Sea menatap pintu yang tertutup rapat, mencoba menenangkan diri, tapi detak jantungnya justru semakin liar. Tangannya gemetar, hampir menjatuhkan nampan kopi yang ia bawa. Suara siapa itu? Asing, tak dikenalnya, tapi jelas sekali wanita di dalam memanggil nama Kaizen. Kepalanya dipenuhi berbagai asumsi, sebagian besar tak menyenangkan. Belum sempat ia memutuskan untuk masuk atau berbalik pergi, pintu mendadak terbuka dari dalam. Sea tersentak kaget, dan nampan di tangannya bergoyang. Cangkir kopi jatuh ke lantai, pecah dengan bunyi dentingan yang memecah keheningan. Kaizen, yang duduk di belakang meja, langsung berdiri terhenyak. Ia buru-buru menghampiri Sea, sementara Anderson—yang membuka pintu—panik, wajahnya tampak pucat. “Nyo— Nona, apa Anda baik-baik saja?” suara Anderson penuh