Kansa menjalani harinya tanpa mengeluh. Pekerjaan rumah, kuliah, serta kerja sampingan ia jalani dengan ikhlas. Beruntung pekerjaannya bukan pekerjaan yang mengharuskan dirinya pergi meninggalkan rumah. Ia bisa mengerjakannya dimana saja, dan kapan saja.
Biasanya Kansa akan bekerja di malam hari. Saat Sultan sudah tidur. Hingga pria itu tidak mengetahui tentang kegiatan Kansa yang satu ini. Kansa punya mimpi besar, membawa ibunya keluar dari rumah kediaman Yahya. Membebaskan ibunya dari pekerjaan yang membuat perempuan itu rendah diri. Ia ingin memuliakan ibunya.
Kansa mengatur tarikan dan hembusan napas pelan. Gadis yang sedang duduk dengan laptop menyala di depannya itu mulai menggerakkan jari tangannya. Menggerakkan kursor lalu membuka emailnya. Sepasang mata gadis itu membesar.
Kansa nyaris memekik keras begitu membuka satu email yang masuk ke inbox nya. Buru-buru gadis itu membekap mulut dengan telapak tangan, lalu berteriak tertahan. Meninggalkan meja tempatnya bekerja, Kansa melompat-lompat kegirangan.
Usaha, kesabaran dan doanya akhirnya didengar dan dikabulkan. Satu surat resmi dari sebuah perusahaan besar internasional datang, memberikan harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Setelah bekerja part time selama hampir dua tahun, akhirnya kini ia resmi memiliki pekerjaan tetap.
Gadis itu menjatuhkan tubuh ke lantai, lalu bersujud syukur, mengucap syukur tak terhingga atas rezeki yang Tuhan berikan. Kansa menangis karena terharu dan bahagia. Pekerjaan yang didapat bukan pekerjaan kaleng-kaleng. Gaji yang diberikan juga bukan gaji UMR Jakarta. Dia akan menerima belasan ribu dollar sebagai gajinya setiap bulan.
Jumlah yang jauh dari kata sedikit. Apalagi bagi seorang Kansa yang terbiasa hidup serba terbatas.
Tidak ada yang tahu kemampuan yang dimiliki oleh sang gadis berhijab. Gadis yang masih menjadi seorang mahasiswi universitas negeri di Jakarta tersebut adalah seorang hacker handal. Kemampuan Kansa didapat secara otodidak. Bertemu dengan para hacker di dunia maya dan banyak belajar dari mereka.
Kini ia menjadi salah satu pegawai perusahaan international G*gle sebagai salah satu tim yang bertugas menjaga keamanan perusahaan yang bergerak di berbagai bidang teknologi informasi tersebut. Kansa resmi menjadi seorang cyber security analyst.
Sungguh, Kansa tidak bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Lama Kansa bersujud dengan air mata turun. Mengucap Alhamdulillah berkali-kali sementara sudut-sudut matanya terus mengalirkan cairan bahagia.
Sebentar lagi ia bisa membawa pergi ibunya.
****
Pagi itu Kansa bangun sedikit kesiangan hingga ia terlambat menyiapkan sarapan. Saat Sultan masuk ke dalam ruang makan, Kansa masih sibuk di depan kompor.
Sultan mengernyit menatap punggung Kansa. Pria itu membelokkan langkah kakinya. Setahu Sultan, kemarin kulkas sudah kosong. Tidak ada stok bahan makanan lagi. Kenapa Kansa masak? Apa yang dimasak? batin pria tersebut sambil berjalan menghampiri lemari pendingin dua pintu yang ada di sisi ruangan.
Membuka pintu lemari pendingin, Sultan menunduk untuk melihat isinya. Kening pria itu kembali mengernyit. Kenapa kulkasnya penuh? Sang pengusaha menoleh ke arah satu-satunya manusia, selain dirinya—yang ada di dalam ruangan tersebut. Kansa belanja? Dapat uang dari mana? Sultan bingung.
Selama satu minggu setelah menikah, Sultan tidak pernah memberi uang sepeserpun pada Kansa. Ah … apa mungkin perempuan berhijab itu menjual cincinnya? Sultan berdecak. Mungkin itu, batinnya. Menutup pintu lemari dingin dengan sedikit membanting, lalu berbalik—berjalan menuju meja makan.
Kansa buru-buru mengisi mangkok besar dengan sop ayam yang baru saja matang, lalu membawanya ke meja makan. Gadis itu meletakkan ke atas meja. “Maaf, pagi ini saya hanya sempat masak sop dan tempe goreng.”
Kansa berdiri di tepi meja.
“Mana minumanku?”
“Oh … iya, sebentar.” Kansa berbalik lalu berjalan cepat mengambil teko yang sudah ia isi, tapi belum sempat ia bawa ke meja makan. Kembali ke tempat sultan berada, Kansa kemudian mengisi gelas tinggi di depan samping Sultan. Gadis itu meletakkan teko, lalu meninggalkan Sultan. Kansa berniat membersihkan dapur.
Sultan mengisi sendiri piringnya. Sambil menikmati hasil masakan Kansa, Sultan memperhatikan pergerakan Kansa dengan beberapa lipatan yang sudah menghias keningnya. Tadi dia sempat memperhatikan jari tangan Kansa, dan cincin itu masih ada. Jadi, dari mana gadis itu mendapatkan uang untuk belanja?
Tidak mungkin mamanya datang mengantar belanjaan. Mungkinkah? Sultan langsung menjawab sendiri pertanyaan dalam kepalanya. Tidak mungkin.
Sultan menelan kunyahannya. “Kamu yang belanja?” tanya Sultan. Dia tidak bisa menahan rasa penasaran. “Heh … Kansa. Aku bertanya padamu.”
Kansa memutar kepala. “Oh, saya pikir—” Kansa tidak melanjutkan kalimatnya, melihat tatapan tajam Sultan. Kepalanya kemudian mengangguk. “Iya.”
Sultan sudah membuka mulut, namun urung kembali bertanya. Dia akan mencari tahu sendiri. Darimana gadis itu mendapatkan uang. Apa mungkin dia minta pada ibunya yang pembantu itu? Sialan kalau sampai benar. Itu namanya Kansa mempermalukan dirinya.
“Nanti malam kita tengok ibumu.”
Kansa yang sedang mencuci panci, mematikan kran lalu menoleh. Sepasang mata wanita itu mengerjap.
“Kenapa? Tidak mau?”
“Mau.” Kansa menggerakkan kepala turun naik. “Terima kasih," ujarnya. Sejak hari ia mengambil motor, ia belum pernah mengunjungi kediaman keluarga Yahya lagi. Kalau dihitung, praktis satu minggu dia tidak bertemu ibunya. Setelah pernikahan dadakan itu.
Ibunya juga tidak punya ponsel, sehingga ia tidak bisa menghubunginya. Biasanya sang ibu bisa memakai telepon rumah, tapi mungkin keadaan saat ini sudah berbeda. Kansa menghembus pelan napasnya. Hatinya kembali terasa perih mengingat bagaimana ibu Nabila memperlakukan ibunya setelah kejadian itu.
“Nanti pulang kampus aku izin main sebentar, ya?” Kansa menatap Sultan. Menunggu pria itu menjawab. Jangan sampai Sultan tidak memberi izin.
Sultan mengernyit. Sebenarnya dia tidak pernah peduli apapun yang akan Kansa lakukan. “Kemana?”
“Jalan ke mall.”
Alis Sultan terangkat. “Mall?”
Kansa mengangguk. Gadis yang sudah memutar tubuh itu menyandar ke tepi wastafel. “Paling satu jam. Habis itu pulang. Jangan khawatir. Aku akan memasak tepat waktu," janji Sultan khawatir Sultan akan menghalangi karena khawatir ia tidak sempat memasak makan malam.
Lagi, sebenarnya Sultan tidak peduli. Sekalipun Kansa tidak memasak, dia bisa beli makanan di luar. Tapi, memang ia ingin menyiksa Kansa. Anggap saja sedikit balasan atas perbuatan kakak angkat gadis itu.
“Awas saja kalau aku pulang dan makanan belum siap.”
“Tidak akan," yakin Kansa hingga akhirnya izin itu dia dapatkan.
****
Sepulang dari kampus, Kansa benar-benar pergi ke mall. Tujuannya adalah untuk membelikan ponsel ibunya. Dia baru saja mendapatkan uang dari pekerjaan part time nya.
Mulai bulan depan dia sudah akan mendapatkan gaji bulanan dengan nominal yang sama setiap bulannya. Tidak seperti sekarang. Hanya mendapat uang ketika ada pekerjaan.
“Kansa, kamu tidak mau ganti motor bututmu? Ya ampun, pantatku sampai panas.” Gadis seumuran Kansa dengan rambut sepanjang di bawah telinga berwarna golden red itu mengelus sambil mengusap-usap pantatanya.
“Salah sendiri ikut. Aku sudah bilang tidak usah ikut.” Kansa mengayun langkah masuk ke dalam mall. Perbedaan udara langsung terasa 180 derajat. Nyesss ... dingin AC menghilangkan gerah setelah berpanas-panasan naik motor.
“Ish … aku lagi suntuk. Dari pada langsung pulang, mending ngemall. Cari pemandangan siapa tahu ada yang bening-bening. Sialan si Rama. Baru putus minggu lalu, sekarang sudah gandeng cewek.” Wajah gadis itu berubah masam mengingat mantan pacarnya.
“Makanya tidak usah pacaran. Biar bisa jaga mental.”
Niken mencebik mendengar sahutan Kansa. “Ckckc … kamu ngomong begitu karena belum ngerasain jatuh cinta, sih. Makanya. Jangan cuma buku dan laptop yang kamu pantengin. Pantengin cowok-cowok di sekitar kita, dong. Biar kamu tahu indahnya jatuh cinta.”
Kansa tersenyum sambil geleng kepala. Dia tidak berniat pacaran. Ah, tapi nyatanya dia sudah punya suami, sekalipun suaminya itu suami rasa bos. Niken tidak tahu dia sudah menikah. Tidak ada gunanya juga memberitahu. Dia malas menjelaskan.
Kansa mengayun langkah bersama sang teman menuju eskalator.
“Ah, jangan-jangan kamu sudah punya calon suami model atau artis? Secara kakakmu kan model. Iya, kan? Makanya kamu santai.” Niken yang sudah menoleh, menatap memicing sang teman.
Sementara Kansa hanya menggulir bola mata ke arah sang teman.
“Kakakmu saja dapat jodoh pengusaha yang gantengnya ngalahin artis. Eh, apa mereka sekarang sedang bulan madu? Kemana mereka bulan madu? Kakak iparmu punya adik cowok gak sih? Mau lah dikenalin, Kansa.”
Niken sudah akan kembali membuka mulut saat ujung matanya melihat pemandangan yang bening.
Secepat kilat Niken menoleh, lalu sepasang matanya membesar. Mulutnya terbuka. “Kansa, bukankah itu kakak iparmu? Ya ampun. Spek ketampanannya awur-awuran. Kansa, ayo dong kenalin sama kakak iparmu.”
Niken yang tidak tahu apa yang sudah terjadi pada sang teman, menarik sebelah tangan Kansa. Merasa mendapat kesempatan bagus untuk bisa berkenalan dengan seorang pengusaha kaya dan tampan. Senyum mengembang di wajah gadis itu.