“Saya Kansa, bukan kak Nabila … Pak Sultan.” Sultan merasakan darahnya mengalir begitu cepat mendengar ocehan Kansa saat gadis itu bahkan belum sadar. Artinya apa yang Kansa katakan itu berasal dari alam bawah sadarnya. Cekalan tangan Sultan di pergelangan Kansa melemah. Pria itu menatap wajah menyedihkan Kansa dengan degup jantung yang semakin menggila. Tidak mungkin. Tidak mungkin perempuan yang dalam bayangan memori yang terpotong-potong itu, yang ia cumbu itu adalah … Kansa. Tidak mungkin, bukan? Mana mungkin Kansa? Tunggu … darah itu. Bukankah Kansa bilang sedang datang bulan? Apa darah itu … astaga. Sultan melepas tangan Kansa. Kepala pria itu menggelang—tidak ingin percaya jika si b*****t pembuat bercak-bercak merah di d*da dan leher Kansa itu adalah dirinya. Dia tidak bisa perca