"Auliya, maaf aku belum bisa pulang. Salma butuh aku. Kankernya sudah menyebar kemana-mana. Tapi aku juga rindu Alia. Dan kamu. Maukah kamu menungguku sampai aku pulang? Aku ingin, kita kembali bersama seperti dulu lagi." Tangannya gemetar ringan saat meletakkan ponselnya di atas meja. Matanya tak lepas dari layar yang kini gelap, tapi pikirannya terus bergemuruh. Kata demi kata dari Ali seolah terpatri dalam benaknya, memecah kebimbangannya menjadi dua arah yang sama-sama menyakitkan. Ia berdiri pelan, menatap jendela yang mengarah ke taman belakang. Alia sedang bermain ayunan kecil, sesekali tertawa sambil memanggil nama bonekanya. Dan seperti beberapa pagi terakhir, Ustad Furqon duduk tak jauh dari putrinya, mengawasi dengan tatapan lembut dan sabar. “Dia baik…” gumam Auliya lirih. “