Bertemu

2141 Kata
Vian mengendarai mobilnya dengan perlahan, kepalanya dipenuhi oleh wajah lelah Hana yang semalam ia lihat, wanita itu pasti sudah sangat bekerja keras karen ulahnya. Vian mengambil ponselnya dan mencari nomor telepon Hana yang tadi malam ia simpan di ponselnya. Tatapan mata Vian kembali terarah ke depan, menatap ke arah mall dengan tersenyum tipis. Vian memarkirkan mobilnya dengan cepat dan turun dari mobilnya. Vian kembali menatap ke arah ponselnya dan menghubungi Hana dengan tersenyum tipis. Beberapa detik Vian menunggu, suara Hana sudah terdengar. "Halo! Dengan siapa?" Pertanyaan yang terdengar tentu saja membuat Vian tersenyum tipis, wanita itu bahkan tidak memiliki kewaspadaan sama sekali. Vian terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam mall tanpa berniat mematikan sambungan telponnya, telinganya terus mendengarkan suara Hana yang terus bertanya siapa dirinya. "Berapa ukurannya?" Tanya Vian tiba-tiba. Hana yang ada di sebrang telpon tentu saja bingung, dirinya baru saja selesai mandi dan bahkan belum berganti pakaian tapi sudah ada telpon iseng yang masuk. "Apa?" Tanya Hana mengulangi. Sebenarnya Hana sedikit familiar dengan suara yang baru saja terdengar, hanya saja Hana tidak terlalu yakin siapa orangnya. "Ukuran jari manismu, berapa?" Tanya Vian seraya menekan tombol speaker agar penjaga toko perhiasan yang ia datangi bisa mendengarnya. "Zico?" Tanya Hana yang langsung saja membuat Vian tersenyum tipis saat mendengarnya. "Berapa?" Tanya Vian lagi tanpa ingin menjawab siapa dirinya yang sebenarnya. "Zico, aku tahu kamu sudah membantu mama kemarin, tapi aku belum setuju untuk menikah denganmu." Kata Hana tiba-tiba. Vian menatap ke arah penjaga toko dan tersenyum lebar, melihat penjaga toko yang terdiam tentu saja penjaga toko itu mengira jika dirinya mendapatkan penolakan dari wanita yang ia hubungi. "Aku tahu, jadi berapa ukurannya?" Tanya Vian lagi dengan sedikit memaksa. "Sebelas." Jawab Hana pada akhirnya. "Tunggu aku." Kata Vian lagi seraya menutup sambungan telponnya. "Tolong buatkan cincin pasangan dengan ukuran wanita yang baru saja disebutkan dan ukuran laki-laki tujuh belas." Kata Vian pada pelayan toko itu. "Jika bisa pastikan jadi dalam seminggu, kalau tidak bisa juga bisa dua minggu." Kata Vian lagi yang tentu saja dicatat semua oleh pelayan toko itu. "Selain itu, tolong berikan cincin berlian ukuran sebelas." Pinta Vian sembari melihat-lihat kalung yang ada di kaca depannya. "Sebelah sini pak," kata pelayan toko itu dengan ramah. Vian pun mengangguk dan mengikuti arahan yang diberikan oleh pelayan toko padanya. Di rumah, Hana melemparkan ponselnya ke atas ranjang dan berjalan ke arah almari untuk mengganti pakaiannya. Bagaimanapun juga dirinya harus berbicara pada mamanya perihal pernikannya dengan Zico. Setidaknya dirinya juga perlu mempersiapkan diri hingga benar-benar setuju, tapi mamanya membuat keputusan begitu saja. Setelah mengganti pakaiannya dengan baju santai yang kebesaran, Hana pun keluar dari kamar untuk mencari keberadaan mamanya. Sebenarnya tadi saat tiba di rumah Hana tidak menemukan keberadaan mamanya di dalam rumah, jadi Hana langsung ke kamar dan membersihkan diri. Hana keluar kamar dan ingin mencari keberadaan mamanya, namun langkahnya terhenti saat melihat mamanya yang duduk di ruang tamu bersama Zico. Hana terdiam dan menoleh ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat itu, tentu saja Hana ingat ponselnya yang ia tinggalkan di dalam kamar. "Kamu tadi telpon aku?" Tanya Hana yang langsung saja membuat mamanya dan juga Zico menoleh ke arahnya. "Aku? Belum. Aku belum punya nomor ponselmu yang baru." Jawab Zico yang tentu saja langsung membuat dadda Hana berdetak tak karuan. Tentu saja di dalam hatinya Hana sedang menebak-nebak siapa yang menghubunginya dan juga menanyakan lingkar jari manisnya tadi. "Aku akan kembali nanti." Kata Hana yang langsung saja berlari dan memasuki kamar lagi. Setelah mengunci pintu kamarnya Hana pun berjalan ke arah ranjang dan mengambil ponselnya. Dengan cepat Hana membuka ponselnya dan menatap ke arah nomor tanpa nama yang tadi menghubunginya. Dengan hati yang berdebar-debar, Hana pun menghubungi nomor itu lagi. Deringan pertama, kedua, dan akhirnya diangkat. Hana menutup bibirnya dengan telapak tangannya sendiri. Tidak tahu apa yang harus ia katakan saat ini. "Vian?" Tanya Hana tanpa bisa basa basi lagi. Di sebrang telpon, Vian yang tengah duduk di meja makan yang ada di rumahnya tentu saja tersenyum. Vian pikir Hana akan menganggapnya sebagai Zico dalam waktu yang lama. "Hem," jawab Vian sekenanya. Hana tentu saja langsung menurunkan ponselnya dan menatap ke arah nomor ponsel Vian yang tidak menggunakan nomor luar negeri lagi. Itu berarti laki-laki itu sudah kembali ke sini, tapi kapan? "Tidurlah setelah rasa penasaran yang ada di dalam hatimu terjawab." Kata Vian yang langsung saja membuat Hana sedikit tergagap dan bingung untuk bicara apalagi. Perut Hana tiba-tiba saja terasa bergejolak katena menahan rasa senang yang ia pendam sendirian. "Kamu sudah pulang? Kapan? Dapat nomorku dari mana?" Tanya Hana pada akhirnya tidak bisa untuk tidak bertanya seperti itu. "Aku sedang sarapan pagi." Jawab Vian yang langsung saja membuat Hana terdiam dan hampir saja menjerit karena bisa mendengar suara itu lagi. Benar-benar sangat mengagumkan. "Kalau begitu lanjutkan," balas Hana dengan suara pelan. "Aku akan menghubungimu setelah mandi, atau kamu kamu bis istirahat dulu." Kata Vian memberitahu. "Di rumah ada tamu, aku nggak bisa tidur." Jawab Hana dengan jujur. "Katakan pada mama kalau aku sudah pulang dan akan segera ke rumah, jika kamu gagal membujuknya maka aku akan mengirim pembunuh bayaran untuk membunuh laki-laki itu." Kata Vian dengan sangat jelas. Diam-diam Hana tertawa di dalam hati saat mendengar ancaman yang diberikan oleh laki-laki modal kata-kata itu. Benar-benar sangat menyenangkan dan juga menyebalkan diwaktu bersamaan. "Aku tutup." Kata Hana seraya mematikan ponselnya dan memeluk ponselnya dengan erat. Tentu saja Hana harus menelpon Cinta dan memberitahunya nanti. Pada akhirnya hari inipun tiba, sudah berapa tahun dirinya tidak berhubungan dengan Vian? "Hana ...." Panggilan dari mamanya membuat Hana menoleh ke arah pintu kamarnya dan beranjak bangun dari duduknya. Hana keluar kamar dan berjalan menghampiri mamanya yang masih duduk bersama Zico di ruangan yang sama. "Zico memang sudah membantu mama kemarin, tapi keputusan tetap ada di tangan kamu." Kata mamanya tiba-tiba. Hana menoleh ke arah Zico yang menatapnya penuh harap, Hana tahu Zico sudah banyak berubah, tapi bagaimana dengan ingatan masalalunya? Apakah benar orang berubah dengan mudah? "Laki-laki itu sudah pulang ma, dia bilang akan datang ke sini untuk menemui mama nanti." Ingin sekali Hana mengatakan itu pada mamanya, tapi Hana tidak berani mengatakannya karena Hana sendiri juga belum bertemu Vian secara langsung. Hana juga belum yakin, Hana takut pihak keluarga Vian tidak akan menerimanya jika tahu dirinya tinggal ditempat sempit seperti ini. "Jikapun Hana harus menikah dengan laki-laki lain, itu bukan Zico mah." Jawab Hana yang langsung saja membuat Zico terkejut saat mendengarnya. Tentu saja Zico tidak pernah berpikir jika Hana akan mengatakan hal seperti itu. Selama ini yang Zico tahu, Hana hanyalah seorang wanita yang selalu segan dengan kebaikan orang lain. Itu pula yang membuat Zico membantu mama Hana kemarin. Jika tidak tentu saja Zico tidak akan melakukan hal seperti itu. "Kenapa? Aku akan memenuhi berapapun mahar yang diajukan oleh mama kamu." Tanya Zico dengan cepat. Hana tersenyum kecil saat mendengarnya, ternyata dugaannya benar. Zico memang belum berubah sedikitpun, laki-laki itu masih menganggap dirinya mudah dan juga masih menganggap mamanya ingin menjual dirinya hanya karena uang. "Mama tidak akan menjualku." Jawab Hana seraya menatap ke arah mamanya. Mama Hana menundukkan kepalanya, tentu saja sedikit tersinggung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh putrinya itu. Dulu dirinya memang mempunyai niatan mencari suami yang kaya untuk putrinya, setidaknya agar putrinya tidak hidup susah sepertinya yang hanya mengandalkan cinta. Tapi seiring berjalannya waktu, mama Hana sadar jika dirinya tidak bisa memaksa putrinya yang sudah semakin dewasa itu. Setelah hari itu, Zico tidak pernah datang ke rumah lagi. Mamanya juga tidak pernah mempertanyakan rentang pernikahan lagi padanya. Mamanya hanya terus bertanya kenapa dirinya libur terus dan berada di rumah. Padahal Hana baru libur dua hari tapi mamanya sudah bertanya lebih dari seratus kali. Bahkan mamanya terus menuduhnya keluar dari pekerjaan dan tidak ingin menghidupi mamanya lagi karena kesal perihal Zico. Hari ini Hana bangun pagi seperti biasa, meskipun Hana mendapatkan liburan tetap saja Hana tidak bisa benar-benar istirahat karena mamanya terus merocoki dirinya dengan terus menuduh jika dirinya keluar dari pekerjaannya. "Mama, Hana berangkat." Teriak Hana sebelum keluar dari pintu rumahnya. Cinta sudah berjanji akan menjemputnya, jadi Hana hanya akan menunggu di depan rumah lebih awal. Suara klakson mobil yang terdengar membuat Hana menoleh dan menatap ke arah Cinta yang duduk di kursi belakang dengan melambaikan tangannya ke arahnya. Hana tentu saja tersenyum lebar dan berlari masuk ke dalam mobil tanpa tahu siapa yang mengemudikan mobil itu. "Kamu harusnya duduk di depan." Kata Cinta yang langsung saja membuat Hana menatap ke arah depan dan melihat wajah tampan Vian yang terlihat dari kaca mobil yang ada di tengah-tengah itu. "Kok kamu bisa?" Tanya Hana tidak percaya pada sahabatnya. "Aku yang tidak percaya, pantas saja kamu menolak banyak sekali pria dan kekeuh untuk menunggunya. Ternyata dia ikan mas." Kata Cinta yang tentu saja langsung membuat Vian tersenyum tipis. Kemarin saat ada di rumah sakit Vian menemui Cinta untuk meminta alamat rumah Hana pada wanita itu. Tentu saja Cinta bersikap sangat sopan padanya karena Cinta mengingat jika dirinya datang pertama kali sebagai pemilik rumah sakit yang asli. "Berikan aku alamat rumah Hana." Kata Vian pada Cinta yang masih menundukkan kepalanya di depannya. "Hana? Hana siapa?" Tanya Cinta yang langsung saja mendongak dan menatap ke arah Vian yang berwajah tampan itu. "Memangnya kamu punya teman lain yang bernama Hana?" Tanya Vian balik. Cinta saat itu tentu saja berpikir jika Hana pasti sudah melakukan sesuatu yang buruk. Mulai merapatkan cuti dari atasan langsung dan tiba-tiba atasan menanyakan alamat rumah Hana secara langsung dan terang-terangan. "Apa sahabatku membuat kesalahan?" Tanya Cinta sedikit takut waktu itu. Vian menggelengkan kepalanya dan menunjukkan gelang yang sama dengan milik Hana. Tentu saja Cinta langsung menyadarinya. Bahkan sikap sopan dan takut yang awalnya diperlihatkan wanita itu langsung lenyap seketika. Tangan Cinta naik dan menunjuk-nunjuk ke arah dirinya yang notabenenya pemilik rumah sakit dimana wanita itu bekerja. "Anak itu menangkap ikan mas dan tidak memberitahuku apa-apa." Itulah yang Cinta katakan setelah tahu jika dirinya adalah laki-laki yang selama ini diceritakan oleh Hana. "Ikan mas apa? Kamu jangan mengatakan hal-hal yang memalukan." Jawab Hana yang tentu saja malu. Ini pertemuan pertamanya setelah sekian tahun tidak bertemu dan sahabatnya tiba-tiba saja mengoceh seenaknya. "Tentu saja ikan mas, dia punya segalanya. Tampang, uang, dan jabatan. Kamu benar-benar diberkati dalam hal percintaan setelah sekian lama menderita." Kata Cinta lagi yang hanya ditanggapi tawa kecil dari Vian. Vian menghentikan mobilnya di depan rumah sakit dan menoleh ke kursi belakang dengan senyuman yang hangat. "Aku akan keluar lebih dulu, masih ada setengah jam sebelum jam kerja mulai, jadi lakukan sesukamu oke. Ah kenapa kamu tidak memakai lipstik merah hari ini." Kata Cinta dengan heboh. "Cinta, dasar." Gumam Hana pelan dan juga malu setelah Cinta benar-benar meninggalkan dirinya sendirian di dalam mobil bersama Vian. Vian terdiam, menatap ke arah Hana yang terus bergerak tidak nyaman sedari tadi. "Aku akan membawa mobilnya ke parkiran dalam." Kata Vian sebelum melajukan mobilnya. Hana sendiri hanya diam dan berdebar-debar, Hana benar-benar tidak menyangka akan bertemu Vian dalam keadaan seperti ini. Hana bahkan tidak yakin jika penampilannya kali ini layak untuk dilihat. Vian memarkirkan mobilnya dan melompat ke kursi belakang dengan cepat, bahkan Hana tidak menyadarinya dan tahu-tahu laki-laki itu sudah ada di sampingnya. "Jadi apa yang harus aku lakukan padamu yang sudah memikirkan laki-laki lain saat aku menelpon untuk pertama kalinya?" Tanya Vian seraya menyandarkan tubuhnya ke jok mobilnya dan menatap ke arah Hana yang masih diam dengan dadda yang berdebar-debar itu. Tidak ada jawaban yang diberikan oleh Hana, Hana bener-bener tidak bisa bicara karena takut membuat kesalahan pada pertemuan pertamanya dengan Vian. Vian mengambil tangan Hana dan memegangnya dengan hangat. "Kenapa takut?" Tanya Vian saat melihat tangan Hana yang bergetar hebat. Hana masih terdiam dan membuat Vian mengambil napasnya panjang karena tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Hana saat ini. "Lipstikmu tidak rata." Kata Vian memberitahu. "Benarkah?" Tanya Hana dengan cepat membongkar isi tasnya untuk mencari cermin. Hana bercermin dan ingin membenarkan lipstiknya yang tidak rata, tapi tiba-tiba saja Hana diam melihat wajahnya yang ada di dalam cermin itu. Lipstiknya sangat rapi, tidak ada coretan sedikitpun yang membuat lipstiknya tidak rata. "Kamu hari ini cantik." Kata Vian yang langsung saja membuat pipi Hana memerah saat mendengarnya. "Jadi lihat aku saat aku bicara, jawab aku saat aku mengajukan pertanyaan m apa itu sulit?" Tanya Vian yang langsung saja membuat Hana menoleh dan menatap ke arah laki-laki yang sudah ia tunggu selama ini. "Lalu kenapa jika aku memikirkan laki-laki lain? Kamu bahkan tidak menghubungiku bertahun-tahun dan sibuk dengan urusanmu sendiri." Balas Hana yang langsung saja membuat Vian tersenyum lebar. "Aku akan menciummu." Kata Vian yang langsung saja membuat Hana memajukan wajahnya ke depan. "Di kening?" Tanya Hana yang tentu saja ingat jika Vian hanya mencium dirinya di kening. Laki-laki itu bahkan hanya mencium keningnya saat berpamitan akan pergi meneruskan studinya. Vian tidak menjawab dan mendekatkan tubuhnya ke depan untuk mencium bibir Hana yang menggodanya hari ini. Hana sendiri yang terkejut hanya bisa diam dan menerimanya. Tbc Heh, jangan baper kau jomblo?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN