Suara hujan mengguyur jendela. Lampu meja menyala redup, menyinari lembaran kertas yang telah berkali-kali dicoret dan diganti. Galindra duduk bersandar di kursi kerja, dengan tangan kanan memegang pena, dan tangan kiri menekan pelipis. Di hadapannya, segelas kopi yang sejak tadi tak disentuh, dingin tak bersisa uap. Helaan napas berat keluar dari mulutya sebelum akhirnya dia mulai menulis lagi. Mama dan Papa yang aku hormati dan cintai, Izinkan aku menulis surat ini, bukan untuk membela diri, tapi untuk menunjukkan betapa dalamnya penyesalanku. Aku tahu, tak ada kalimat yang cukup kuat untuk menghapus kekecewaan Mama dan Papa terhadapku. Tapi aku berharap, melalui surat ini, Mama dan Papa bisa melihat hatiku yang kini benar-benar berubah. Aku gagal menjadi suami yang baik di awal pern