Malam tiba, Shaka pulang dari kantornya dengan lesu. Seharian ini pekerjaannya benar-benar kacau, bahkan dia membatalkan jadwal kuliah untuk dua malam ke depan. Tidak adanya sosok Zivaa di kelas membuatnya malas, gadis itu seolah merenggut semua hasrat dan gairahnya untuk hidup. "Papa, makan dulu!" Aqlan muncul menuruni tangga, berniat hendak pergi ke ruang makan. Dia melihat Shaka masuk dengan wajah kusut. "Kalian makanlah!" sahut Shaka menggerakkan tangannya seperti mengusir nyamuk, lalu berjalan terus menuju kamarnya. Aqlan termangu melihatnya. Fasya yang turun dari tangga melihat itu dan bertanya pada Aqlan, tapi adiknya itu hanya mengangkat bahu. "Enggak tahu, roman-romannya sih kayak anak muda patah hati!" celetuk Aqlan seraya terkekeh. Fasya tertegun. "Apa mungkin Papa mema