Vian melepaskan ciumannya dan menatap ke arah Hana yang masih terdiam kaku, tentu saja Vian tertawa, wanita itu benar-benar sangat lucu.
"Mau lagi?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana sadar dan memundurkan tubuhnya dengan menutup bibirnya, kepalanya terus menggeleng dengan cepat.
Vian mengulurkan tangannya dan mengacak-acak rambut Hana dengan pelan, setelah itu Vian kembali mendekat dan mencium kening Hana lama.
"Nanti pulang sama aku lagi, kita ke rumahku dulu. Kamu bisa hubungi mama kamu kan? Untuk pulang telat?" Kata Vian memberitahu Hana.
Hana terdiam dan sedikit berpikir, apa tidak apa-apa? Sebenarnya Hana senang bertemu Vian tapi Hana juga bingung apakah baik-baik saja jika dirinya tidak tau diri seperti ini? Jelas-jelas Vian adalah adik dari pemilik rumah sakit di mana dirinya bekerja, apa tidak akan terjadi sesuatu?
"Nanti akan aku hubungi lagi setelah mendengar jawaban mama, ayo masuk dulu. Kamu pasti juga udah ditungguin sama pak Gibran, dia pemilik rumah sakit yang baik." Jawab Hana dengan menggerakkan tangannya untuk membuka sabuk pengamannya.
Vian terdiam saat mendengar jawaban yang diberikan oleh Hana. Sebenarnya Vian ingin meluruskan jika dirinya sudah bekerja dan memiliki rumah sakit ini sebagai penghasilan utamanya, karena Vian juga tahu kalau Hana salah paham dengan pemilik rumah sakit ini yang sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi? Sepertinya dirinya harus memanggil wanita itu ke ruangannya nanti.
"Ada uang kantin nggak? Katanya kalau sore harus beli makan sendiri." Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menoleh dan menatap ke arah Vian yang membuka dompetnya yang cukup tebal itu.
Hana terdiam dan tersenyum kecil, matanya masih melihat ke arah gerakan tangan Vian yang mengambil beberapa lembar yang mungkin saja akan diberikan untuknya.
"Cukup?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menggelengkan kepalanya cepat.
"Datanglah ke rumah segera, itu baru cukup. Mama akan menikahkan putrinya dengan laki-laki lain jika kamu tidak segera datang, karena dia sudah tidak peduli dengan uang mahar lagi, yang paling dia takuti adalah putrinya menjadi perawan tua." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian tertawa saat mendengarnya.
"Baiklah, ayo turun dan masuk bersama." Balas Vian pada akhirnya.
"Aku akan masuk lebih dulu biar tidak menimbulkan masalah." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya.
"Aku jelek ya? Sampai kamu nggak mau masuk bareng?" Tanya Vian tidak suka.
Hana yang mendengarnya tentu saja langsung menghela napasnya panjang. Mau dilihat dari sudut manapun laki-laki itu terlihat sangat tampan tanpa cela, dan apa-apaan pertanyaan itu?
"Bukan seperti itu, tapi ...." Jawab Hana seraya terdiam dan menatap ke arah wajah Vian yang terus menatap ke arahnya itu.
"Baiklah." Pada akhirnya Hana pun setuju untuk masuk bersama Vian. Keduanya turun dan berjalan ke arah pintu masuk bersisian. Vian terus menatap ke arah Hana yang terus mencoba menjauh darinya, Vian tahu mungkin saja karena wanita itu tidak pernah terlalu dekat dengan laki-laki.
Vian mendekati Hana dan memegang tangan Hana dengan cepat, membuat Hana menoleh terkejut dan hanya ia jawabi dengan senyuman. Vian tidak ingin membiarkan laki-laki lain mendekati wanita itu lagi.
"Kata Cinta gelang kamu putus? Sudah dijual?" Tanya Vian sembari basa-basi.
"Pernah mau di jual, tapi pas dengar harganya nggak jadi, sekarang malah putus. Sepertinya kita memang tidak cocok, aku ceroboh mana bisa pakai barang mahal seperti itu." Jawab Hana sekenanya.
"Coba saja ulangi lagi kalau kita tidak cocok, aku akan mencium mu langsung tanpa lihat ini di tempat umum atau tidak." Kata Vian yang langsung saja membuat Hana menutup bibirnya dengan tangannya yang lain.
Tanpa sadar, hampir semua orang pegawai rumah sakit itu menatap ke arah Hana dan Vian yang masuk bersamaan itu. Bagaimanapun juga semua orang tahu jika Hana selalu datang mepet jam kerja, melihat wanita itu masih tenang-tenangan dan masuk bersama seorang petinggi rumah sakit, tentu saja membuat gosip mulai menyebar.
"Eh, aku kira kamu datang sendiri." Sapa Gio pada Hana. Gio langsung saja menatap ke arah Vian dari atas sampai bawah, setelah itu matanya terpaku pada gandengan tangan keduanya. Bagaimanapun juga Hana bukanlah wanita yang mudah sekali didekat oleh laki-laki, termasuk dirinya.
Hana ingin menarik tangannya saat melihat adanya Gio, tentu saja Hana sedikit tidak enak, tapi Vian menahannya dengan kuat dan membuat dirinya tidak bisa melepaskan tangannya.
Hana menoleh dan menatap ke arah Vian yang menatap tajam ke arah Gio, pertanyaannya apa Vian tahu jika Gio pernah menyukainya?
"Vian, sebentar lagi jam masuk, aku harus bergegas masuk dulu. Kamu tidak apa-apa karena hanya berkunjung untuk menemui kakakmu." Kata Hana yang langsung saja membuat Gio menoleh ke arah wanita itu. Dalam hati Gio bertanya apakah Hana tidak tahu siapa Vian di sini?
"Ah, baiklah. Kamu jangan lupa mementingkan keselamatan diri dulu. Kalau lelah istirahat sebentar." Jawab Vian yang langsung saja mencium tangan Hana dengan senyuman yang lebar.
Baru saja Vian mendekat ingin mencium kening Hana, tiba-tiba saja wanita itu menahan daddanya dan membuatnya berhenti.
"Aku tahu, aku masuk dulu." Jawab Hana yang langsung saja berlari pergi dan meninggalkan Gio bersama Vian.
Tentu saja Hana tidak ingin melihat tatapan orang lain yang menjadikan dirinya sebagai pusat utama, Hana senang bertemu dengan Vian, bahkan Hana juga senang mendapatkan kecupan kecil dari laki-laki itu, tapi tidak harus di tempat kerja bukan? Tentu saja Hana akan bingung menanggapi teman-temannya jika itu sampai terjadi.
"Hana tunangan yang aku akui di hari aku datang ke rumah sakit ini, dan aku juga tahu sebelumnya kami menyukai wanita itu, meskipun kamu sudah bertunangan dengan wanita lain, aku masih tidak suka kamu dekat dengannya. Jadi tolong jaga jarak sebisanya." Kata Vian yang langsung saja membuat Gio tersenyum saat mendengarnya.
"Apa Hana tidak tahu kalau anda pemilik rumah sakit ini?" Tanya Gio memberanikan diri.
"Aku akan memberitahunya nanti, kamu tidak perlu mengkhawatirkan itu, yang harus kamu ingat adalah jaga jarak dengan tunanganku." Jawab Vian dengan cepat.
Gio terdiam dan menatap ke arah Vian yang berdiri tegak di depannya itu. Selain tampang yang membuat siapa saja iri, tentu saja masih ada kekuasaan yang ada di belakangnya. Siapa saja juga akan menyukai laki-laki itu, tapi apakah keluarga laki-laki itu bisa memperlakukan Hana dengan baik?
"Saya tidak akan menjaga jarak dengan Hana, karena dia belum memakai cincin tunangannya." Jawab Gio yang langsung saja pergi meninggalkan Vian yang melongo itu. Tentu saja Vian tahu jika Gio masih menyukai Hana, pertunangan yang ia jalani itu karena paksaan dari keluarganya dan tentu saja Vian menyelidiki semuanya.
Vian memijit kepalanya pelan dan menatap ke arah sekitar di mana para pegawainya tengah menatap ke arahnya dengan lebih intens.
Hana sampai di loker dan meletakkan barang-barangnya dengan hati-hati, tentu saja ada rasa senang karena dirinya bertemu dan juga berangkat bersama dengan laki-laki yang sudah ia tunggu hingga hari ini. Tapi bagaimana dengan tatapan orang-orang yang melihatnya tadi? Apakah dirinya akan dimusuhi? Atau diledek karena datang bersama laki-laki?
"Pantas saja atasan memberinya hari libur, ternyata dia memikatnya. Apa yang dia lakukan? Bukannya malam itu atasan juga menggantikan shif malamnya?"
Suara yang terdengar membuat Hana menoleh dan menatap ke arah dua rekannya yang tengah berbincang-bincang cukup keras dengan menatap ke arahnya.
Hana menundukkan kepalanya untuk menyapa, tentu saja bibirnya tersenyum dengan lebar. Membuat kedua orang itu makin kesal saat mendengarnya.
"Kamu pasti merayu dia bukan?" Tanya salah satu rekan Hana dengan terang-terangan.
Cinta yang baru saja tiba tentu saja langsung berlari ke arah keduanya dan mengacau.
"Apa yang kalian lakukan di sini? Pergi dan bekerja, jika tidak aku akan melaporkan ke atasan." Teriak Cinta yang langsung saja membuat keduanya mencibir dan pergi begitu saja. Setelah itu Cinta berjalan untuk menghampiri sahabatnya dengan bibir yang tersenyum lebar.
"Bagaimana? Apa kamu tadi ...." Tanya Cinta dengan menggerakkan jari telunjuknya ke arah bibirnya. Seolah-olah bertanya apakah sahabatnya itu tadi berciuman dengan Vian?
"Apa yang kamu tanyakan saat ini, tentu saja aku harus merayunya. Benar kata orang-orang tadi, aku tidak akan bisa bersama orang sempurna seperti Vian jika bukan aku yang merayunya." Jawab Hana dengan tenang.
Cinta yang mendengarnya tentu saja langsung terdiam, meskipun tahu Hana mengatakannya dengan tenang, tapi Cinta tahu jika Hana akan terus memikirkan itu sampai tubuhnya lemah. Wanita yang tak pernah mendapatkan gosip apa-apa selain datang mepet, tentu saja akan sakit hati dengan gosip seperti itu.
"Jangan didengarkan, mereka tidak tahu bagaimana cerita awalnya. Kamu cukup mendengarnya lewat telinga kanan dan keluarkan lewat telinga kiri." Kata Cinta seraya memegangi kedua telinga sahabatnya itu.
Hana melemaskan tubuhnya dan menundukkan kepalanya dalam. Dirinya benar-benar belum siap mendengarkan semuanya.
"Ayo bekerja, kamu belum absen kan." Ajak Cinta seraya menarik lengan sahabatnya itu dengan cepat.
Selama pekerjaan di mulai, Hana terus mendengar suara-suara yang hampir sama. Tentang dirinya dan juga atasan. Lagi pula siapa atasan? Bukankah yang atasan itu kakaknya Vian? Lalu kenapa dengan itu? Dirinya hanya menyukai laki-laki itu dan bukan menyukai Gibran yang sudah beristri itu.
"Kamu sudah tidur berapa kali dengannya? Dia baru pindah ke sini bukan? Bagaimana kamu bisa langsung mendapatkannya?" Tanya seseorang dengan terang-terangan di depan Hana.
Hana terdiam dan menatap ke arah wanita yang ada di depannya dengan tersenyum tipis.
"Sehari tiga kali seperti jadwal makanku, apa kamu sudah cukup?" Jawab Hana dengan frustasi. Tidak tahu lagi harus menjawab dengan baik seperti apa, bukankah itu sudah menjadi konsekuensinya karena dekat dengan laki-laki yang memiliki tingkatan yang lebih tinggi darinya.
"Aku pikir kamu gadis yang lugu, ternyata pelac*r." Balas orang itu lagi yang langsung saja membuat dadda Hana bergetar tak karuan. Apa yang baru saja ia dengar tadi?
Hana terdiam dan tidak membalas lagi. Membiarkan orang itu berlalu begitu saja. Hati Hana sangat sakit dan tak karuan saat mendengarnya, apakah dirinya terlihat serendah itu?
"Hana, jam istirahat kamu dipanggil sama atasan. Apa kamu akan melayaninya di ruang kerjanya juga?" Kata salah satu rekannya memberitahu dan memberikan pertanyaan yang jahat untuknya. Hana benar-benar bertanya-tanya apakah mencintai orang itu sesuatu yang salah?
"Jika kamu penasaran maka kamu bisa menguping, aku akan memintakan maaf atas apa yang kamu lakukan pada atasan nantinya." Jawab Hana yang langsung saja pergi meninggalkan tempatnya.
Jam istirahat tiba kurang dari setengah jam lagi, apakah dirinya bisa menemui kakak Vian dengan tenang. Apakah Vian dan juga yang lainnya sudah mendengar gosip seperti ini? Semoga saja tidak.
Hana melanjutkan pekerjaannya dan menghampiri seorang pasien yang akan pulang siang ini. Dokter sudah datang dan mengatakan jika pasien yang memiliki asam lambung itu sudah bisa pulang.
Hana melepaskan jarum infus yang ada di lengan pasiennya dan memperbannya dengan baik.
"Jangan lupa makan yang teratur jika sudah di rumah, meskipun malas bapak tetap harus makan." Kata Hana menasehati pasien laki-laki yang masih terlihat muda itu.
"Apa suster mau jadi istri saya? Saya sudah memperhatikan suster selama di rawat di rumah sakit ini." Tanya pasien itu tiba-tiba.
Hana yang mendengarnya tentu saja langsung diam dan tersenyum tipis.
"Sayang sekali, dia istri saya. Sepertinya saya harus memberikan tanda agar tidak ada yang mengira dia masih lajang."
Suara yang tiba-tiba saja terdengar membuat Hana menoleh, menatap ke arah Vian yang datang dengan seragam dokternya itu. Tentu saja aura Vian terlihat berbeda dengan jas dokternya.
"Ah, maafkan saya dokter karena sudah salah paham." Kata pasien itu dengan sopan.
"Tidak apa-apa pak, jangan lupa untuk makan teratur." Balas Hana mengingatkan kembali.
Setelah itu Hana keluar dari ruangan itu diikuti oleh Vian yang mencoba menyetarakan langkahnya dengan Hana yang terlihat sekali menghindarinya.
"Nanti kita makan siang bersama bukan?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menghentikan langkahnya.
"Aku sudah ada janji dengan yang lain, atasan memanggilku di jam istirahat. Mungkin aku akan mendapatkan masalah." Jawab Hana dengan pelan, sudut matanya bisa melihat orang-orang yang melihatnya dari jauh dengan membicarakan dirinya dengan kejam.
"Kenapa bisa mendapatkan masalah? Apa kamu berbuat sesuatu?" Tanya Vian yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Hana.
"Bukan apa-apa, aku tidak tahu kalau kamu seorang dokter di sini." Kata Hana mengalihkan pembicaraannya.
"Bagaimana? Apakah jas ini cocok?" Tanya Vian seraya menegakkan tubuhnya agar Hana bisa melihatnya dengan jas putih yang ia perjuangkan hingga hampir kehilangan wanita yang berdiri di depannya itu.
Hana menggerakkan tangannya untuk memegangi jas dokter yang dipakai oleh Vian dengan tersenyum tipis.
"Lumayan, aura kamu lebih dingin seperti aktor Korea yang pernah aku tonton." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian tersenyum lebar dan menggerakkan tangannya untuk mengacak-acak rambut Hana.
Di dalam hati, Hana benar-benar sedih. Hana tidak tahu apakah yang ia lakukan ini benar atau salah. Tapi yang pasti Hana benar-benar tidak tahu harus berbuat apalagi. Semua orang sudah membicarakan dirinya dengan begitu kejam, dan saat ini dirinya berbuat seperti ini lagi, apakah dirinya bisa bertahan di tempat kerja yang mungkin saja hanya akan menjadikan dirinya sebagai bahan perbincangan?
"Kamu tahu, aku hampir saja kehilanganmu hanya karena gelar ini. Aku pikir aku akan membenci gelarku jika aku sampai kehilanganmu, tapi mendengar kamu memujiku seperti itu tentu saja aku akan menyukai gelarku dengan lebih baik lagi." Balas Vian yang langsung saja membuat Hana mengangguk pelan.
"Kamu perlu membuat orang tuamu bangga terlebih dulu sebelum aku, jadi jangan mengabaikan apa yang orang tuamu katakan hanya karena aku. Aku bukan orang yang pantas." Kata Hana seraya tersenyum lebar.
"Dengar kan? Aku akan pergi. Kamu makanlah sendiri dulu, kapan-kapan kita makan bersama." Lanjut Hana yang langsung saja pergi meninggalkan Vian dengan melambaikan tangannya.
Tbc
maaf ya baru bisa update dan juga belum bisa benerin Ara, kemarin-kemarin kepalaku pusing banget jadi nggak bisa mikir apa-apa ?