“Saya sudah memperingatkan Anda berkali-kali. Kehamilannya masih muda, masih rentan. Dia bisa keguguran jika Anda menyerangnya terlalu kasar!” Monna memarahi Kaizen tanpa ampun. Suaranya penuh amarah, seperti bendungan yang jebol, tumpah ruah dengan semua kekesalannya. “Tidak bisakah Anda mengingat hal kecil seperti ini? Memangnya nafsu Anda liar seperti binatang, hah?” lanjutnya tajam, tanpa peduli risiko apa yang mungkin menimpanya. Monna tahu, satu kesalahan bisa membuatnya dipecat hari itu juga. Tapi dia tidak peduli. Persetan dengan pekerjaan ini. Rasa dendamnya atas keputusan Kaizen menceraikan Sea begitu saja masih membara di dadanya. Namun, yang membuat Monna tertegun adalah ekspresi Kaizen. Tidak ada amarah, tidak ada ancaman. Pria itu hanya berdiri diam, mematung, menatap pi