Kansa mengambil piring di depan Sultan, kemudian mengisinya dengan nasi. “Segini cukup?" tanya Kansa yang belum tahu seberapa porsi makan Sultan.
Dengan sepasang bibir terkatup, Sultan menatap piring di tangan Kansa. Sebelah alis pria itu terangkat.
“Mau pakai lauk apa?” tanya Kansa lagi. Menganggap porsi nasi yang ia ambil sudah cukup karena Sultan tidak menjawab.
Wanita itu menarik napas pelan. Kansa bergerak mengambil potongan daging yang ditunjuk oleh Sultan. Pria itu tidak bersuara. Mungkin mendadak kena sariawan setelah memutuskan hubungan kerja dengan seseorang yang bernama Darius, batin Kansa.
Kansa mendengar saat Sultan berbicara lewat telepon genggamnya.
Kansa mengikuti arah jari Sultan menunjuk. Mengambil apapun yang ditunjuk oleh pria itu, kemudian meletakkan piring yang sudah terisi penuh itu ke hadapan Sultan. "Silahkan."
Sepasang bibir yang terkatup rapat itu mengerut, sebelum kemudian terbelah beberapa detik kemudian. “Mulai besok kamu harus mengurus rumah ini sendirian. Kamu juga harus masak sendiri.”
Sultan menggulir bola mata ke arah pria yang duduk berseberangan meja dengannya. Mengangkat alis begitu melihat kepala orang yang ditatap bergerak turun naik.
Kansa mengisi piringnya sendiri, kemudian terdiam beberapa saat ketika membaca doa dalam hati. Setelah itu, tanpa menghiraukan pria di depannya, gadis itu mulai menyuap makanannya.
Sultan mengernyit melihat Kansa terlihat begitu menikmati makanan di depannya. Pria itu mendengkus. Dasar. Mungkin selama ini Kansa tidak pernah makan daging, batinnya melihat lauk yang ada di piring Kansa adalah rendang daging.
Pria itu berdecak pelan sebelum akhirnya ikut menyuap makanannya. Tidak ada yang bicara hingga kedua suami istri baru itu menyelesaikan makan siang mereka.
Kansa meneguk minumannya. Mengembalikan gelas yang menyisakan setengah isinya ke atas meja. Kansa mengambil piring bekas makan Sultan. Menumpuk ke atas piringnya sendiri lalu beranjak dari tempat duduk.
"Kamu harus membersihkan semua bagian rumah ini. Ingat, kamu tidak boleh masuk ke kamarku, tanpa persetujuan dariku."
Kansa mengangguk patuh. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari sepasang bibir kemerahan tersebut. Membuat sang lawan bicara menekan katupan rahangnya.
"Aku terbiasa sarapan sebelum berangkat kerja."
Kansa kembali mengangguk tanpa bersuara. Membuat Sultan menggeram tertahan. Dia seperti sedang bicara dengan patung. "Aku tidak suka makanan pedas." Pria itu menatap tajam sepasang bola mata yang bergulir--hingga tatapan mereka terpaut.
Seolah paham arti tatapan Sultan, Kansa akhirnya menjawab dengan suara. "Baik."
Sultan akhirnya menghembus napas lega. Setidaknya dia tidak tinggal di bawah atap yang sama dengan robot. Ah, robot saja sekarang sudah bisa bicara.
****
Sementara di kediaman Yahya, Nabila menangis. Dia masih tidak bisa menerima perlakuan dari Sultan. Sultan mempermainkan dirinya. Membuatnya malu di depan para tamu undangan. Dan membuatnya merasa terhina. Posisinya digantikan oleh adik angkatnya yang hanya anak seorang pembantu. Harga dirinya diinjak-injak.
Apa yang akan dia katakan saat para penggemarnya tahu, dan bertanya padanya? Nabila meraung, meluapkan sakit hatinya. Telapak tangan wanita itu mengepal kuat. Dia menyayangi Kansa, tapi, gadis itu begitu tega mengkhianatinya.
‘TOK! TOK! TOK!’
Suara ketukan pada daun pintu tidak membuat Nabila berhenti menangis. Dia sedang patah hati.
“Bila … Nabila. Ada Darius di depan.” Mama Nabila memberitahu sang putri. Ia tahu sang putri memiliki hubungan baik dengan sahabat mantan calon suaminya.
“Coba bicara dengannya. Mungkin dia punya informasi kenapa Sultan mempermalukan kita, Sayang. Mama masih tidak bisa menerimanya.” Mama Nabila bicara dari balik pintu.
“Suruh masuk, Ma.” Nabila mengusap wajah basahnya. Masih sesekali terisak.
Tak berapa lama pintunya terketuk, lalu terdorong dari luar. Nabila beranjak dari tepi ranjang. “Darius … apa kamu tahu kalau Sultan selama ini selingkuh dengan Kansa?” tanya langsung Nabila. Sepasang mata wanita itu masih merah dan basah.
“Aku tidak tahu.” Darius melangkah masuk. Pria itu menutup kembali daun pintu lalu berjalan menghampiri Nabila. “Tapi aku bersyukur kalian tidak jadi menikah.”
“Apa?" Nabila langsung memukul d*da Darius begitu pria itu berhenti di depannya.
“Karena aku mencintaimu. Kamu tahu itu.”
“Tapi aku tidak.”
Darius menangkap kepalan tangan Nabila yang sudah akan memukulnya lagi. “Sepertinya dia tahu sesuatu soal kita.”
“Apa maksudmu?”
“Sultan baru saja menghentikan bisnis kami. Dia memutuskan hubungan kerja kami.” Darius memberitahu. Pria itu menarik napas dalam-dalam, menahan sesaat sebelum menghentaknya kemudian.
Nabila terdiam. Sepasang mata bengkak wanita itu mengedip cepat beberapa kali. “Maksudmu … Sultan … dia … dia tahu … hubungan kita?” tanya terbata Nabila dengan wajah yang berubah pias.
“Iya.”
Nabila lemas seketika. Kedua kaki wanita itu goyah hingga Darius harus menahan pinggang Nabila supaya wanita yang sedang patah hati itu tidak terjatuh. Darius kemudian mendudukkan Nabila ke tepi ranjang. Pria itu mengambil kursi di depan meja rias, lalu membawanya ke depan Nabila.
Nabila tertegun dengan pandangan mata kosong. Jantungnya berdegup cepat dan keras, hingga ia bisa mendengar suaranya. Jika benar Sultan tahu, habislah dia.
“Bila,” panggil Darius melihat Nabila terdiam. “Aku rasa itu pertanda dari Tuhan. Kamu memang tidak berjodoh dengan Sultan.”
Nabila mengedip. Bola mata wanita itu bergerak ke depan. “Aku sudah bilang hubungan kita selesai. Apa kamu yang memberitahu Sultan?" tanya Nabila. "Iya, kan? Kamu sengaja memberitahu dia?"
“Kamu menuduhku?”
“Kalau bukan kamu, lalu siapa? Tidak mungkin Sultan bisa tahu kalau tidak ada yang memberitahunya, Darius. Aku jelas tidak mungkin. Pasti kamu, iya, kan?” Ekspresi wajah Nabila berubah marah. “Kenapa kamu menghancurkan hidupku? Aku mencintai Sulan. Kita sudah selesai.”
“Aku tidak memberitahu Sultan. Aku memang ingin, tapi tidak.” Darius menekan-nekan katupan rahangnya.
“Kamu pasti bohong. Kamu sengaja memberitahu dia supaya pernikahan kami batal. Kamu jahat, Darius.” Nabila kembali memukul Darius sekenanya. “Sialan kamu. Aku menyesal pernah mengenalmu. Pergi dari kamarku. Mulai sekarang jangan pernah temui aku lagi.”
“Hei, tenang … tenang, Bil. Aku sudah bilang bukan aku. Aku memang ingin pernikahan kalian batal, tapi, aku bersumpah aku tidak memberitahu Sultan. Pasti ada orang lain yang mungkin pernah melihat kita berdua.”
“Siapa? Tidak ada. Tidak ada yang tahu,” sanggah Nabila. Dia tidak sebodoh itu sampai membairkan orang tahu tentang hubungannya dengan Darius, sementara semua orang tahu kekasihnya adalah Sultan.
“Itu yang harus kita cari tahu. Jangan malah marah-marah tidak jelas. Cari orang itu,” kesal Darius. Pria itu menatap lurus Nabila. “Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Lupakan Sultan. Kita mulai dari awal, oke?"
“Aku tidak mau. Aku sudah bilang kita selesai. Kamu tahu apa artinya selesai kan, Darius?”
“Omong kosong, Bil. Kamu tidak akan bisa selesai denganku. Mulutmu mungkin bilang tidak mencintaiku, tapi reaksi tubuhmu berkata lain.”
Darius langsung meraih tengkuk Nabila, kemudian menyatukan bibir mereka. Pria itu menahan kedua tangan Nabila yang berusaha berontak dengan satu tangan besarnya, sementara tangan yang lain menahan tengkuk wanita itu sehingga Nabila tidak bisa menjauh darinya.
Nabila memekik tertahan, berusaha berontak namun kekuatannya tidak seberapa dibanding dengan tenaga Darius.