Bab 4. Ikut Pulang Suami.

1207 Kata
“Pergilah, ikut suamimu. Sekarang surgamu ada pada suamimu. Jadilah istri yang baik. Jangan kecewakan Ibumu ini. Tunjukkan seperti apa Ibu sudah mendidikmu.” Kansa menundukkan kepala. Aria mata menetes turun dari sudut mata gadis itu. Dia tidak bisa berkata-kata. Keluarga suaminya menolak ibunya, dan keluarga angkatnya menginkan kesetiaan ibunya untuk membalas kebaikan mereka karena sudah menampung dan membiayai sekolahnya selama ini. Sungguh tidak ada pilihan. Kansa hanya bisa meneteskan air mata dalam diamnya. Sambil menahan isak tangis, Kansa beranjak dari tempat duduk. Melangkah menghampiri sang ibu kemudian menjatuhkan tubuhnya. Gadis itu bersimpuh di bawah kaki sang ibu. Kansa mencium punggung kaki ibunya dengan perasaan hancur. Kansa tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya setelah ini. Dia tidak peduli. Tapi ibunya? Wanita tua ini pasti akan mendapatkan perlakuan buruk setelah apa yang terjadi. Kansa melihat kemarahan di raut wajah orang tua angkatnya. “Berdiri, Nak.” Sumi, wanita yang sudah berumur 50 tahun itu menarik tubuh sang putri yang masih bersimpuh di kakinya. “Jangan menangis lagi.” Dia tahu putrinya sedang menangis, sekalipun ia tidak mendengar suara yang keluar dari mulut putrinya itu. Sumi kemudian memeluk sang putri. Wanita itu menahan susah payah air matanya. Dia tidak ingin memperlihatkan kesedihan yang akan membuat hati sang putri semakin sedih. “Ayo, suamimu sudah menunggu.” Sumi beranjak dari tempatnya. Membuat Kansa ikut berdiri. Wanita itu menarik pelan sebelah tangan sang putri sambil mulai mengayun langkah. Sumi tersenyum ketika bertemu tatap dengan sosok pria muda gagah dan tampan yang berdiri di ambang pintu. Menghentikan langkah kaki di depan Sultan, Sumi berkata,”Ibu titipkan permata hati ibu padamu, Nak. Tolong didik dia, ayomi dia, kasihi dia. Mulai sekarang kamu lah imamnya. Yang akan menentukan ke surga mana kelak putriku berada.” Sultan menggerakkan kepalanya turun naik dengan gerakan kaku. Mendengar kalimat yang keluar dari mulut perempuan yang kini berstatus sebagai ibu mertuanya itu—Sultan menekan keras katupan rahangnya. Sumi mendorong tubuh sang putri lebih mendekat ke arah Sultan. “Pergilah. Ibu akan selalu mendoakan kalian berdua.” Sumi tersenyum begitu sang putri menoleh ke arahnya. Kansa menahan gejolak di dalam d*da. Gadis cantik itu melangkah ke arah sang ibu lalu memeluknya erat—seolah tidak ingin meninggalkan wanita tersebut. “Maaf ya, Nak Sultan. Kansa selama ini tidak pernah berpisah dengan Ibu, jadi seperti ini. Manja sama ibunya.” Sumi membalas pelukan sang putri. Wanita itu mengusap pelan punggung bergetar putrinya. “Sudah, malu dilihat suamimu. Kamu sekarang sudah jadi istri, Kansa. Sudah bukan anak kecil lagi.” Kansa melepas pelukannya. Dengan berurai air mata, Kansa menatap sang ibu. “Kansa pamit, Bu. Jaga diri Ibu baik-baik. Kabari Kansa kalau terjadi sesuatu.” “Terjadi apa? Tidak akan ada yang terjadi pada Ibu. Sudah sana … pergi.” Sumi sekali lagi mendorong menjauh tubuh putrinya. Wanita itu menahan sesak di dalam d*da. Berpura-pura terlihat baik, padahal ia pun sedih harus berpisah dengan putrinya. Kansa mengusap wajah basahnya. Gadis itu melangkah menghampiri koper besar kusam yang warna merahnya sudah pudar. Kansa meraih gagang koper, berniat untuk membawanya, namun tangan lain mencegahnya. “Biar aku yang bawa,” kata Sultan mengambil alih koper istrinya. Pria itu kemudian mengalihkan perhatian pada sosok perempuan dengan kulit wajah yang sudah tidak lagi kencang—yang berdiri tak jauh di depannya. “Kami permisi … Bu.” Kalimat Sultan terjeda sesaat. Masih merasa aneh memanggil wanita itu 'Bu.' Kansa menoleh ke arah ibunya. “Aku pergi, Bu.” Sumi menganggukkan kepala. Wanita itu berusaha menunjukkan senyum lebar. Sumi kemudian mengikuti putrinya yang berjalan bersama sang suami. Tiga orang itu meninggalkan kamar Kansa. Karena resepsi dibatalkan, mereka langsung pulang ke rumah orang tua Nabila untuk mengambil barang-barang Kansa. Gadis itu akan langsung dibawa ke rumah keluarga Sultan. Langkah kaki tiga orang itu terhenti saat tiba-tiba seseorang muncul menghadang jalan mereka. “Kamu benar-benar keterlaluan, Kansa. Aku menyayangimu seperti adikku sendiri. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu justru menusukku dari belakang!” Nabila berteriak marah. Hatinya benar-benar hancur. Dia dikhianati oleh dua orang terdekatnya. Calon suaminya, dan adik angkatnya. “Maafkan aku, Kak.” Kansa menundukkan kepala. Tidak tega melihat mata bengkak kakak angkatnya. Dia bisa membayangkan sakit hatinya perempuan itu.Namun sekarang ia tidak punya pilihan. Sultan mengancamnya. “Maaf? Maaf katamu? Enak sekali setelah kamu mencuri calon suamiku!” Nabila berteriak lebih kencang. Kulit wajah wanita itu merah padam. Jejak air mata masih terlihat dengan jelas. “Kami harus pulang.” Sultan bersuara. Pria itu meraih sebelah tangan sang istri. “Ayo, Sayang. kita pulang.” “Sultan! Br*ngsek kamu! Sialan kamu.” Sultan menahan tangan Nabila yang terangkat hendak memukul Kansa yang berdiri di depannya. “Dia istriku. Jangan berani-berani menyakitinya.” Sultan kemudian menghentak lepas tangan Nabila. Membuat mantan calon istrinya itu meringis sambil memegangi tangannya yang sakit. Hati Nabila semakin sakit mendengar pembelaan Sultan pada Kansa. Nabila semakin marah. “Kalian benar-benar br*ngsek! Kalian sudah merencanakan semua ini. Kalian sengaja membuatku malu di depan orang banyak. Kalian sengaja ingin menghancurkanku.” “Dasar anak babu tidak tahu diri. Berharap jadi Cinderella dengan cara kotor? Aku sumpahi hidupmu tidak akan pernah bahagia. Kalian berdua akan mendapatkan karma karena sudah menyakitiku.” Sultan menggenggam sebelah tangan Kansa lalu menariknya. Pria itu membawa sang istri, meninggalkan Nabila yang hanya bisa meluapkan kemarahan dengan mengepal kedua tangan dan menjejakkan kaki ke lantai sekeras-kerasnya. Nabila menatap marah ibu Kansa yang berdiri tak jauh darinya. “Tidak tahu diri. Air s**u dibalas air tuba,” kata Nabila sambil menunjuk wajah ibu Kansa. Wanita itu kemudian memutar tubuh, lalu berderap dengan langkah cepat meninggalkan tempat tersebut. Tempat tinggal Kansa dan Ibunya terpisah dengan rumah besar dua lantai yang dihuni oleh Nabila dan keluarganya. Mereka diberikan bangunan kecil yang sebelumnya adalah gudang, sebagai tempat tinggal mereka. Gudang tersebut kemudian disekat untuk dua kamar. Ruang tamu dan dapur kecil. Ibu Kansa bergegas keluar. Wanita itu berdiri di ambang pintu, melihat sang putri naik ke dalam sebuah mobil dengan warna cat mengkilat. Wanita itu terdiam. Hanya sepasang matanya yang bergerak mengikuti pergerakan sang putri. Di dalam mobil, Kansa menatap sang ibu. Melihat sang ibu tersenyum, Kansa membalas dengan senyum yang sama. Dua orang ibu dan anak itu saling menatap dari kejauhan—mengucap salam perpisahan seolah mereka tahu jika setelah hari ini entah kapan mereka akan bisa bertemu lagi. Sultan menekan klakson satu kali sebelum menggerakkan mobil ke belakang lalu memutar 180 derajat dan melajukannya melewati halaman samping rumah besar keluarga Nabila. Tidak ada suara yang terdengar di dalam ruang sempit mobil dengan dua penghuni yang duduk bersebelahan. Kansa menundukkan kepala. Menjalin jari-jari tangan di atas pangkuan lalu meremasnya pelan. Sesekali wanita itu menarik napas panjang. Sedangkan Sultan fokus dengan jalanan. Pria itu juga diam. Tidak memiliki keinginan untuk membangun percakapan dengan perempuan yang sudah menjadi istrinya. Sesekali pria itu menekan keras katupan rahangnya--mengingat pengkhianatan Nabila dan Darius. Keduanya diam, sibuk dengan isi kepala mereka masing-masing. Bahkan sampai ketika mobil yang dikemudikan oleh Sultan berbelok masuk melewati pagar besi tinggi, masih tidak ada suara yang memecah keheningan. Mobil melaju beberapa saat hingga akhirnya berhenti di depan teras. Sultan mematikan mesin mobil. Kansa mengangkat kepala. Mengerjap melihat bangunan megah di depannya. Sultan melepas seatbelt, lalu mendorong daun pintu. Sebelum turun, pria itu berkata, “Bawa sendiri kopermu. Aku bukan pembantumu.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN