Tanpa peringatan, salju mendadak turun malam itu. Berawal hanya beberapa keping, turun bak taburan kapas, hingga makin lama makin tebal dan tidak berhenti. Hembusan angin dinginnya terasa membekukan tulang dengan kecepatan layaknya sebuah kereta berkuda enam. Aelina meringkuk di dalam tendanya berbalut dua mantel, selimut dan lengan Tobias yang ikut memeluknya dari belakang. Ia sudah memerintahkan penduduk Eelry untuk tidak keluar dari tendanya masing-masing hingga badai salju berakhir. “Masuklah ke dalam mantel, Tobias. Kau bisa mati kedinginan diluar selimut,”perintah wanita itu memaksa. “Tenanglah, aku baik-baik saja.” “Cih! Aku bisa mendengar gigimu yang gemeretakan.” Aelina membuka mantel yang menutupinya dan menyelimutkannya ke bahu Tobias, sebelum menyelipkan badannya sendiri