“Awas kamu! Besok pagi, kamu pasti aku semprot... tapi... hangat juga sih dipeluk dia...”
Tak lama kemudian, suara napas teratur terdengar dari dua arah. Kamar itu kini hanya berisi dinginnya udara... dan dua manusia yang diam-diam mulai saling memeluk satu sama lain.
---
"Hoam!!" Amira menggeliatkan tubuhnya. Sadar bisa bergerak dengan bebas, Amira langsung membuka matanya. Mencari sosok yang memeluknya erat semalaman. "Eh? Kok aku ada di atas kasur?" gumamnya pelan.
Dia mengedarkan pandangan. Tak ada bayangan suaminya di kamar itu. Hanya ada dirinya dan selimut tebal yang sudah setengah melorot.
Matanya kemudian tertuju pada nakas kecil di samping ranjang. Di atasnya, ada nampan kayu mungil berisi semangkuk bubur ayam hangat dengan topping kacang kedelai, kerupuk udang, dan irisan daun bawang. Ada juga segelas s**u coklat dan sepotong roti panggang yang dipotong bentuk hati.
Amira memicingkan mata, mendapati selembar catatan kecil di sebelah sendok.
"Selamat makan, istriku yang cantik.
Di ponselmu sudah aku isi aplikasi M-Banking buat kamu belanja atau beli sesuatu.
Username-nya: A&A120325.
—Ali yang ganteng maksimal
Amira tak bisa menahan senyum geli membaca pesan itu.
“Duh, ni orang niat banget... A&A? Ali dan Amira? Bener-bener ya,” gumamnya sambil mencubit pipinya sendiri. “Katanya lelaki tua dan m***m, ternyata bisa romantis juga…”
Ponselnya yang tergeletak di meja rias pun diambil. Benar saja, ada aplikasi M-Banking yang sudah login, dan saldo di dalamnya, membuat mata Amira melotot sempurna.
"Ya ampun... ini beneran jumlahmya?! Bisa buat beli skincare sebulan penuh, nih."
Tiba-tiba pintu kamar diketuk pelan. “Sayang, Abi boleh masuk?”
Amira spontan mengembalikan ponselnya. "Abi??
Ali masuk dengan kemeja kerja warna biru yang membuat d**a bidangnya terlihat sempurna. Sambil menyisir rambutnya ke belakang, ia berjalan mendekati Amira.
“Maaf ya, Abi harus berangkat pagi. Tadi malam kamu menggigil, jadi aku angkat ke kasur. Masa istri cantik begini dibiarin tidur di lantai kayak... mahasiswa kosan aja?” ucapnya dengan gaya sok sedih.
“Terus kamu tidur di mana?”
“Ya balik lagi ke lantai. Tapi sebelumnya aku ganti kausmu yang basah karena keringat,” jawabnya santai.
Amira langsung duduk tegak. “Hah?! Kamu gantiin baju aku?!”
Ali nyengir nakal. “Iya dong, masa iya Abi manggil Dini buat bantuin? Kan kamu istriku sekarang…”
Pipi Amira mendadak merah. “Jadi, kamu lihat ituku, dong!” Spontan Amira menutup dadanya dengan kedua tangan.
Ali tertawa sambil berjalan mundur. “Sayang, kamu tuh udah jadi istri aku, loh. Jangankan itu kamu, semua yang ada di tubuhmu itu udah halal aku lihat, cicipin juga halal." kamu cantik banget pas tidur. Bikin aku pengen cepat-cepat pulang nanti.”
Amira hanya bisa membuang muka, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Memang benar sih apa yang dikatakan oleh Ali. Cuma meski begitu, masih ada rasa tak rela saja si 'Ali m***m' itu telah melihat bentuk tubuhnya.
Menyadari istrinya yang merona, Ali semakin ingin menggodanya. "Kamu, kalau lagi polos, terlihat begitu cantik. Jadi nggak sabar pengen cepet-cepet pulang."
"Dasar! Aki-aki m***m!"
---
Amira melangkah pelan keluar kamar, masih dengan daster tidur bermotif stroberi miliknya. Ia mengucek matanya, memastikan apa yang dilihatnya bukan halu semata.
Di meja makan yang besar dan penuh hidangan lezat, duduklah tiga wanita dewasa. Mereka tertawa, saling menyendokkan lauk satu sama lain, bahkan sesekali bercanda sambil saling menyuapi. Suasana pagi itu... terlalu harmonis.
“Pagi, Amiraaa~” sapa Dini, si istri ketiga dengan senyum cerah dan kaus pink bertuliskan “Cyber Wife, Real Love.”
“Eh, sini duduk. Makan bareng, udah disiapin,” tambah Intan, istri kedua, yang duduk anggun sambil menata potongan buah di piring.
“Buburnya enak banget, lho. Itu Salma yang masak.” Salma, istri pertama, melirik Amira dengan senyum keibuan.
Amira mengerjap. Oke, ini... aneh. Sangat aneh.
Dia pun berjalan mendekat perlahan, duduk di ujung meja dengan hati-hati, seperti anak baru masuk geng SMA.
“Eh... ini... kok bisa, kalian akur ya?” tanyanya hati-hati.
Salma terkekeh. “Lho, memangnya kenapa kalau akur?”
“Bukannya... biasanya istri-istri itu... saling sikut? Rebutan suami? Drama rebutan hari...?”
Intan dan Dini tertawa terbahak.
“Kamu kebanyakan nonton sinetron ikan terbang!” seru Dini sambil memasukkan makanan ke dalam mulutnya. “Kami justru tim solid. Yang penting: satu hati, satu tujuan, satu dompet.”
“Dan satu target: ngerawat suami kita biar tetap awet muda dan nggak nikah lagi,” tambah Intan sambil tersenyum jahil ke arah Amira.
Amira meringis. “Eh, terus, kenapa justru kalian melamar aku kalau nggak pengen suami kalian menikah lagi?”
“Kamu target terakhir,” sahut Salma sambil menyodorkan segelas jus. “Begitu kamu masuk, kita bikin perjanjian hitam di atas putih. Ali nggak akan bisa nambah lagi!”
“Tapi... kan aku tuh diculik, terus... dijadikan istri karena ayahku menjualku padanya. Aku belum siap nikah, aku masih ingin menyelesaikan kuliahku...”
Dini menyentuh tangan Amira lembut. “Kami juga dulu mikir gitu, Mir. Tapi percaya deh, hidup di rumah ini nggak seseram yang kamu bayangin. Apalagi kalau kamu tahu, Ali itu... walau kadang norak dan m***m, hatinya lembut banget. Dia suami yang perhatian dan juga sayang sama semua istrimya.”
Intan mengangguk. “Banget. Kadang saking perhatiannya, dia sampai bawain makanan ke kamar setiap pagi. Dan itu dia lakukan pada semua istrinya tanpa terkecuali."
“Apalagi kalau udah malam Jumat,” gumam Salma setengah bisik.
“Kak Salmaaaa!” protes Intan dan Dini serempak sambil tertawa geli.
Amira memegang kepalanya. Merasa tak percaya dengan yang dikatakan oleh ketiga kakak madunya. “Astaga ....”
“Mungkin, bagi semua orang, rumah tangga yang kita jalani ini, terdengar gila dan tidak masuk akal. Namun, justru yang gila seperti ini yang bikin kita nyaman. Karena disini, nggak ada cerita istri dua terdholimi, istri ketiga menang sendiri," ucap Dini sambil memakan roti berbentuk hati, sama seperti yang diberikan Ali pada Amira
Amira akhirnya tersenyum juga. Jauh di sudut hatinya, dia masih penasaran, bagaimana sebenarnya kehidupan rumah tangga yang akan dia jalani nantinya.
"Apa benar, kehidupan mereka sebahagia itu? Apa benar, lelaki yang berwajah dingin seperti Ali memang seperhatian itu? Atau, ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka bertiga, karena, secara normal, setiap wanita pasti sakit hati jika suaminya meniduri wanita lain."