Dijual Ibu Tiri

857 Kata
Namanya Sea Aguilera Lynn, dia baru berumur 26 tahun. Bekerja sebagai staf pemasaran di perusahaan multimedia – YG. Dia hanya gadis biasa yang sederhana, bukan seorang p*****r. Dia juga sedang tidak jual diri, melainkan dijual. Ana Pamela, ibu tirinya tidak mau Sea menikah dan bahagia dengan kekasihnya – David. Dia tidak mau Sea mendapatkan pria baik dan kaya. Tidak, dia tidak mau Sea mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari putri kandungnya. Karena pernikahan Sea dan David hanya tinggal menghitung bulan, Pamela yang iri menjual Sea kepada mucikari sebesar seratus juta. Dia ingin merusak Sea, membuat pernikahan mereka batal. Namun entah bagaimana, Sea berakhir di tangan Madam Gee, seorang mucikari yang kerap melelang wanita di Bar. - - Sea mengerjap dalam keheningan. Sinar mentari yang menembus tirai membuat ingatannya berputar seperti kaset kusut. Satu hal yang dia ingat dengan jelas adalah kejadian kemarin malam, saat Pamela memasak hidangan makan malam. Ini hal yang mengejutkan, sebab selama ini, memasak menjadi bagian dari tugas Sea. Tapi Sea tidak menaruh curiga, dia makan dengan tenang dan kembali ke kamar. Namun tidak lama kemudian, dia tidak sadarkan diri. Jatuh pingsan di atas ranjang. Saat dia bangun, seorang pria asing sedang menindih tubuhnya. Sea ingat dengan jelas – apa yang sudah menimpanya. Tubuhnya dihantam beberapa kali hingga tak berdaya. Bahkan disaat ia nyaris pingsan, pria itu masih menggagahinya dengan liar. Sea gemetar, perlahan menoleh ke samping. Pria asing itu masih ada di sana. Tidur tengkurap dengan tato mengerikan di lengan kiri sampai pundak belakang. Sebagian wajahnya tertutupi lengan berotot, hingga dia tidak bisa melihat dengan jelas, tapi Sea tak peduli dengan itu. Dia harus segera kabur sebelum pria itu menodainya lagi. Dengan perlahan dia turun dari ranjang, mencari pakaian untuk menutupi tubuh polosnya. Tapi satu pun baju miliknya tidak ada, hanya ada pakaian milik pria itu. Sea tidak punya pilihan lain. Meski kemeja itu kebesaran, dia tidak peduli. Saat ini, satu-satunya pikirannya adalah melarikan diri. Menjauh dari kamar hotel, menjauh dari pria asing yang telah merenggut kehormatannya. Dengan langkah tergesa, Sea meninggalkan tempat itu tanpa menoleh, tanpa mempedulikan sisa-sisa kekacauan yang terjadi semalam. Begitu ia mencapai pintu lobi hotel, tangisnya pecah, air mata mengalir tanpa henti membasahi pipinya. Kepalanya penuh dengan kebingungan dan rasa bersalah. "Aku akan menikah, bagaimana ini bisa terjadi? Apa yang harus aku katakan pada David nantinya?" gumamnya di antara isak tangis yang tertahan. Tatapan Sea kosong, dia berjalan tanpa tahu arah dan berhenti di halte bis. Dua jam Sea duduk merenung, ditatap banyak orang yang lalu lalang. Mereka melihat jejak kissmark di leher serta paha mulusnya. Terlihat seperti p*****r yang baru saja menjajakan tubuhnya. Rasa malu dan ngeri melingkupi, tapi dia tidak punya kekuatan untuk peduli. Seorang nenek tua yang kebetulan melintas tiba-tiba mendekatinya. Nenek itu membawa tas belanja di tangannya, matanya memancarkan kelembutan dan keprihatinan. "Nak, kau perlu sesuatu?" tanyanya lembut, suaranya dipenuhi kasih sayang. Bibir Sea bergetar, matanya berkaca-kaca lagi. Diantara banyak orang yang melintas dan menatapnya dengan jijik, akhirnya ada satu orang yang peduli dengannya. “Maaf, Nek... Apa Anda punya ponsel? Saya ingin telepon seseorang,” pintanya dengan suara serak. Nenek itu tersenyum penuh pengertian dan menyerahkan ponselnya tanpa ragu. Sea memegangnya dengan tangan gemetar, mencoba berpikir jernih di antara kekacauan yang melanda pikirannya. Dari semua nomor yang tersimpan dalam ingatannya, hanya ada satu nomor yang muncul—nomor Amora, sahabat terbaiknya. “Apa? Kau dimana?” suara Amora melengking di telinga. “Tunggu disana, aku menjemputmu!” Sea tidak mengatakan apapun tentang hal yang sudah terjadi, tapi begitu Amora Ferdic ada didepannya, wanita muda berumur 25 tahun itu menebak apa yang terjadi. “Siapa yang melakukan ini padamu?” Amora sudah lama mengenal Sea, setidaknya 8 tahun. Mereka berteman akrab, sampai dia bisa tahu seberapa keras Sea menjaga kesuciannya saat berpacaran dengan David. Tapi apa yang dia lihat sekarang membuatnya berpikir kalau Sea mungkin dinodai secara paksa. “b******n mana yang melakukan ini padamu! Katakan padaku, aku akan memotong habis batang sialannya!” - - Di kamar mandi. Kaizen sibuk meremas batang miliknya yang menegang. Seolah belum puas melampiaskan hasratnya pada wanita yang ia beli satu miliar itu. Padahal dia juga tidak ingat, berapa kali maninya keluar di dalam wanita itu. “Arhh … Sialan!” umpat Kaizen mengurai rambutnya. “Setelah dibeli satu miliar, dia pergi begitu saja? Tanpa pamit, bahkan mengambil kemejaku.” Kaizen meradang, nyaris tidak bisa menahan emosinya. Selesai mengurus batangnya, dia keluar dengan handuk yang melilit setengah tubuhnya. Pemandangan sisa percintaan membuat moodnya buruk lagi. Ranjang king size di kamar presiden suite itu berantakan, ada banyak bekas m**i yang tercecer di sprei putih, berbaur dengan bercak noda merah. Dia berhenti sejenak, menatapnya dengan mata menyipit. "Jadi, seperti itu rasa perawan?” gumamnya pelan. Kaizen tidak pernah meniduri perawan dan baru kali ini dia merasakannya. Ternyata rasanya begitu … nikmat, sangat. Sampai bayangan bagaimana dia menggagahi Sea terus melintas dan membuat batangnya berkedut lagi. Oh, Damn! Namun dalam sekelebat, ekspresinya berubah kecut. “Satu miliar untuk harga seorang perawan. Tidak murah.” Benar tidak murah, tapi bukan berarti wanita itu bisa langsung pergi begitu saja, kan? Seorang pria seperti Kaizen Lycus, dia ditinggalkan setelah bercinta …. Yang benar saja!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN