Kansa duduk di dalam mobil bersisian dengan kakaknya. Tidak. Tidak bersisian yang sedekat itu. Ada jarak satu penumpang di antara keduanya. Mobil itu pun tidak melaju. Berhenti dengan AC menyala. Sopir Nabila berdiri di luar mobil—menunggu sang majikan. Kansa menunduk seraya menarik napas panjang. Sudah lebih dari lima menit mereka duduk bersebelahan. Dan sang kakak angkat masih juga belum membuka suara. Padahal Nabila sendiri yang bilang ingin bicara dengannya. Semakin lama Kansa merasa semakin tidak nyaman. “Kak,” panggil Kansa. Kansa mengangkat kepala kemudian menoleh ke samping. Akhirnya ia memberanikan diri menatap Nabila. Rasa bersalah ada, sekalipun sebenarnya dia tidak salah. Nabila melirik sebelum memutar kepala. Tatapannya bertemu dengan sepasang mata Kansa. “Bagaimana rasan