“Yehuda,” jawab Rey, suaranya tenang dan ada nada bersahabat di sana. “Aku baru saja teringat… Nadira punya tempat yang selalu dia kunjungi ketika merasa butuh waktu untuk berpikir atau menyendiri.” Yehuda terdiam sejenak, berharap-harap cemas. “Di mana itu, Rey?” tanyanya, tak bisa menyembunyikan nada mendesak di suaranya. Rey menghela napas sebelum menjawab, mencoba menenangkan dirinya. “Sebuah apartemen kecil di tepi kota. Aku rasa dia mungkin ada di sana sekarang. Dia selalu ke sana setiap kali merasa butuh waktu untuk dirinya sendiri. Nanti aku sharelock lokasinya.” Mata Yehuda berbinar, seolah sedikit harapan kembali menyala di tengah kegelapan. “Rey… terima kasih. Kau tahu betapa aku menghargai ini.” Rey tersenyum samar, meskipun hatinya terasa perih. “Yang penting adalah kau me

