Sharvani melirik cemas ke layar ponselnya. Jam sudah menunjukkan pukul delapan. Itu artinya, mereka telah terjebak macet selama lebih dari empat puluh menitan—dan sejauh ini, belum ada tanda-tanda kemacetan akan terurai. Ponselnya terus berdering sejak dua puluh menit terakhir. Mama dan Mama mertuanya bergantian menelepon, menanyakan keberadaan mereka. Sharvani menjawab sejujurnya, sekaligus meminta maaf karena terlambat datang, padahal mereka sendiri yang mengatur janji makan malam ini. “Mas, gimana ini?” tanyanya dengan nada cemas, menoleh ke arah Galindra. “Aku takut mereka pulang karena kelamaan nunggu.” “Kita tunggu sebentar lagi, ya. Semoga beberapa menit ke depan sudah mulai bergerak.” Beruntung, ucapan Galindra terbukti. Beberapa menit kemudian, arus kendaraan mulai mengalir mes