"mmm... Boleh aku tahu kenapa kamu waktu itu melakukan percobaan bunuh diri?" Tanya Ryoichi sedikit ragu, itu karena ia penasaran kenapa gadis semuda Freyza berpikiran sempit dengan melakukan bunuh diri.
Freyza menatap Ryoichi, ia tak menyangka jika pria di depannya bertanya tentang itu. Ia memang berpikiran pendek saat itu karena dibawah tekanan tapi kini ia Freyza yang berbeda, dan ia tak akan berpikiran picik seperti dulu.
Ia baru kenal dengan Ryoichi, tidak mungkin ia mengatakan hal yang sangat pribadi, ia tak mau mengobral cerita sedihnya pada orang yang baru dikenalnya.
"Maaf, saya tidak bisa mengatakan alasannya, terlalu pribadi apalagi kita belum terlalu kenal."
"Maaf maaf, aku lancang," jawab Ryoichi merasa tidak enak.
"Tidak apa apa, tindakan saya itu memang sangat dipertanyakan dan sampai sekarang juga saya bingung kenapa saya melakukan itu. Baiklaj dokter Ryoichi... Maksud saya Ryoichi, saya pamit. Terima kasih atas kopinya." Freyza berdiri dan akan meninggalkan Ryoichi.
"Tunggu, biar aku antar." Ryoichi juga berdiri, Freyza mengangguk. Mereka kemudian keluar dari cafe dan menuju mobil Ryoichi.
Ryoichi mengemudikan mobilnya menuju rumah Freyza, dalam waktu satu jam Ryoichi menghentikan mobilnya tepat di depan pagar rumah mewah Freyza. Sebelum turun Freyza dan Ryoichi bertukar nomor ponsel, setelah Freyza masuk dalam pagar rumah, Ryoichi segera melajukan mobilnya menuju rumah dokter Nagata.
~~~
~~~
Ryoichi keluar dari kamar mandi dengan rambut basah, ia Shirtless dan hanya melingkarkan handuk di tubuh bagian bawahnya. Ia menuju lemari pakaian dan memakai pakaian santai, celana pendek dan kaos pres body, kemudian turun menuju ruang makan. Ryoichi tersenyum karena sudah melihat kakeknya, dokter Nagata sudah menunggunya di meja makan.
"Selamat malam kek," sapa Ryoichi.
"Selamat malam Oichi, kamu sedikit terlambat hari ini pulangnya?"
"Iya kek, ada urusan sebentar dengan teman."
"Ya sudah, ayo kita makan," ajak dokter Nagata. Dokter Nagata dan Ryoichi kemudian makan bersama.
"Kamu ada kesulitan di IGD Oichi?"
"Tidak ada kek, lancar semuanya."
"Bagus kalau begitu, kapan kamu bawa kekasih kamu kesini?"
Ryoichi yang sedang minum tak pelak tersedak dengan pertanyaan kakeknya, ia menatap kakeknya, ia belum memikirkan untuk punya pasangan, yang ia inginkan adalah mengabdi pada rumah sakit Health and Health sehingga ia dianggap pantas saat nanti diminta kakeknya memimpin rumah sakit itu.
"Oichi belum memikirkan ke arah sana kek, dan sepertinya Oichi akan mengambil spesialis."
"Bukannya kakek melarangmu mengambil spesialis, tapi pikirkan juga pasangan hidup. Kakek lihat kamu asyik berdinas di rumah sakit tanpa punya waktu untuk diri sendiri. Tidak apa apa sesekali kamu jalan kemana atau liburan."
"Iya kakek, kakek jangan khawatir. Nanti akan ada waktunya."
Oooo----oooO
Rania sudah pulang dari rumah sakit dan Tante Ranti memintanya untuk istirahat di rumah dulu, Freyza ingin melihat keadaan Rania tapi Tante Ranti sudah mengultimatum jika Freyza tidak boleh menemui Rania. Hal itu membuat Freyza sedih, hanya Rania yang mengerti dirinya juga bersikap baik padanya.
Freyza merenung di dalam kamarnya, hari ini ia libur karena weekend dan ia hanya diam di kamar. Mau pergi ia bingung mau pergi kemana karena ia juga belum punya banyak teman, ia berdiri dan berjalan menuju meja yang tak jauh dari ranjang, meja yang dulu ia gunakan untuk belajar saat sekolah. Disana bertumpuk buku buku bisnis yang diberikan papanya untuk di pelajari.
Freyza mengambil satu buku dan membawanya ke sofa, ia ingin membaca kembali buku bisnis itu untuk merefresh ilmu yang ada di otaknya, ia sudah memutuskan bangkit dan ia harus melakukannya lagi dan lagi agar Tante Ranti tidal bisa lagi melakukan tekanan mental padanya. Ia rasa sudah cukup semuanya itu, Freyza tidak akan menuntut haknya, yang ia ingin segera keluar dari rumah ini.
Ia bisa berusaha merintis usaha nanti tanpa dana dari warisan papanya yang memang adalah haknya tapi dikuasai tante Ranti. Freyza menatap asyik membaca buku tebal ditangannya hingga ia tak menyadari hari sudah beranjak malam, bahkan bi Yayah sudah dua kali ke kamarnya mengantarkan makan siang dan makan malam tapi Freyza masih asyik membaca.
Ia menyelesaikan satu buku tebal dan meletakkannya di meja sofa set, ia meregangkan ototnya yang duduk seharian, Freyza melirik jam dinding dan terlonjak karena jam menunjukkan pukul 1 dinihari. Dirinya terlalu asyik mempelajari dan merencanakan apa yang akan ia lakukan setelah keluar dari rumah ini hingga tak tahu waktu.
Freyza merasakan tenggorokannya kering dan memutuskan turun ke dapur untuk membasahi tenggorokannya, ia menuangkan air putih dalam gelas kemudian duduk di dapur, Freyza meneguk air dalam gelas itu hingga habis tak bersisa. Freyza kemudian memutuskan kembali naik ke kamarnya tapi ia melihat ruangan kerja papanya terbuka dengan lampu menyala, ia berinisiatif untuk mematikan lampu ruangan itu tapi belum sampai ia ke ruangan itu ia mendengar suara orang bercakap-cakap membuatnya menghentikan langkahnya.
"Kita tidak bisa membiarkan ini semua mas."
"Maksud kamu apa Ranti?"
"Maksud aku Freyza, dia sudah tidak mempan jika aku memberinya tekanan, sepertinya ia sudah lelah aku perlakukan semena mena."
"Seharusnya kamu tidak memperlakukan dia seperti itu, kasihan dia beberapa kali melakukan percobaan bunuh diri."
"Itu satu satunya cara mas, aku tidak rela harta mas Frederick jatuh ditangan gadis bau kencur seperti Freyza. Aku juga berhak atas harta kedua orangtuaku yang dimiliki mas Frederick. Kita harus melakukan sesuatu pada Freyza sebelum ia mengambil tindakan."
"Mengambil tindakan apa Ranti, kamu jangan menuduh sembarangan."
"Logikanya dia merasa perusahaan dan harta mas Frederick adalah haknya dan ada mas Zaky dibelakangnya sekarang, mama memang sudah mengancamnya agar tidak mengatakan apapun pada mas Zaky tapi apa ada jaminan jika suatu saat Freyza tidak mengatakan semuanya?"
"Lalu apa rencanamu ma?"
"Kita harus singkirkan Freyza secepatnya, dengan cara yang smooth tanpa diketahui oleh siapapun jika itu rencana kita."
"Kamu sadar apa yang kamu katakan? Itu melanggar hukum dan kita akan di penjara jika ketahuan."
"Makanya kita cari cara smooth, biar aku pikirkan dulu, ayo kita tidur sudah pagi."
Tante Ranti dan om Alex kemudian keluar dari ruang kerja dan mematikan lampu lalu menuju kamar mereka sedangkan Freyza sembunyi dibalik pilar besar rumahnya, ia menutup mulutnya mendengar apa yang dibicarakan om Alex dan Tante Ranti. Freyza tak menyangka jika ada niat tante Ranti menghabisi dirinya, air mata mengalir deras di pipinya, tapi ia tahan isak tangis keluar dari mulutnya.
Freyza tahu tante Ranti jahat tapi untuk menghabisi nyawa seseorang tidak pernah Freyza bayangkan akan dilakukan adik papanya itu. Setelah menunggu beberapa saat setelah om Alex dan Tante Ranti masuk dalam kamarnya, Freyza segera naik menuju kamarnya.
Ia ketakutan, ia tak tahu harus bicara pada pak Zaky atau tidak. Freyza dalam dilema, walau ia bicara pada pak Zaky belum tentu pak Zaky bisa membantunya, yang ia tahu ia harus waspada dan mulai menjaga dirinya agar tidak masuk perangkap tante Ranti.
Freyza mulai memejamkan matanya dan walau sulit ia pun tertidur.
Freyza bangun tepat jam 4 pagi, mulai sekarang ia mendoktrin tubuhnya untuk bangun pagi dan juga berangkat ke kantor sangat pagi, ia tak mau bertemu tante Ranti saat berangkat kerja karena ia takut tantenya itu melakukan rencananya walau ia tak tahu apa.
Lynagabrielangga.