Vian mengemudikan mobilnya dengan kecepatan rata-rata, di kepalanya penuh dengan nama Hana, bagaimana membuat wanita itu menerimanya lagi, dan juga tentang mama Hana yang tak menyukainya.
Mobil berhenti saat tiba di lampu merah, Vian memejamkan matanya sebentar dan menarik napasnya panjang. Hingga suara klakson mobil dibelakang membuat Vian membuka matanya dan menjalankan mobilnya lagi.
Di rumah Hana tengah berdiri dan menatap ke arah mamanya yang tengah mempertanyakan siapa Vian dan apa arti laki-laki itu di hati Hana.
Hana terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa. Seharusnya malam ini dirinya datang menemui Zico seperti permintaan mamanya, tapi karena dirinya sudah tahu tentang Vian yang membohonginya membuat Hana enggan untuk pergi dan ingin mundur juga menjadi pasangan Zico.
"Jadi dia siapa? Dia benar-benar laki-laki yang kamu jadikan alasan untuk menolak orang-orang yang datang untuk melamar kamu?" Tanya mama Hana lagi, sedari tadi putrinya hanya diam dan tak berniat untuk menjawabnya.
"Hana, mama tanya sama kamu, kalau kamu nggak suka dicerewetin mama mending keluar dari rumah ini." Kesal mama Hana yang langsung saja membuat Hana takut dan menganggukkan kepalanya dengan cepat.
"Iya ma, dia orangnya. Namanya Vian, keluarganya berada." Jawab Hana seraya menundukkan kepalanya lagi.
"Terus kenapa kamu menolak dia setelah menunggunya bertahun-tahun? Kamu nggak mau pernikahan kamu dihadiri sama mama?" Tanya Mama Hana yang langsung saja membuat Hana menggelengkan kepalanya cepat dan duduk di samping mamanya.
"Bukan seperti itu ma, sebenarnya Hana tahu kalau Vian anak dari orang kaya, tapi setelah melihatnya akhir-akhir ini Hana merasa tidak pantas jika sama dia." Jawab Hana menjelaskan semuanya dengan cepat.
Mama Hana hanya diam dan menatap ke arah putrinya, tentu saja dirinya ingin mendengar lebih banyak daripada itu.
"Dia pemilik rumah sakit dimana Hana bekerja, awalnya Hana pikir rumah sakit itu punya kakak Vian, tapi ternyata punya Vian. Karena Vian belajar dan mempelajari pengelolaan rumah sakit di luar negeri jadi kakaknya yang menggantikan." Kata Hana memulai ceritanya.
Mama Hana hanya diam, tentu saja sedikit tidak percaya karena laki-laki yang bernama Vian itu masih terlihat sangat muda meskipun memiliki perawakan tinggi dan juga berdiri dengan tegak.
"Dia lebih muda dari kamu?" Tanya Mama Hana yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Hana.
"Tuaan dia ma, mama tanya seperti ini malah bikin Hana jadi minder." Jawab Hana yang langsung saja membuat mama Hana tertawa saat mendengarnya.
"Kalau kamu suka ya suruh ke sini aja, mama juga setuju kok kalau orang yang suka sama putri mama punya pangkat tinggi seperti itu. Mama tidak perlu takut kamu kelaparan atau kekurangan apapun." Kata mama Hana yang langsung saja membuat Hana menggelengkan kepalanya cepat.
"Mama tidak tahu gimana jahatnya orang-orang, mama lihat diri Hana yang serba kekurangan ini. Make up mendapat sumbangan dari Cinta, nggak pernah perawatan dan sebagainya. Bagaimana mungkin Hana bisa bersanding sama dia. Lagipula dia orang kaya pasti keluarganya punya kandidat yang akan dijodohkan dengannya." Jawab Hana lagi dengan sedikit menggebu-gebu.
"Terus mau kamu gimana? Kalau mau nikah sama yang lain ya mama nggak papa yang penting kamu suka dan juga bahagia. Mama tidak peduli dia mau kasih mahar berapapun untuk mama." Kata mama Hana yang akhirnya menyerah dan tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.
Hana terdiam dan menundukkan kepalanya dalam, tentu saja Hana juga bingung harus bicara apa.
"Sana istirahat dulu."
Hana pun mengangguk dan berdiri untuk pergi meninggalkan mamanya.
"Seandainya Hana keluar dari sana, apa mama setuju?" Tanya Hana sebelum benar-benar pergi meninggalkan ruang tamu.
Mama Hana terdiam dan menatap ke arah putrinya yang terlihat serba salah dan bingung itu.
"Keluarlah kalau kamu sudah menemukan pekerjaan baru, mama nggak bisa lihat kamu di rumah tanpa kerja apa-apa." Jawaban yang diberikan oleh mamanya membuat Hana mengangguk dan pergi berlalu meninggalkan mamanya.
Di dalam kamar, Hana terdiam dan menatap ke arah langit-langit kamar dengan tatapan kosong. Mulai besok dirinya harus mencari pekerjaan baru dan menyerahkan surat pengunduran dirinya.
Sesampainya di rumah sakit Vian langsung saja masuk ke dalam dan menatap ke arah para perawat yang bekerja disekitarnya. Vian benar-benar kesal karena Hana harus mendapatkan kata-kata seperti itu dari para pegawainya.
Vian mencari keberadaan Cinta, tentu saja wanita itu harus ia temui untuk bertanya apa saja yang disukai oleh mama dari wanita yang ia sukai itu.
"Cinta, ayo ke ruangan saya." Panggil Vian setelah akhirnya menemukan keberadaan Cinta.
Cinta yang mendengarnya tentu saja sedikit bingung, dirinya masih bertugas dan tiba-tiba saja mendapatkan panggilan seperti itu.
"Selesaikan dulu dan ke ruanganku secepatnya." Lanjut Vian yang langsung saja pergi meninggalkan tempatnya.
"Apa dia marah? Hana juga tidak datang bukan?" Tanya rekan Cinta dengan berbisik.
"Kalaupun dia marah pasti akan memecat orang-orang yang berani bergosip pada Hana. Sebenarnya sulit dipercaya, tapi laki-laki itu sudah memesan cincin pertunangan yang sangat mewah. Benar-benar tidak akan terima kalau Hana menolaknya." Jawab Cinta yang langsung saja menoleh ke sekitarnya dan menatap ke arah rekan kerjanya yang langsung saja diam.
"Tapi darimana kamu tahu kalau dia udah pesan cincin?" Tanya salah satunya yang langsung saja membuat Cinta terdiam saat mendengarnya.
"Tentu saja aku diberitahu," jawab Cinta cepat dan pergi meninggalkan tempatnya.
Cinta berjalan dengan sedikit gugup, tentu saja dirinya berbohong soal itu. Bagaimana mungkin dirinya tahu, kekayaan keluarganya juga tidak cukup untuk ia gunakan dalam mencari informasi tentang calon sahabatnya itu. Tapi satu hal yang bisa Cinta pastikan, Cinta bisa memastikan jika Vian sangat serius dengan sahabatnya itu.
Vian mampir ke ruangan kakak iparnya lebih dulu sebelum kembali ke ruangannya. Di dalam ruangan kakaknya ada mamanya juga yang saat ini tengah menatapnya datar.
"Jadi gimana?" Tanya Tasya yang langsung saja membuat Vian menggaruk kepalanya yang tak gatal, malu pada mamanya karena dirinya tidak bisa membawa Hana lebih cepat.
"Kamu kalau tidak bisa membereskan masalah sekecil ini lebih baik jangan menghadap ke mama dulu." Kata Gibran yang langsung saja membuat Vian cemberut.
"Vian juga mendapatkan penolakan dari mama Hana." Jawab Vian yang langsung saja membuat semua orang itu menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tapi ma, apa Vian boleh jadi dokter saja? Sebelum Hana tahu kalau Vian yang mengelola rumah sakit ini dia masih baik sama Vian, tapi tiba-tiba saja berubah karena dia tahu kalau Vian yang memiliki ini semua." Tanya Vian yang langsung saja membuat Starla tertawa pelan saat mendengarnya.
"Dulu saat mama ngasih uang untukku, aku bilang nggak mau karena Gibran akan memberikan yang lebih banyak daripada yang ditawarkan oleh mama." Kata Starla yang langsung saja membuat Vian terdiam.
"Tapi Hana tidak seperti kakak." Jawab Vian pelan.
"Karena kamu tidak tegas, kenapa Starla bisa dan Hana tidak? Apa perbedaannya?" Tanya Tasya yang langsung saja membuat Vian mengangkat kepalanya dan menatap ke arah mama dan juga kakaknya.
"Perbedaannya hanya di aku dan kamu." Jawab Gibran yang langsung saja tertawa mengejek adiknya yang masih tidak tahu juga apa yang harus dilakukan.
"Kunci orang tua itu berada di anaknya, tapi karena mungkin saja kamu sudah membuat kesalahan jadi kamu bicara dulu pada mama Hana. Setelah itu kamu lamar Hana langsung, mama akan siapkan cincin dan yang lainnya. Tegaskan juga pada semua pegawai kamu kalau Hana bukan wanita yang seperti itu, perlihatkan rasa sukamu yang lebih banyak hingga orang-orang berpikir jika kamulah yang mengejar Hana." Kata Tasya pada akhirnya memberitahu putrinya.
"Sebenarnya posisi kamu tidak terlalu ikut campur, tapi kata-kata orang yang menjelekkan Hana membuatnya jadi ikut masuk ke dalam hubungan kamu dan Hana. Jadi kunci utamanya ada di kamu, jika kamu bisa membuat Hana sedikit lebih percaya diri maka dia akan bisa lebih percaya diri melebihi kakakmu Starla." Kata Gibran melanjutkan kata-kata mamanya.
"Vian mengerti, makasih sudah memberitahu Vian." Jawab Vian yang langsung saja pergi keluar meninggalkan ruangan Starla.
"Jadi dia benaran tidak pernah pacaran di luar negeri?" Tanya Tasya pada putranya.
"Seperti yang Gibran laporkan pada mama, dia hanya belajar dan menulis komik awalnya. Lalu setelah bertemu Hana dia semakin menjadi dalam menjauhi wanita." Jawab Gibran yang langsung saja membuat Tasya memijit kepalanya pelan.
"Dulu mama yang bingung karena kamu nggak mau nikah, tapi sekarang Vian yang nggak ngerti apa-apa. Punya dua anak nggak ada yang bikin tenang." Gumam Tasya yang langsung saja membuat Gibran menggelengkan kepalanya pelan dan menatap ke arah istrinya yang tengah tersenyum tipis itu.
"Hari ini mama nggak ada hal penting?" Tanya Gibran pada mamanya.
"Seharusnya tidak, mama datang karena ingin bertemu Hana, tapi anak itu membuat ulah." Jawab Tasya dengan cepat.
"Kalau begitu Gibran titip Starla ya ma, Gibran akan pergi ke kantor sebentar untuk rapat." Kata Gibran seraya melirik ke arah jam tangan yang dipakainya.
"Iya, sana pergi." Jawab Tasya yang langsung saja membuat Gibran menghampiri istrinya dan menciumnya di berbagai tempat yang ada di wajahnya.
"Aku akan segera kembali setelah selesai, kamu jangan lupa makan siang. Nanti aku belikan camilan saat kembali." Kata Gibran yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Starla.
Starla pun beranjak duduk dan menatap kepergian suaminya dengan tersenyum tipis. Padahal keadaan dirinya sudah mulai membaik, tapi suaminya masih saja seperti itu.
"Mama kalau ada kegiatan pergi nggak papa, ada Vian kok di sini." Kata Starla yang langsung saja membuat Tasya menggelengkan kepalanya cepat.
"Mama akan di sini," jawab Tasya pelan.
"Keadaan kamu udah baik kan? Kalau ada yang sakit bilang." Tanya Tasya yang mungkin saja sudah lebih dari 3x setelah sampai di ruangan menantunya itu.
"Sudah baik kok ma, kata dokter harus lebih banyak istirahat aja. Ini juga seharusnya udah boleh pulang tapi Vian menyarankan untuk infus selama beberapa hari." Jawab Starla yang langsung saja membuat Tasya menganggukkan kepalanya pelan.
"Mama kesal saat kamu begini, kenapa juga belum ada pendonor yang cocok." Kata Tasya yang langsung saja membuat Starla terdiam.
"Tidak apa-apa ma, ini juga nggak parah kan." Balas Starla yang tentu saja membuat Tasya kesal saat mendengarnya.
"Kamu ini, kemarin hampir saja lewat masih bilang seperti itu." Kesal Tasya yang langsung saja membuat Starla tersenyum tipis.
Mau bagaimanapun dulu, Starla benar-benar sangat bersyukur karena bertemu Gibran dan juga keluarganya. Mereka benar-benar sangat baik padanya.
Tbc