Memasuki wahana permainan Hana menatap ke atas sekitar yang sangat ramai akan anak-anak dan juga orang dewasa. Meskipun bukan hari libur, sepertinya banyak orang yang membutuhkan refreshing seperti dirinya.
Hana menoleh ke arah Vian yang tengah memainkan ponselnya sendiri, diam-diam Hana melihat ponsel Vian sebentar.
"Ayo pulang kalau kamu sibuk." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian menoleh dan meneruskan ketikannya lagi dengan cepat.
"Aku nggak sibuk, mama datang ke rumah sakit nyariin kamu." Jawab Vian seraya menjauhi Hana dan berniat memfotonya.
"Aku foto ya, senyum." Kata Vian yang tentu saj dituruti oleh Hana.
Setelah itu Vian pun mengirimkan foto itu pada mamanya agar mamanya percaya jika dirinya bersama Hana saat ini.
"Sudah, ini kamu yang pegang." Kata Vian lagi seraya menyerahkan ponselnya pada Hana.
Hana yang melihatnya tentu saja terdiam, matanya menatap ke arah uluran tangan Vian yang memberikan ponselnya pada dirinya.
"Kamu punya tas, aku nggak." Lanjut Vian yang langsung saja membuat Hana sadar dan menerimanya dengan cepat.
Setelah itu Vian meraih tangan Hana dan mengajaknya berkeliling. Hana sendiri sedari tadi hanya diam dengan dadda yang berdebar-debar tak karuan. Hana tahu dirinya masih menyukai laki-laki itu, tapi kenapa perbedaan dirinya dan laki-laki itu sangat jauh? Apa tidak apa-apa jika dirinya memberontak dan tetap menyukai laki-laki itu? Tidak ada yang tahu tentang itu.
"Kamu ingin naik apa? Aku dengar kalau naik biang lala dan kita berciuman tepat di atas, maka ...."
"Aku tidak menaikinya." Potong Hana yang langsung saja membuat Vian tertawa pelan saat mendengarnya.
"Lalu halilintar? Yang relnya memanjang itu?" Tanya Vian lagi seraya menunjuk ke arah permainan itu.
Hana terlihat berpikir dan menatap ke arah Vian yang tidak sedikitpun terlihat jelek meskipun panas-panasan seperti ini. Tiba-tiba saja mood Hana buruk saat memikirkan dirinya yang burik bersanding dengan Vian yang sempurna.
"Kita main kora-kora saja, meskipun bentuknya seperti sebuah kapal tapi jika gerakannya keras kita bisa takut juga. Kamu mungkin saja akan lega setelah menaikinya." Kata Vian menjelaskan dan menoleh ke arah Hana yang ternyata menatapnya dengan dalam itu.
"Apa aku tampan?" Tanya Vian tiba-tiba.
"Aku tidak bisa bohong tentang itu," jawab Hana yang langsung saja membuat Vian tersenyum lebar dan menggerakkan tangannya untuk meraih pinggang Hana dan merangkulnya di sana. Hana tentu saja mencoba untuk melepaskannya tapi tidak mudah untuk dirinya memberontak dari laki-laki seperti Vian.
Keduanya pun berjalan ke arah permainan kora-kora untuk mengantri, tentu saja Hana juga setuju hanya saja sedikit tidak nyaman karena Vian merangkulnya seperti itu.
"Tunggu temannya dulu ya mas." Kata mas-mas penjaga kora-kora.
Vian pun mengangguk dan naik lebih dulu, setelah itu Vian baru membantu Hana untuk naik. Keduanya duduk kursi barisan ke-tiga dari belakang. Tentu saja itu tempat yang cukup menakutkan saat kora-kora sudah bergerak.
"Aku lihat banyak pasangan yang masuk rumah hantu, kamu mau?" Tanya Vian seraya menunjuk ke arah antrian rumah hantu yang sangat ramai itu.
Hana pun menoleh dan menggelengkan kepalanya cepat, tentu saja Hana tidak ingin jantungan tiba-tiba saat ada hantu yang menakutinya. Meskipun bohongan tetap saja Hana takut.
"Aku nggak suka gelap." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian menoleh dengan cepat.
"Malam itu kamu tidur di rumah istirahat yang gelap." Kata Vian yang langsung saja membuat tatapan mata keduanya bertemu di satu titik.
Baru saja Hana ingin mengatakan sesuatu, penjaga kora-kora sudah memberi aba-aba untuk berpegangan karena akan segera jalan.
"Jadi kami yang memindahkanku? Bukan pak Gibran?" Tanya Hana lagi setelah mencari pegangan untuk dirinya sendiri.
"Iya, aku memindahkanmu dan menggantikan pekerjaanmu juga." Jawab Vian yang langsung saja membuat Hana terdiam saat mendengarnya.
"Kamu mau pamrih karena hal itu?" Tuduh Hana yang langsung saja membuat Vian tertawa saat mendengarnya.
"Aku memberitahu karena kamu nggak tahu," jawab Vian dengan suara pelan.
Keduanya pun terdiam dan menatap ke arah depan dan juga samping mereka yang berteriak dengan senang. Hana sendiri sedikit takut dan kadang-kadang berteriak. Vian terus memegangi Hana agar wanita itu tidak terjadi apa-apa, bagaimanapun juga Vian takut jika wanita itu terluka karenanya.
Gerakan kora-kora yang makin cepat membuat suara teriakan Hana semakin terdengar keras. Vian yang sudah terbiasa naik permainan kora-kora pun hanya sibuk menjaga Hana dan juga mengamati ekspresi wajah Hana yang berubah-ubah. Terkadang takut dan terkadang juga lega, tidak tahu apa yang dipikirkan oleh wanita itu.
Lima menit berlalu, kora-kora dihentikan perlahan. Vian melihat ke arah Hana yang terlihat menghela napas panjang itu.
Setelah turun, Vian pun mengambil tas Hana dan membawanya. Tentu saja keduanya berhenti karena Hana sedikit pusing setelahnya.
"Ayo duduk di sana, aku carikan air." Ucap Vian yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Hana.
Keduanya pun berjalan lagi dan menghabiskan banyak waktu di dalam sana. Vian sendiri tentu saja senang, melihat ekspresi wajah Hana tentu saja wanita itu terlihat senang tapi tidak tahu apa yang dipikirkan oleh hatinya.
"Apa kamu mengeluarkan uang dengan mudah?" Tanya Hana tiba-tiba.
Vian yang mendengarnya tentu saja langsung menggelengkan kepalanya cepat.
"Enggak, aku hanya memakai sesuai kebutuhan. Kalau kamu penasaran aku juga punya tabungan sendiri kok." Jawab Vian yang langsung saja membuat Hana terdiam saat mendengarnya.
"Aku tidak punya, setiap kali gajian aku selalu membeli obat untuk mama. Terkadang kesal karena mama jarang meminumnya tapi mama juga mengerti keadaanku yang tidak bisa terus membelikan obat untuknya." Kata Hana memberitahu.
"Jika diingat-ingat, sudah ada lima orang yang datang ke rumah dan meminta izin pada mama untuk menikahiku, kamu tahu? Aku menolaknya hanya karena kamu, aku mengatakan pada mama seperti ap yang kamu ajarkan waktu itu." Lanjut Hana bercerita.
"Mama, tunggu sebentar ya. Dia pasti akan pulang dan memberikan mahar yang lebih banyak daripada siapapun."
"Itu yang aku katakan pada mama setiap kali dia memarahiku setelah aku menolak laki-laki yang datang ke rumah." Kata Hana seraya menatap ke arah Vian yang hanya menganggukkan kepalanya pelan.
"Tapi waktu berlalu dengan sangat cepat, sekarang aku menyesal kenapa tidak menikah lebih awal dan membuat keadaan mama menjadi lebih baik lagi." Gumam Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam saat mendengarnya.
"Ayo pulang, aku sudah cukup lega karena bisa berteriak dan juga menghabiskan waktu bersamamu." Ajak Hana setelah melihat ke arah jam tangannya.
Hana berjalan ke arah pintu keluar lebih dulu, meninggalkan Vian yang masih terdiam setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Hana tadi. Apakah dirinya sejahat itu?
Vian berlari dan ingin mengejar kepergian Hana, tapi sekelebatnya pun Vian tidak menemukannya. Vian berlari ke arah pintu keluar dan keluar dari wahana permainan itu. Hana yang dari tadi bersembunyi di kerumunan banyak orang langsung saja diam dan mengusap sudut matanya pelan.
"Kamu harus puas dengan hari ini," gumam Hana mengingatkan dirinya sendiri.
Sesampainya di rumah Hana mengabaikan pertanyaan mamanya yang menanyakan kenapa dirinya pulang lebih awal, tentu saja Hana tidak ingin menjawabnya apalagi besok dirinya sudah berniat untuk mengajukan resign.
Hana duduk di atas ranjang dan membuka tasnya untuk mengambil ponselnya. Melihat ponsel milik Vian yang masih ada di dalam tasnya membuat Hana terdiam dan merasa bodoh, bisa-bisanya dirinya pergi sebelum mengembalikan barang berharga itu.
Hana mengambil ponsel milik laki-laki itu dan melihat potretnya beberapa tahun yang lalu masih dijadikan wallpaper di ponsel Vian.
"Ponselnya pasti sering rusak karena wajah jelekku." Gumam Hana meneruskan gerakan tangannya karena penasaran dengan isi ponsel Vian.
Tidak ada yang spesial, chat yang masuk dan hanya di read oleh Vian hanyalah chat dari rekan kerjanya. Hana menatap ke arah tanda love setelah namanya.
"Apa kamu pria bucin?" Tanya Hana dengan diri sendiri.
"Hana, ada laki-laki di luar cari kamu."
Suara mamanya yang terdengar membuat Hana menutup ponsel Vian dengan cepat dan membawanya keluar.
Hana keluar dan menatap ke arah Vian yang sudah menunggunya di depan rumah itu.
"Aku lupa, maaf jadi bikin kamu kerepotan bolak-balik." Kata Hana yang langsung saja membuat Vian melangkah maju dan memeluk Hana dengan erat.
"Vian, ...." Panggil Hana yang langsung saja membuat Vian melepaskan pelukannya dan menatap marah ke arah Hana yang tenang itu.
"Kamu tahu tidak? Aku khawatir sama kamu. Bisa saja kamu hilang atau diculik dan bisa-bisanya kamu tenang-tenang saja di rumah." Marah Vian yang langsung saja membuat Hana terdiam seraya menatap ke arah wajah Vian yang benar-benar terlihat sangat khawatir itu.
"Maaf, aku tidak berniat membuatmu khawatir, tapi aku tidak apa-apa. Aku pulang dengan taksi dan sampai dengan selamat." Jawab Hana yang langsung saja membuat Vian mengalihkan pandangannya untuk menenangkan diri.
"Ini ponselnya, kamu langsung pulang saja." Lanjut Hana seraya mengulurkan tangannya untuk memberikan ponsel milik Vian.
Vian yang mendengarnya pun langsung menerima ponselnya dengan cepat, meskipun Vian berharap untuk bisa masuk ke dalam tapi tetap saja dirinya tidak bisa masuk karena pemilik rumah bahkan tidak ingin membiarkan dirinya masuk dengan mudah.
"Aku tidak akan menyerah." Kata Vian memberitahu.
"Terima kasih, tapi jangan melakukan hal yang sia-sia." Jawab Hana yang lagi-lagi membuat Vian kesal saat mendengarnya.
"Hana, berikan aku waktu sebulan. Tidak, hanya seminggu. Aku akan melakukannya dengan baik, aku bisa mengambil hati mamamu juga." Pinta Vian yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Hana.
"Vian apa kamu tidak sadar? Kamu tidak pantas untuk memohon seperti itu." Balas Hana dengan kesal, laki-laki itu terus saja memohon padanya dan membuat dirinya tidak enak saat mendengarnya.
"Aku pantas, aku pantas memohon padamu, pada mamamu. Jika bukan karena aku mungkin saja keadaan mamamu akan lebih baik, kamu juga tidak akan bekerja siang malam sendirian. Jadi tolong biarkan aku berusaha untuk membahagiakan kamu dan juga mama." Jawab Vian lagi tak mau kalah.
"Hana jika ada temannya di bawa masuk, jangan bicara di luar."
Suara mama Hana yang terdengar membuat Hana menoleh dan ingin menjawabnya, tapi Hana sudah didului oleh Vian.
"Iya Tante, terima kasih." Jawab Vian yang langsung saja nyelonong masuk dan membuat Hana memijat kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing.
Vian langsung saja menghampiri mama Hana yang tengah duduk di kursi ruang tamu.
"Siang Tante, saya Vian." Kata Vian memperkenalkan diri.
"Kamu yang datang tadi pagi dan membuat putriku tidak masuk kerja?" Tanya mama Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam dan sedikit terkejut dengan pertanyaan yang diajukan oleh mama Hana.
"Untuk itu saya minta maaf Tante," jawab Vian yang langsung saja menundukkan kepalanya, karena merasa bersalah.
"Kalau begitu jangan datang lagi. Jangan dekati Hana, jika tidak dia akan menjadi orang pemalas karena tidak pergi bekerja." Kata mama Hana yang langsung saja membuat Vian mendongak dengan cepat. Menatap ke arah mama Hana dan juga Hana bergantian, tapi tidak satupun dari orang itu yang mau menatap ke arahnya.
"Saya menyukai Hana tante, saya benar-benar menyukainya. Sebelumnya saya ingin memperkenalkan jika saya adalah laki-laki yang ditunggu oleh Hana selama ini." Kata Vian dengan sedikit gugup.
"Saya makin tidak suka karena kamu orang itu, lebih baik kamu pergi sekarang juga." Jawab mama Hana seraya menatap tajam ke arah Vian.
"Saya yakin bisa membuat Tante menyukai saya, tapi tolong katakan pada Hana untuk memberikan saya waktu. Seminggu saja," balas Vian dengan cepat.
"Tolong bantu saya Tante, Hana paling menghormati anda jadi dia pasti akan menurut jika Anda yang mengatakannya." Lanjut Vian lagi masih memohon untuk hubungannya dengan Hana.
"Iya, Zico laki-laki itu masih memiliki keluarga tante. Meskipun dia sudah bercerai dengan istrinya tapi mereka masih tinggal di satu rumah." Kata Vian lagi memberitahu.
"Tapi istrinya sakit, dan ...." Lanjut Vian seraya menatap ke arah Hana sebentar.
"Yang pasti, saya yakin dan merasa lebih pantas dari siapapun yang menyukai Hana." Kata Vian tanpa meneruskan kata-katanya yang sebelumnya.
"Apa Hana juga berpikir seperti itu?" Tanya mama Hana yang langsung saja membuat Vian terdiam.
"Hana mungkin saja keberatan dengan posisi saya, tapi tidak masalah bagi saya untuk melepaskannya. Saya juga bisa kerja yang lain untuk memberikan nafkah untuk Hana nantinya, tentu saja untuk Tante juga." Jawab Vian yang langsung saja membuat Hana memegangi lengan laki-laki itu dengan cepat.
Vian memegangi tangan Hana dan melepaskannya dengan hati-hati, tentu saja Vian tidak ingin menyerah begitu saja.
"Saya bisa menggantikan Hana untuk bekerja dan membiarkan Hana tetap di rumah untuk menemani anda. Hana juga tidak perlu khawatir tentang uang obat atau keperluan lainnya, sebanyak apapun itu saya akan mendapatkannya." Lanjut Vian masih mencoba meyakinkan mama Hana.
Sedari tadi meskipun menunduk, mama Hana terus memperhatikan gerak gerik putrinya dan juga laki-laki itu, tentu saja mama Hana cukup puas dengan perlakuan laki-laki itu pada putrinya karena tidak kasar sedikitpun. Tapi kenapa putrinya menolaknya?
"Mama tidak akan menyukaimu, jadi pergi sekarang." Kata Hana pada akhirnya membuka suaranya.
"Aku bisa membuatnya suka padaku, kamu tidak percaya padaku?" Jawab Vian yang langsung saja menodongkan pertanyaan pada Hana.
Hana terdiam dan memilih untuk menundukkan kepalanya cepat.
"Kamu belum apa-apa sudah membentak putriku, kamu pikir aku akan suka dengan laki-laki sepertimu?" Sela mama Hana yang langsung saja membuat Hana dan Vian terkejut. Siapapun juga yang mendengarnya pasti akan bisa menilai jika Vian tidak marah sedikitpun. Bahkan mama Hana juga tahu, tapi dirinya masih penasaran kenapa putrinya terus menolak laki-laki yang jelas-jelas unggul dalam banyak hal itu. Apa ada sesuatu yang tidak ia ketahui?
Tbc