PATHETIC

1281 Kata
Tak ada yang berubah dari Hakuseki Gakuen. Ia tetap sekolah menengah atas paling ekslusif di Jepang. Bahkan seluruh Asia. Sekolah itu memiliki bangunan yang mewah dan dilengkapi oleh berbagai fasilitas canggih. Tak heran jika anak-anak yang belajar di sana pun didominasi oleh anak-anak golongan atas. Haruslah anak-anak yang sangat kaya dan sangat pintar. Atau sangat kaya seperti Hashimoto Shuuya. Atau sangat pintar sehingga bisa memperoleh beasiswa penuh seperti Ryukamine Ao. Tak ada yang berubah dengan itu semua. Bisa dibilang lulusan Hakuseki Gakuen adalah jaminan manusia cemerlang. Meski begitu mereka juga menerima murid pertukaran pelajar dari luar negeri seperti William Rhen. Kasus Rieki Shinmei belum terpecahkan. Orang yang dipanggil master dari badan penyelidik internasional IQCI juga masih berusaha memutar otaknya untuk menemukan kelima Rieki Shinmei yang tersebar di berbagai belahan dunia. Tak ada yang berubah dengan semua itu. Tapi, jalan hidup seseorang tengah berubah. Seseorang yang awalnya bukan siapa-siapa. Mungkin ia anak terpintar dari kumpulan anak paling cerdas se-Jepang. Se-Asia mungkin. Tapi, selain itu tak ada yang istimewa darinya. Saat pulang sekolah. Beberapa siswa ada yang harus tetap tertahan di sekolah untuk kegiatan klub. Namun, yang lain barang tentu langsung menuju pintu keluar. Itulah yang terjadi dengan Ao dan Shuuya. Seperti biasa. Tapi, seperti yang sudah dikatakan. Ada yang berbeda. Dalam perjalanan menuju pintu keluar utama dari gedung sekolah. “William kun, kau mau apa?” tanya Ao pada William yang sejak tadi berjalan merapat di sisinya. “Aku sangat menyesal karena telah salah paham pada Ryukamine-san selama ini. Sebagai gantinya aku akan melindungimu dari perilaku buruk anak lain,” jawab William. Shuuya yang berjalan di sisi kiri Ao jelas muak sekali. Bagaimanapun ia harus menyelidiki kasusnya sendiri. Kasus bagaimana mungkin ada orang yang bisa terhindar dari nasib yang telah ditentukan olehnya. Ditentukan oleh Tuhan. Blank Record-nya seharusnya sudah berakhir saat Shuuya menentukan bahwa seharusnya William mati dengan cara yang telah ditentukan. Tapi, kini hidupnya malah berlanjut. Dan Shuuya jadi harus terjebak dalam pilihan untuk mencabut nyawa sahabatnya sendiri. Kini ia baru sadar bahwa ujian ini tidak semudah yang ia bayangkan. “Shuuya kun,” panggil seorang pemuda berambut pirang dari belakang ketiganya. Menghentikan langkah ketiganya. “Maafkan aku. Ada yang perlu kubicarakan dengan Shuuya kun,” katanya memohon izin. Untuk Ao ini adalah suatu hal hebat. Jarang pendapatnya dihargai. Setelah Ao dan William menjauh Erick mulai bicara pada tuannya. Pemegang kontraknya. “Aku mendapat satu hasil lagi dari penyelidikan kita. Dalam penghitungannya, usia William Rhen memang seharusnya telah berakhir. Tapi, ia masih hidup hingga kini. Itu karena manusia yang memiliki antigene menyumbangkan 1/5 hidupnya untuk kelanjutan hidup manusia yang takdirnya berubah karenanya. Sebagai contoh jika usianya sisa 10 hari. Maka manusia yang takdirnya telah berubah akibat keturutsertaan manusia pemilik Antigene maka ia akan tetap hidup selama dua hari selanjutnya.” “Lalu, menurutmu Ao yang melakukan semua itu? Kemungkinannya hanya Ao adalah pemegang kontrak Keaven, musuh dunia. Atau Ao adalah pemilik antigene. Yang mana kita harus membunuhnya. Begitu?” tanya Shuuya. “Begitulah,” jawab Erick. “Lalu, jika benar apa yang akan terjadi pada Keaven?” tanya Shuuya dengan wajah dingin. Wajahnya membekukan waktu. Membuat mereka terpisah dari laju dunia yang sesungguhnya. “Ia akan mendapat hukuman dari God of Death Dispatch Competence. Hukuman yang terberat,” jawab Erick. “Berarti yang kau maksud adalah kematian contractor tak akan berpengaruh pada hidup shinigami itu. Berarti kematian salah satu antara shinigami maupun contractor tak akan berpengaruh. Yang terpenting untuk kalian adalah memberi hukuman pada Keaven. Tanpa memerdulikan siapa pun kontractornya,” simpul Shuuya. Erick membalas, “Bisa dibilang satu diantara mereka harus mati. Kantor kami telah menentukan. contractor Keaven harus mati dan dikirim ke neraka.” Tatapan Shuuya berubah s***s. Menatap Erick yang terbesit keraguan di wajahnya. “Kita akan membunuh Keaven. Kalaupun tersangka kita hanya Ao. Maka Keaven lah yang harus mati. Dan tangan itulah yang akan menghabisinya. Tanganmu.” “Keaven harus mendapat hukuman dari petinggi negeri kami: shinigamitachi no sekai. Ia tak boleh mati. Menurut peraturan juga contractor-nya yang harus dibunuh. Itu tugasmu. Rieki Shinmei. Utusan Tuhan.” “Maksudmu jika benar Ao adalah contractor Keaven. Aku yang harus menghabisinya? Atau siapa pun. Yang jelas Ao harus mati?” “Benar.” “Mengapa tidak kau saja? Peraturan apa?” Erick terdiam seribu bahasa. “Apa hubunganmu dengan Keaven?” tanya Shuuya menantang. “Kita akan membicarakan soal ini nanti. Sekarang sebaiknya kita segera kembali sebelum kedua temanmu curiga.” Erick tertunduk berjalan menghampiri Ao dan William yang juga tengah sibuk mengobrol. Erick melihat Ao. “Kau hebat sekali bisa membuat Shuuya kun pulang berjalan kaki setiap hari.” Ao tersenyum pada Shuuya. Mereka kembali berjalan. “Hashimoto san memang terlalu memaksakan diri.” “Shuuya san dan Ryukamine san dekat sekali ya?” tanya William. “Mereka seperti cat dan tembok. Hampir tak terpisahkan,” jawab Erick diselingi senyuman tipis. Suasana yang begitu damai. Tawa yang tulus. Di antara mereka berempat. Ao sangat bahagia. Ia yang selalu sendiri. Dimulai oleh Shuuya. Kini dunianya begitu ramai dan menyenangkan. Ia tak ingin meninggalkan semua ini. Dunia indah yang terlihat dari balik bingkai hitam kacamatanya. Gambaran dunia sempurna. Hingga sepasang kaki itu melangkah memasuki gedung dari arah yang berlawanan dengan mereka. Semua anak di tempat itu menghentikan aktifitasnya. Menatap wajah siswa baru itu. Menambah daftar siswa tampan yang bersekolah di sana. Barangkali dia model. Wajah tampannya membuat para siswi rela menahan nafas. Sekejap Ao menjatuhkan tas yang ditentengnya di tangan kanan. Rasanya waktu, dunia, segalanya berhenti tak urung juga menghentikan laju pikiran. Menyadari semua itu si pemuda tersenyum lembut. Menambah ketampanannya. Ia berjalan maju. Mendekati keempat orang itu. Semakin dekat langkahnya semakin banyak keringat yang mengucur dari tubuh Ao. Seperti segala kejeniusanya sudah tak lagi berguna. Ia jadi merasa ajalnya sudah dekat. Pemuda tampan itu berhenti tepat di hadapan Ao. Ia berlutut dengan satu lutut duduk pada lutut (kata hiza) dan tangan kiri yang menempel di d**a. “Konnichiwa, botchan,” ucapnya bak petir di siang terik. Setelahnya pemuda tampan itu berdiri dan mengamati ketercengangan Ao dengan wajah geli. “Akihara?” tanya Ao berusaha melawan keterkejutannya. Semua anak yang ada di sana terdiam menunggu kelanjutan kejadian itu. William memiliki kemiripan dengan Shuuya. Yaitu jika telah bertekad akan sesuatu. mereka akan berjuang mati-matian untuk hal itu. Apa pun yang terjadi. “Siapa kau?!!” teriak keduanya disaat yang bersamaan dengan nada curiga yang keras. “Nama saya Takehiko Akihara. Saya adalah penerus butler keluarga Yatsuhisha generasi kelima. Dan ia adalah Ryukamine Ao, keturunan kedelapan klan Yatsuhisha sekaligus pewaris tunggal Yatsuhisha Corporation,” terang pemuda ganteng itu. Anak-anak yang tadinya diam perlahan mulai melanjutkan aktifitasnya yang tertunda setelah melihat kejelasan ending dari peristiwa itu. Mereka semua mengenal Ao. Dan dengan kenyataan yang baru saja mereka ketahui ingin rasanya mereka melupakan siapa Ao sebelumnya. “Lalu, kau mau apa?!” teriak William sewot. Akihara tersenyum simpul. “Tentu saja melaksanakan kewajiban saya. Tuan Muda telah menolak tinggal di kediaman keluarga Yatsuhisha selama ini. Tugas saya adalah membawanya pulang,” jawabnya kalem. Shuuya menengok Ao pelan. “Apa ini benar?” tanyanya. Ao dengan wajahnya yang lembut. Mengangguk lemah. “Tidak boleh. Ao Senpai akan pulang bersama kami,” teriak William. Seperti berusaha menjaga sesuatu yang begitu berharga. Akihara mendorong dahi William dengan dua jarinya. “Saya tidak punya urusan denganmu, anak kecil.” Ao memegang pundak William. “Sudahlah.” Ia tersenyum seperti biasa. Senyumannya yang selalu lembut. Kini bertabur sedikit kecut. Ia melangkah menjauh. Dilambaikan tangannya dari ambang pintu. “Duluan, ya.” Akihara berjalan di sisinya. Menggantikan proteksi yang sebelumnya milik Shuuya. Akihara merebut arti Shuuya untuk dirinya sendiri. Ia ingin terus menjadi satu-satunya yang melindungi Ao. Seharusnya begitu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN