Aku selalu menjadi istri yang sedia kapan pun Mas Ilham inginkan. Tidak pernah menolak walaupun sedang dikhianati. Meski setelahnya aku dibiarkan begitu saja. Ingat momen itu secara refleks kulepaskan tangan dari genggaman Mas Ilham. Rasa nyeri kembali melanda. Aku seperti baru tersadar kalau saat itu hanya jadi objek pelampiasannya saja. Mas Ilham menyembunyikan rasa kagetnya dengan tindakanku baru saja. Pertemuan pertama yang direncanakan hanya satu jam, kini hampir dua jam lebih. Kebetulan Ibu Aisyah tidak ada janji dengan klien lain. Aku meluahkan kekecewaan secara gamblang di sana. Aku bisa bebas bercerita, tidak seperti saat berhadapan dengan keluarga, yang mana sebagian masih aku tutupi. Kuceritakan saat kedua orang tuaku bercerai karena perselingkuhan ayah, rasa kecewa yang