.Hari ini Niko pergi ke Bandung untuk menghadiri rapat. Papa Niko berpesan agar putranya itu mampir untuk bertemu dengan Andini agar mereka saling mengenal. Niko yang hatinya menolak pun berangkat ke Bandung dengan perasaan tidak nyaman. Dia hanya ingin pergi ke Bandung rapat lalu pulang lagi ke Jakarta.
"Kita langsung pulang ke Jakarta aja," kata Niko saat dia selesai rapat.
"Maaf pak, bapak harus menjemput Bu Andini di sekolahnya sekarang," jawab Rivan asisten Niko.
"Van, kamu membantah saya! Saya pecat kamu kalo berani membantah saya!" Niko naik pitam.
"Maaf pak, tapi saya lebih takut pada pak Haris. Saya akan mengantar bapak ke sekolah Bu Andini sekarang."
"Manja amat jadi orang," gerutu Niko dalam hati.
Rivan mengantar Niko ke sekolah Andini. Andini mengajar di salah satu SMA internasional di Bandung. Ini adalah jam pulang kerja Andini.
"Cwe ga ada guna kaya gitu, apa yang bisa diandelin. Dia bisa apa sih," batin Niko yang kesal dengan aturan papanya.
Ponsel Niko bergetar, dia segera mengambil benda pipih itu dari saku jasnya.
"Halo sayank," ucap Niko saat tahu yang menghubunginya adalah Laura.
"Kamu lagi di mana? Aku kangen, udah lama kita ga ketemu," ucap seorang gadis di seberang sana.
"Aku lagi dinas di Bandung sayank. Aku baru pulang besok. Besok kita ketemu ya."
"Beneran besok?"
"Iya, besok aku jemput pulang kantor ya."
"Baiklah aku tunggu. I miss u," suara di sana yang sangat di rindukan Niko. Memang sejak ayahnya ingin menjodohkan Niko dengan Andini, dia hampir tidak di beri waktu untuk bisa bertemu dengan Laura. Kesibukan bekerjanya sangat luar biasa.
"Maaf pak, besok bapak ada meeting dengan Mr. Samuel jam 5 sore," Rivan mengingatkan.
"Tunda sampe jam 7. Aku mau jemput Laura dulu."
"Jam 7 anda ada makan malam dengan Bu Dewi dari Axara, Pak."
"PAPAAAAA!!!!" Niko menjerit mengamuk dengan kepadatan jadwal yang sudah di tentukan papanya. Mukanya sangat masam dan kesal.
"Awas saja kau gadis sialan. Akan aku balaskan semuanya buat kamu!!" gerutu Niko dalam hati.
Mobil Niko berhenti di sebuah gedung sekolah yang besar dan luas. Rivan turun ke ruang penjaga sekolah, dia meminta ijin untuk masuk ke dalam gedung sekolah.
"Apa harus sampe seperti ini?" tanya Niko penuh dengan nada kesal ke Rivan.
"Nanti ibu dan bapak akan di antar supir untuk makan bersama sebelum pulang. Saya akan membawa mobil Ibu Andini. Bapak mau menunggu di sini atau kita ke kantin sekolah pak?" tanya Rivan sambil menoleh ke kursi belakang.
"Di sini saja, keenakan dia nanti kalo pake dijemput segala."
Mobil terparkir di bawah pohon rindang. Niko membuka jendela pintu mobilnya ingin merasakan embusan semilir angin yang bertiup.
Udara segar dari lingkungan sekolah yang luas dan asri membuat Niko ingin tidur sebentar. Embusan angin yang memainkan rambutnya dan menerpa matanya yang tajam seolah merayunya untuk segera tertidur.
"Bu, besok kita praktek lagi ya?"
"Bu, kapan-kapan ajarin lagi donk."
"Bu, denger-denger mau nikah ya? Hayoo Bu Andini akhirnya menikah."
Suara berisik membuat Niko yang sempat terpejam dan tertidur jadi membuka mata. Dia melihat di sekitarnya sudah banyak remaja SMA memakai bawahan hitam dan kaos berkerah berwarna biru dongker. Murid-murid SMA Internasional ini sudah bubar sekolah rupanya.
Tampak dari kejauhan, seorang gadis dengan kerudung siffon berwarna peach sedang berbincang dan tertawa bersama murid-muridnya.
Tawanya sangat bahagia. Dia tampak sedang dicandai oleh murid-muridnya. Tawa lepas penuh ketulusan dan perhatian. Tawa yang indah di wajah yang sederhana dan ayu. Tawa yang diam-diam membuat Niko ikut tersenyum.
"Cantik banget dia kalo kaya gitu," ucap Niko lirih.
"Eh apaan sih. Ga ... ga bener itu." kata Niko menyadarkan dirinya.
"Saya akan menjemput Bu Andini, pak," kata Rivan yang tersenyum mendengar apa yang dikatakan bosnya.
Tampak Rivan mendekati Andini di mobilnya. Andini menoleh ke arah yang ditunjukkan Rivan.
Niko segera membuang wajahnya saat tau Andini menoleh padanya. Andini berjalan menuju ke mobil Niko bersama Rivan.
"Pak, Bu Andini sudah datang. Saya akan mengikuti dari belakang," ucap Rivan sambil membukakan pintu untuk Andini.
Andini masuk ke dalam mobil. Dia melihat Niko sebentar.
"Kok ga bilang mas, kalo mas mau kesini?" tanya Andini.
"Papa yang nyuruh. Aku cuma mau meeting kok," jawab Niko ketus.
"Kalo ga mau, ga usah di paksa. Mas pulang aja." Andini membuka pintu mobil hendak turun.
"Eh tunggu!! Kita makan dulu, habis itu mas anterin pulang. Mas ga mau ada masalah ama papa."
"Baiklah kalau memang itu mau mas," ucap Andini sambil menyembunyikan senyumnya di balik kerudungnya.
Andini sudah mendengar cerita tentang Niko dan Laura dari Jonathan, adik Niko. Andini mulai sedikit mau untuk membantu Jonathan melepaskan Niko dari jeratan licik Laura.
Andini sendiri sebenarnya sudah menyimpan rasa suka pada Niko saat mereka pertama bertemu. Hanya saja dia malu mengakuinya.
"Mas, langsung pulang nanti?" tanya Andini ke Niko yang dari tadi membuang muka padanya.
"Hmm. Kenapa, kamu mau menahanku?" tanya Niko penasaran dengan jawaban Andini.
"Ga kok, kalo mau pulang ya pulang aja. Kan Mas Niko punya rumah, ngapain juga nahan mas di sini," jawab Andini datar tanpa menoleh ke Niko.
Niko yang mendengar ucapan Andini menjadi makin kesal dan menoleh dengan tatapan marah ke Andini. Andini yang merasa Niko sedang marah padanya, menoleh ke Niko dan tersenyum manis sambil mengangkat kedua bahunya.
"Kalo lu bukan cwe, udah gw hajar lu sekarang juga!!" gerutu kemarahan Niko dalam hati. Tangan Niko mengepal menahan kemarahan.
Sopir menghentikan mobil di sebuah kafe yang tidak terlalu ramai. Rivan telah menyewa sebuah tempat di kafe ini untuk bosnya makan sebelum mereka kembali ke Jakarta.
"Silakan pak, saya sudah menyiapkan tempat untuk bapak dan ibu," ucap Rivan sambil membukakan pintu untuk Niko , sedangkan sopir membukakan pintu untuk Andini.
Dengan langkah malas dan langkah yang terkesan dipaksakan, Niko masuk ke dalam kafe mengikuti Rivan. Niko dan Andini duduk di sebuah kursi secara berhadapan.
Niko sibuk memainkan gawainya sambil menunggu makanan mereka datang. Andini pun juga sedang bermain dengan gawai di tangannya.
"Bu Andini," sapa seseorang sambil menepuk pundak Andini.
Andini menoleh ke arah orang yang menepuk pundaknya. "Bu Rahma," sapa Andini dengan senyum lebar memamerkan deretan giginya yang rapi. Dia bersalaman dan bercipika cipiki ria dengan wanita yang ada di depannya.
"Masya Alloh, udah lama banget kita ga ketemu. Di mana sekarang, Bu?" tanya Andini ke temannya.
"Saya pindah ke Balik papan ikut suami. Sejak resign saya jadi di rumah aja, rawat ini anak ampe udah dua," jawab wanita itu sambil memamerkan kedua anaknya.
"Eh lucunya. Main Bu ke sekolah. Guru-guru lainnya pasti seneng ketemu Bu Rahma."
"In syaa Alloh. Itu calonnya, Bu?" tanya Rahma sedikit berbisik.
Andini menoleh ke arah Niko, Niko yang kedapatan melihat ke arah Andini terpaksa tersenyum dipaksakan ke arah kedua wanita yang ada di depannya.
"Doakan aja bu, moga jodoh," jawab Andini.
Andini melanjutkan sedikit obrolannya dengan temannya, senyum terus mengembang di wajahnya. Senyum yang terus diamati oleh Niko.
Senyum yang perlahan menggerogoti hati Niko. senyum tulus tanpa beban dan pamrih. Niko sedikit mengagumi penampilan Andini.
"Mas, kok ngelamun?" tanya Andini yang melihat Niko senyum-senyum sendiri sambil menunduk.
"Heeh ... siapa yang melamun. Aku lagi SMS an kok," jawab Niko beralasan sambil menunjukkan ponselnya.
"Pasti pacarnya lagi," keluh Andini dalam hati.