasti kesulitan karena Vian. Sebagai kakaknya aku minta maaf mewakili dia yang tidak tahu apa-apa tentang apa yang sudah kamu lalui hari ini." Lanjut Gibran yang langsung saja membuat Hana mengulurkan tangannya untuk mengambil kotak makanan itu.
"Anda dan adik anda tidak salah apa-apa, seharusnya saya yang minta maaf karena sudah membuat keributan." Balas Hana dengan suara pelan.
"Apa yang kamu katakan, nanti kalau istriku sudah boleh keluar dari rumah sakit ayo makan bersama di rumah, mama juga sering menanyakan kabar kamu, dia ikut-ikutan mencari kamu sampai sekarang." Kata Gibran yang langsung saja membuat Hana menundukkan kepalanya.
"Hanya makan malam, toh ini yang mengundang aku bukan Vian, jadi jangan hiraukan dia. Kamu pantas untuk bahagia meskipun bukan sama dia." Lanjut Gibran yang langsung saja membuat Hana mendongakkan kepalanya dan tersenyum tipis.
"Aku merasa seperti anak kecil diusia ku yang sekarang." Balas Hana dengan suara pelan.
"Dibandingkan aku, tentu saja kamu masih kecil. Nanti kalau mama datang aku akan bilang kalau kamu kerja di sini agar kalian bisa bertemu dan dia tidak khawatir lagi. Aku pergi dulu ya, sebelum istriku penasaran dan menuduhku suka kamu." Jawab Gibran yang langsung saja pergi dengan senyuman lebarnya. Hana pun ikut tersenyum, hatinya terasa lebih tenang setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Gibran tadi. Laki-laki itu benar-benar sangat hangat pada orang-orang yang ada disekitarnya.
"Ada apa? Aku dengar kamu memutuskan ikan mas?" Tanya Cinta yang langsung saja berlari menghampiri Hana setelah mendengar gosip jika Hana mencampakkan Vian tadi saat jam istirahat.
"Hanya tidak cocok saja." Jawab Hana pelan.
"Apanya yang tidak cocok? Jelas-jelas dia ikan mas yang memiliki segala hal, jika kamu bersamanya kamu tidak perlu khawatir soal apa-apa lagi. Mama kamu bisa diobati dengan lebih baik dan tentu saja kamu juga akan bahagia karena dia laki-laki yang sudah kamu tunggu selama ini." Kata Cinta yang tidak tahu bagaimana Hana berpikir tentang posisinya.
Hana menatap ke arah sahabatnya yang terlihat sangat penasaran itu. Pasti sangat tidak masuk akal jika dirinya yang sangat rendahan mencampakkan laki-laki sempurna seperti Vian. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya lebih sayang pada harga dirinya.
"Sepertinya kamu sangat menyukainya, jika iya aku berikan gelang itu padamu dan jadilah Cinderella untuknya." Jawab Hana yang langsung saja membuat Cinta memukul sahabatnya itu.
"Apa kamu gila? Meskipun aku menyukainya tentu saja aku tidak akan merebut posisimu. Kamu pikir aku ini apa." Balas Cinta dengan kesal.
"Aku berpikir kalau kamu manusia yang lebih menyukai laki-laki itu daripada sahabatmu ini. Aku akan pergi untuk makan." Jawab Hana yang langsung saja pergi meninggalkan Cinta yang kesal saat mendengarnya.
Tbc