Part 4-a

1181 Kata
Tante Ranti mendorong tubuh Freyza hingga terjerembab diatas ranjangnya, tatapan tante Ranti bagai menguliti Freyza membuat Freyza ketakutan. "Jangan coba coba memberitahu mas Zaky apa yang telah tante lakukan dan katakan sama kamu atau kamu akan lebih menderita dari apa yang kamu alami belakangan ini, kamu paham!!?" "Tante... Kenapa tante jahat sama Frey... Apa salah Freyza..." Freyza mulai berani mempertanyakan sikap tantenya itu padanya. "Berani menjawab kamu sekarang?!" "Frey hanya mau tahu kenapa Tante bersikap seperti ini, papa adalah kakak tante seharusnya tante menyayangi Frey seperti tante menyayangi Rania putri tante." "Jangan bawa bawa nama Rania, kamu tahu kesalahan kamu? Kesalahan kamu adalah menjadi anak tunggal mas Frederick, seharusnya harta mas Frederick ini jatuh ke tangan tante, bukan kamu. Papa kamu mewarisi dua kali lipat dari harta yang Tante dapat dan itu tidak adil," ucap tante Ranti berapi api. "Tapi itu sudah hukumnya tante, anak laki laki mendapatkan harta dua kali lipat anak perempuan karena ia harus menghidup istri, sedang anak perempuan hanya 1 bagian karena dia dihidupi oleh suami yang mendapatkan dua kali lipat warisan, seimbang tante." Tante Ranti tidak percaya Freyza mulai berani menjawab pertanyaannya, ia yakin karena kehadiran pak Zaky yang membuatnya bukan Freyza yang setahun ini ia doktrin dengan kesalahan tentang kematian kedua orangtuanya. "Jangan kira jika tante akan mengalah dengan isi surat wasiat itu, semua akan berjalan sama dengan yang terjadi setahun ini dan akan selamanya begitu." Tante Ranti kemudian keluar dari kamar Freyza dan membanting pintu membuat Freyza terjingkat. Freyza juga tidak tahu sejak kapan ia memiliki keberanian menjawab ucapan Tante Ranti sekarang, padahal selama setahun ini ia seperti kerbau yang dicocok hidungnya dan diam saja. Mungkin kedatangan pak Zaky telah memberinya angin segar dan coba memiliki sikap, seperti dirinya yang dulu. Tapi keraguan bertubi tubi datang, ia ingat bagaimana ia tertekan hingga beberapa kali mencoba mengakhiri hidup, tapi sepertinya Tuhan tidak mau ia menyerah. Bi Yayah selalu berhasil mengetahui sesaat setelah Freyza bunuh diri hingga cepat melaporkan pada Tante Ranti dan membawa Freyza ke rumah sakit. ~~~ ~~~ Freyza berdiri di depan cermin besar kamarnya, ia sudah mandi pagi pagi dan berpakaian kerja. Ia ingin mengajukan penawaran pada tante Ranti, ia setuju jika tampuk pimpinan dipegang om Alex tapi ia mau bisa bekerja di perusahaan. Ia tak ingin terkungkung dalam tekanan tante Ranti terus menerus, ia ingin kembali jadi Freyza yang dulu walau mungkin akan sulit karena rasa ketakutannya masih ada tapi tak ingin menjalani hidup seperti itu selamanya. Walau ia hidup dalam ketakutan dan tekanan paling tidak ia mau berusaha keluar dan hidup lebih baik, ia tahu papanya akan sedih jika ia terus-menerus tertekan jadi jslan keluarnya ia harus bekerja kembali di perusahaan. Ia sebenarnya tak perduli jika harta warisan papanya diambil alih Tante Ranti, untuk apa banyak harta jika hidupnya tertekan. Freyza berjalan keluar kamar dan turun menuju ruang makan, walau ada keraguan dihatinya mengatakan keinginannya untuk bekerja tapi ia sudah bertekad, ia tahu tante Ranti akan marah tapi ia harus bertahan. Freyza masuk dalam ruang makan, disana sudah ada Tante Ranti dan om Alex. Om dan tante Freyza itu menatap Freyza dengan terkejut, terutama tante Ranti. "Apa apaan ini Frey? Kamu mau kemana? Mau ke Frederick corporation?!" Tanya tante Ranti sengit, mendengar suara menggelegar nyali Freyza menjadi ciut, wajahnya menyiratkan kecemasan tapi ia coba bertahan. "Saya sudah mengalah tidak mengatakan semua yang tante lakukan pada saya ke om Zaky, dan membiarkan om Alex memegang tampuk pimpinan Frederick corporation, jadi izinkan Freyza bekerja di Frederick corporation, jadi apapun akan Freyza terima. Please Tante, Freyza ingin bekerja lagi," mohon Freyza pada tante Ranti, ia tidak mau berada dalam tahanan tante Ranti yang hanya di kamar saja, ia ingin kembali memiliki teman. Ia sadar, akal licik tantenya sudah menguasai harta yang harusnya ia miliki tapi Freyza berpikir harra bisa dicari tapi kebebasan batin dan kebahagiaan hanya bisa didapat jika ia bisa bergaul diluar sana, memiliki banyak teman dan sahabat. Harta tidak penting bagi Freyza dan kini ia berdoa semoga Tante Ranti mau mengabulkan permintaannya. Tante Ranti berpikir sejenak dan menatap tajam pada Freyza. "Benar kamu tidak akan mengatakan semuanya pada mas Zaky, juga membiarkan om Alex jadi pimpinan perusahaan? Apa jaminannya kamu tidak mengadu pada mas Zaky?" "Saya bersumpah Tante, dan tante bisa memegang janji saya. Yang penting saya tidak mau hanya di rumah saja, saya bosan," ucap Freyza memberi alibi agar tantenya memberikan izin padanya walau ia sangsi tantenya mau mengijinkannya. "Baiklah, kamu boleh bekerja di perusahaan tapi sebagai karyawan biasa, dan ingat tidak ada mobil untuk kamu, kamu bisa naik taksi atau angkutan umum. Kamu kan masih punya tabungan kan, gunakan itu, Tante tidak akan ikut campur dengan isi rekening kamu tapi untuk semua warisan mas Frederick, tetap milik tante, juga mobil dan villa dan apartemen yang tersebut di surat wasiat." "Iya tante," jawab Freyza pelan tapi hatinya bersorak gembira. ~~~ ~~~ Freyza duduk di sebuah meja kerja yang terdapat sekat sekat untuk memisahkan dengan beberapa meja karyawan lain, baru kali ini ia duduk di meja staf tapi itu tak masalah baginya. Beberapa pegawai nampak berbisik-bisik saat Melihat Freyza masuk bersama kepala divisi HRD dan menjadi staf HRD. Mereka tahu siapa Freyza karena pernah menduduki tampuk pimpinan Frederick corporation selama hampir 2 tahun. Mereka juga tahu bagaimana keadaan Freyza satu tahun ini yang mereka kira tertekan karena kematian kedua orangtuanya. Freyza mulai mempelajari job description yang harus ia kerjakan, ia tak perduli jika para pegawai membicarakannya karena menjadi staf setelah menjadi pimpinan. Yang ia rasakan adalah udara bebas dari kungkungan tantenya, seperti ini saja membuatnya sangat bahagia. Freyza tak perduli lagi dengan hartanya, kini tujuan utamanya kebahagiaan batin dan kalau bisa ia ingin pergi jauh dari kota ini setelah ia sudah memiliki banyak uang karena uang di rekeningnya tidak seberapa, entah kemana raibnya uang tabungannya yang ratusan juta ia harus berjuang seperti pegawai yang lain demi kelangsungan hidupnya. Freyza yakin mama dan papanya akan mendukung apapun yang akan ia lakukan kini. Senyum tak hilang dari wajah Freyza yang mulai mengerjakan pekerjaannya, ia merasa perasaannya ringan tanpa beban. Jam makan siang tiba, Freyza memilih membeli roti saja di kantin Frederick corporation karena setiap mata pegawai menatapnya heran. Bukan karena ia kembali ke perusahaan tapi jabatan yang ia pegang kini membuat para pegawai membicarakannya, Freyza belum ingin berinteraksi dengan oara pegawai, ia ingin mereka berpendapat sesuai keinginan mereka, nanti akan ada waktunya ia mengatakan kenapa ia mau menjadi staf HRD. Setelah makan siang, Freyza akan ke kamar mandi yang ada diluar divisi HRD, saat akan masuk ia menubruk seseorang dan terjungkal. "Aduh... Ma... Maaf bu Freyza..." Ucap wanita itu membantu Freyza berdiri. "Panggil saja Freyza, saya bukan pimpinan disini lagi, jabatan saya sama dengan kamu," jawab Freyza, ia mengenal wanita itu adalah staf HRD juga. "Tapi bu..." "Tidak apa apa, panggil saja Freyza, atau Frey, oh ya nama kamu siapa?" "Saya Clarissa, panggil saja Rissa." "Hai Rissa, senang berkenalan dengan kamu." Freyza mengulurkan tangannya dan di sambut oleh Rissa. "Aku minta bantuannya nanti jika aku kurang paham ya?" "Kamu jangan bercanda Frey, aku yang seharusnya minta petunjuk kamu." "Kits kan sama sama staf, tidak ada yang lebih tinggi, kita saling bantu oke?" "Oke." Lynagabrielangga. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN