Tania duduk di sofa empuk ruang tamu rumahnya yang diterangi cahaya hangat dari lampu gantung. Perutnya yang membuncit jelas menandakan bahwa dia sedang menantikan kelahiran buah hatinya. Kehamilannya telah memasuki bulan kedelapan, dan rasa bahagia bercampur cemas sering kali menyelimuti dirinya. Namun, dengan Ken di sisinya, semua rasa takut itu seakan menguap begitu saja. Ken, suaminya yang penuh perhatian, tak pernah lelah mengawasi Tania, memastikan bahwa istrinya itu mendapatkan semua kenyamanan dan cinta yang dia butuhkan. Pagi itu, ketika Tania mencoba berdiri untuk mengambil segelas air, langkahnya terhenti oleh sentuhan lembut di lengannya. “Sayang, duduk saja. Biar aku yang ambilkan,” kata Ken dengan senyumnya yang hangat. Tania hanya bisa mengangguk dan tersenyum kecil, hatiny