Kaizen duduk dengan tenang di ruang kerja ayahnya, menyandarkan kaki di atas kaki lainnya, sambil menyesap kopi yang masih panas. Matanya mengamati suasana sekeliling dengan bosan, menunggu Gordon selesai berbicara dengan sekretarisnya. Begitu percakapan itu selesai, Gordon meliriknya dengan tatapan tajam. “Ada apa kau datang ke sini?” suaranya datar, tapi ada nada ketegangan yang terasa jelas. Kaizen meletakkan cangkir kopinya di meja dengan gerakan lambat dan tenang, seolah tak terburu-buru. “Kopi Anderson lebih enak daripada kopi buatan sekretarismu, Ayah.” Gordon hanya tersenyum kecil, meski nada Kaizen tak berubah. Dia bangkit dari kursinya, berjalan mendekat ke putranya yang masih duduk santai di sofa. “Kau tahu aku bukan orang yang suka basa-basi. Katakan langsung saja,” uja