Hari ini Samuel sedang mengambil cuti kerjanya. Karena dia ingin pergi ke suatu tempat yang sudah lama tidak ia datangi. Di mana tempat itu menyimpan sebuah kenangan yang sangat berarti bagi Samuel.
Sedangkan Tisha yang sudah bersiap ingin berangkat bekerja, tidak menemukan keberadaan bodyguard nya tersebut. Lantas, Tisha mencari keberadaan Samuel di paviliun yang terketak di samping rumahnya. Tempat di mana Samuel tinggal selama ini di rumahnya.
Padahal sebelumnya Samuel sudah ditawari oleh Dirga untuk menempati rumah di samping sebelah kanan kediaman Dirga. Namun, Samuel menolaknya dengan alasan akan sangat efektif jika dirinya tinggal lebih dekat lagi dengan mereka. Lalu Samuel memilih salah satu paviliun yang ada di samping rumah Dirga.
"Tumben dia sudah nggak ada di tempatnya," gumam Tisha di saat tidak menemukan Samuel di tempatnya.
Kemudian wanita itu membawa langkahnya kembali masuk ke ruangan keluarga, dimana di sana ayah dan mamanya sedang bersantai. Ayahnya yang mengambil pensiun dini, karena ingin menghabiskan waktunya dengan sang istri yang selama ini mereka hidup terpisah. Dirga menyerahkan perusahaannya kepada sang adik, Dion. Dan dibantu dengan Franky.
"Yah, tau ke mana perginya Kak Sam? Aku ke paviliun kok nggak ada? Tisha kan mau berangkat ke kantor," tanya Tisha kepada ayahnya yang sedang menikmati waktu paginya dengan bermanja ria kepada sang istri. Hal itu membuat Tisha jengah menatap kemesraan mereka yang tidak mengenal tempat.
Dirga bangun dari tempatnya, lalu menatap putri semata wayangnya. "Dia minta libur hari ini, Sayang. Ada urusan yang mendadak katanya," jawab Dirga. "Ayah saja yang mengantar kamu?" tawar Dirga kemudian. Meskipun tanpa berkata terlebih dulu, pria ini tidak akan membiarkan putrinya berangkat sendiri. Setidaknya ada orang yang menjaga putrinya.
"Nggak usah, Yah. Tisha berangkat sendiri saja. Ayah temani Mama saja. Kalau perlu buatkan Tisha adik, ya?" ucap Tisha yang menggoda orang tuanya seraya mengedipkan sebelah matanya nakal. Lalu gadis itu segera beranjak dari sana sebelum ayahnya itu menghentikan dirinya.
Tisha memutuskan untuk berangkat sendiri. Lalu wanita itu berjalan menuju dimana mobilnya terparkir. Di saat Tisha sampai di tempat parkir, ia melihat mobil yang biasa Samuel kendarai masih tersimpan rapi di sana. Membuat Tisha bingung. Lantas, Tisha memeriksa garasi bagian motor yang tak terhitung jumlahnya. Karena sang ayah sangat suka sekali mengoleksi motor-motor gedhe. Tisha memeriksa motor yang biasa digunakan oleh Samuel. Dan ternyata motor pria itu sudah tidak ada berada di sana.
"Tumben dia bawa motor," gumam Tisha.
Biasanya pria itu selalu membawa mobil favoritnya, dengan alasan tidak terkena panas dan polusi. Tisha merasa aneh, kenapa Samuel hari ini mengendarai motor gedhenya.
Pusing memikirkannya sendiri, Tisha segera bergegas dari sana dan menuju ke kantornya. Dia akan menanyakan nanti lewat telepon. Meskipun Tisha tahu pria itu tidak akan memberitahu dia pergi kemana kepada Tisha. Sungguh, pria yang tak bisa ia dekati sama sekali. Meskipun Tisha sudah mencoba beberapa cara yang ekstrim.
Di tempat yang terlihat jauh dari keramaian kota, terlihat seorang pemuda tengah turun dari motor gedhenya. Pria itu melangkah menuju sebuah rumah yang sangat sederhana dan tidak besar jika di banding rumah lainnya. Serta keadaan rumah itu yang terlihat sedikit kotor. Seperti tidak terurus oleh pemiliknya.
Samuel berhenti sejenak di depan rumah yang penuh kenangan tersebut. Rumah yang menyimpan sebuah memori di saat ia kecil, sebelum dirinya ditemukan oleh Langit beberapa tahun silam. Meskipun rumah ini bukan rumah orang tuanya, karena sampai sekarang dia tidak tahu dimana keberadaan kedua orang tuanya. Masih hidup atau malah sebaliknya.
Namun, berkat rumah inilah Samuel mempunyai teman yang sampai sekarang masih berhubungan meskipun mereka tinggal di Negara yang berbeda. Dulunya rumah ini merupakan rumah seorang preman yang menyekap beberapa anak kecil yang mereka culik dan dijadikan satu tinggal di sini. Ada yang disuruh menjadi pengemis, ada juga yang menjadi pencuri. Dan Samuel memilih mengikuti jejak orang yang menculik mereka, yakni preman.
Samuel beruntung telah dipertemukan dengan Langit di saat dirinya sedang terluka parah karena keluar dari genk mereka. Karena peraturan dari para preman tersebut ialah masuk harus melali uji coba kekenalan fisik, begitu pun dengan keluar dari kelompok mereka juga harus menerima ujian fisik yang mereka berikan. Seperti mendapat senuah tendangan, pukulan, tusukan, bahkan sebuah peluru yang menembus ke dalam daging mereka pun itu sudah menjadi hal yang sangat biasa terjadi. Asal mereka tidak mengarahkan ke arah vital mereka.
“Sudah lama sekali semenjak kejadian itu terjadi,” lirih Samuel tersenyum miris ketika mengingat hidup mereka di masa remaja. Sungguh sangat mengesankan bagi mereka dan tidak akan pernah mereka lupakan bagi anggota yang selamat diwaktu keluar dari kelompok yang dibuat oleh preman yang dulu menculik mereka.
Kemudian tangan Samuel membuka kenop pintu yang sudah mau lepas. Namun, belum sempat kenop itu Samuel putar, terbukalah pintu itu dari arah dalam. Membuat Samuel kaget dengan apa yang dia lihat sekarang ini. karena sepengetahuannya rumah ini tidak ditinggali siapa pun semenjak mereka memutuskan untuk membubarkan diri. Lalu siapa yang berani menempati rumah ini? orang dikasih saja pasti akan menolaknya dengan sangat tegas. Selain rumahnya yang sudah kotor, di setiap dinding ruangan rumah ini terdapat noda darah. Itu sudah menjadi hal biasa bagi Samuel dan teman-teman seperjuangannya dulu. Jika ada yang melanggar peraturan, maka kepala mereka akan dibenturkan ke dinding oleh anggota yang lain. Tentu saja akan dengan sangat keras dan penuh tenaga saat melakukannya.
“Tuan mencari siapa?” tanya anak kecil sekitaran berusia dua belas tahun tersebut. Baju yang dikenakan pun juga sangat lusuh. Hal itu mengingatkan Samuel akan dirinya yang dulu.
Samuel mencoba menjaga air mukanya yang sebenarnya sangat terkejut dengan munculnya anak laki-laki ini dari dalam rumah yang ia dengar sudah tidak ada yang menempatinya.
“Apa ada yang menempati rumah ini?” tanya Samuel berpura-pura tidak mengetahui jika ada yang menempati rumah ini. “Siapa yang menempati? Bolehkah aku bertemu dengan dia?” Samuel mencecar berbagai pertayaan kepada anak kecil yang masih setia berdiri di ambang pintu.
Anak itu terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan yang dilayangkan oleh pria yang tengah menatap dirinya dengan penuh selidik. “Maaf, Tuan. Saya yang menempati rumah ini dengan adik saya. Apa Tuan pemilik rumah ini?” jawab anak kecil itu seraya menundukkan kepalanya takut karena pria yang sedang berdiri di hadapannya itu menatap dirinya dengan begitu intens.
“Kenapa memilih rumah ini? Bukannya rumah ini terlihat sangat mengerikan? Siapa juga yang memberitahumu jika rumah ini kosong dan tidak ada pemiliknya?” lagi dan lagi Samuel melayangkan beberapa kalimat pertanyaan kepada anak kecil itu.
Namun, di saat anak kecil itu ingin menjawab pertanyaan dari Samuel, tiba-tiba saja ada sebuah busur panah melayang melewati Samuel dan tepat menancap di d**a anak itu. Tanpa menunggu lama, anak itu pun tersungkur ke lantai.
Hal itu sungguh membuat Samuel geram. Padahal niatannya datang ke sini hanya untuk mengenang meninggalnya teman perempuannya yang dulu mati di tangannya. “Apa kalian ingin bermain denganku?” geram Samuel setelah memeriksa napas anak kecil itu sudah tidak terhembus lagi.