"Assalamualaikum!" Auliya baru saja menurunkan panci dari kompor saat suara salam terdengar dari arah luar. Tangannya yang masih memegang serbet refleks mengusap keringat di dahi. Dengan langkah cepat, ia menuju pintu depan, lalu membukanya sedikit. “Waalaikum—” Tubuh Auliya seketika menegang. Napasnya tercekat saat matanya menangkap sosok yang sudah lama tak ia temui. Ali. Lelaki itu berdiri dengan wajah tirus, matanya cekung dengan lingkaran hitam mengelilinginya. Ada lelah yang tak bisa ditutupi, tapi juga senyuman yang entah kenapa masih mampu membuat jantung Auliya berdebar. “Waalaikumsalam!!” seru Ali sambil tersenyum lebar. “Lanjutkan, Ami, jangan berhenti di tengah jalan.” Auliya menunduk cepat, menahan gugup. Tapi sebelum ia sempat mengatakan apa pun, langkah kecil berlari dar