Di rumah Sakit, Arvin membantu Arini beres-beres untuk meninggalkan ruang rawat. Wanita ini bermain sangat apik hingga putranya yang baik hati ini tak menyadari dia ditipu mentah-mentah. “Kenapa Mama tidak dirawat di sini saja?” tanya Arvin, cemas. Arini tersenyum, lalu mengusap sisi lengan putranya itu. “Sudahlah, hanya akan sia-sia. Mama pasti mati nanti.” “Ma!” Arvin menegur kesal. “Aku mendapatkan rumah sementara untuk kita tinggal. Tinggallah bersamaku untuk beberapa waktu. Aku juga tidak yakin hidupku akan lama lagi.” “Tapi ... bagaimana dengan Luna?" "Dia nggak mau Mama ada di rumah itu, Nak. Tolong, setidaknya sampai mamamu ini mati saja." Arvin tak bisa menolak. Dia hanya mengangguk singkat, lalu berkata, "Yang penting Mama harus sembuh dulu.” Hati Luna pasti akan sakit l