Chap. 7. Sebuah Rahasia

1019 Kata
Setelah mengetahui jika Samuel pernah memiliki kekasih, entah kenapa membuat hati Tisha terasa sedikit nyeri. Bahkan pada saat gadis ini pulang dari tempat menginapnya Langit dan Ayumna, Tisha nampak murung hingga sampai pagi ini. Sampai-sampai mebuat Dirga bingung dengan sikap putri semata wayangnya tersebut. "Kamu kenapa, Sayang? Kok murung begitu? Jelek loh wajahnya," tanya Dirga diselingi sebuah gurauan kepada putrinya. Namun tetap saja hal itu tidak membuat Tisha bergeming dari tempatnya. Gadis itu tetap pada posisinya yang tengah memainkan ponselnya sembari rebahan di atas sofa. Karena hari hari minggu, Tisha memilih bersantai ria di dalam rumah. Hal yang tidak pernah Tisha lakukan. Karena sebelumnya gadis ini selalu keluar dengan para teman-temannya hanya untuk sekedar ngafe saja. Ayu juga merasa aneh dengan sikap putrinya ini. Biasanya dia paling cerewet di pagi hari. Alan tetapi tidak di hari ini. Lantas Ayu yang sangat penasaran, mendekati putrinya dan mendudukkan tubuhnya dengan sempurna di pinggiran sofa. Membelai lembut rambut sang putri yang berwarna coklat tersebut. "Kamu ada masalah apa, Sayang?" tanya Ayu dengan nada yang begitu lembut serta tangannya tidak berhenti membelai rambut sang putri. "Nggak ada Ma. Hanya saja hatiku nyeri di saat mendengar kalau orang yang aku suka pernah menjalin kasih dengan wanita lain," ungkap Tisha dengan tidak menyebutkan nama Samuel. Tisha sendiri juga merasa aneh. Padahal dirinya hanya sekedar suka dengan pria itu. Namun kenapa seolah-olah Samuel adalah miliknya, dan dia tidak mau membaginya dengan yang lain. Meskipun itu wanita yang ada di masa lalu pria tersebut. Ayu mencoba bersikap setenang mungkin dalam menanggapi perasaan putrinya yang sudah dewasa ini. Namun tidak dengan Dirga. Pria paruh baya itu mengeraskan rahangnya. Seolah ingin membunuh siapa saja yang berani membuat putrinya seperti ini. "Semua orang itu pasti mempunyai cerita tersendirinya di masa lalu, Sayang. Jika kamu memang menyukai dia, maka kamu juga harus menerima tentang masa lalunya. Termasuk orang-orang yang telah membantunya hingga dia berada di titik sekarang ini. Entah itu titik terbaik ataupun titik terendahnya. Kalau memang kamu suka dengan pria itu, maka kejarlah. Perjuangkan rasamu itu asal dia bukan pria wanita lain. Istilahnya bukan seorang pria yang sudah mempunyai istri. Kamu tidak salah kok, suka sama pria itu. Karena urusan hati itu tidak ada yang tahu dan tidak bisa dipaksakan," Ayu menjelaskan banyak hal kepada putrinya. Sedangkan Tisha menyimak apa yang dikatakan oleh sang mama. Itu artinya dirinya harus memperjuangkan perasaannya, sebelum mendapat jawaban dari pria yang dia sukai. "Tapj Ayah tidak setuju kamu punya pacar. Kamu masih kecil," sahut Dirga kemudian dengan wajah datarnya. Tidak ada keramahan di wajah pria paruh baya tersebut, seperti sebelum-sebelumnya yang selalu ramah kepada istri dan anaknya. "Kenapa tidak? Tisha udah umur dua puluh lima tahun, kalau Ayah lupa dengan umur anaknya sendiri," balas Tisha. Daripada malah pusing dengan sikap ayahnya yang super duper protektifnya terhadap dirinya, Tisha memilih beranjak dari sana dan pergi ke kamarnya sendiri. Gadis ini tidak mau mendengarkan ayahnya yang akan melarang dirinya agar tidak berdekatan dengan pria lain. Jika ayahnya terus bersikap seperti itu, kapan dirinya akan mendapatkan seorang jodoh? Minimalnya pacar lah. Keesokan harinya, Langit yang masih berada di Indonesia, meminta Samuel untuk bertemu di cafe Bening. Tempat biasa mereka menghabiskan waktu disela kesibukan mereka, dulunya. "Maaf, aku telat," ucap pria yang mempunyai bulu halus di rahangnya tersebut. Lalu mendudukkan tubuhnya di kursi depan Langit. "Nggak apa-apa. Aku juga baru saja tiba," balas Langit. "Bisa kau jelaskan padaku? Kenapa kau lebih memilih mejadi bodyguard Tisha, daripada menetap di Amerika? Bukannya kau tidak suka bermain petak umpat seperti ini?" tanya Langit langsung. Karena dirinya tidak mempunyai banyak waktu hari ini. Langit tahu betul tabiat Samuel. Pria ini merupakan orang yang tidak betah dikurung di suatu gedung. Terlebih lagi pekerjaannya sangatlah mudah menurut Langit. Bukan passion Samuel sama sekali. "Anda benar, Tuan. Saya tidak betah jika hanya berada di satu tempat seperti ini," jawab Samuel seraya membenarkan posisi duduknya agar lebih dekat dengan Langit. Karena dirinya tidak mau sampai ada yang mendengar percakapan di antara mereka berdua. "Lalu kenapa kau menerimanya? Jika kau bisa menolak," Langit nampak tidak sabaran sekali. Langit tidak mengerti apa yang sedang direncanakan oleh Samuel dan Dirga, pamannya yang mempunyai sejuta akal tersebut. "Karena ada alasan lain sehiangga saya menerima tawaran ini, Tuan," kata Samuel. Semakin membuat Langit bertambah penasaran. "Apa karena kekasihmu yang lebih memilih pria lain itu?" tebak Langit tepat sasaran. Namun, rupanya bukan hanya itu saja yang menjadi alasan Samuel. "Itu memang benar, Tuan. Namun ada hal lain lagi yang sangat membuat saya tertarik untuk berurusan dengan orang ini," jawab Samuel dengan tatapan yang penuh lapar. Seolah dirinya sudah lama sekali tidak memakan sesuatu kesukaannya. "Jika ada cara yang lebih mudah untuk menyampikan sesuatu, maka jangan kau persulit seperti ini," kesal Langit kapada Samuel yang malah bermain tebak-tebakan dengan dirinya. Sedangkan Langit orang yang tidak suka bertele-tele dalam menyampaikan sebuah informasi. Melihat mantan atasan sekaligus sahabatbya yang sudah mulai kesal kepadanya, lantas Samuel menceritakan rencananya dan Dirga susun. Menjaga Tisha merupakan kedok Samuel untuk menutupi niatan asli mereka. Langit terlihat menyimak, dan menajamkan telinganya. Karena Samuel berkata dengan nada suara yang sangat lirih. Takut-takut jika sampai ada yang mendengar percapan mereka. Meskipun mereka sekarang ini berpenampilan santai. Namun tidak ayal jika mereka masih diikuti oleh pihak lawan. "Kalau begitu, jagalah adik sepupuku dengan baik. Jangan biarkan kepolosannya itu tercemari oleh orang-orang seperti mereka," pesan Langit kepada Samuel. Karena biar bagaimanapun Langit sangat menyayangi saudara satu-satunya tersebut. Mendengar Tisha yang polos, membuat Samuel yang tengah menegak minumanya, tersedak. "Polos dari mana jika baru bertemu saja seperti itu," Kata Samuel di dalam hati. Kemudian mereka melanjutkan obrolan biasa sebelum Langit berpamitan untuk pulang terlebih dulu. Meskipun banyak yang ingin mereka bahas sebenarnya. Namum sepertinya waktu tidak mendukung mereka untuk melakukan hal itu. "Kalau begitu sampai bertemu diacara pernikahan mantan terindahmu itu," Langit menyempatkan dirinya untuk menggoda sahabatnya ini. Ingin rasanya Samuel melayangkan sebuah pukulan kepada Langit. Namun hal itu ia urungkan. Biar bagaimanapun Langit tetaplah atasannya. Meskipun sekarang Samuel bekerja dengan Dirga. Tanpa mereka sadari sedari tadi, ada sepasang telinga yang mendengarkan pembicaraan mereka. Orang itu mengangkat kedua sudut bibirnya, mengulas sebuah senyuman penuh arti. Tatapannya yang tajam, mampu membuat orang di sekitarnya merasa takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN