Auliya menggenggam kedua tangannya. Matanya menatap halaman rumahnya dengan pandangan kosong. Ustad Furqon duduk di hadapannya dengan tenang, meski dari sorot matanya tampak ada ketegangan yang berusaha ia redam. “Sejak kapan ustad menyukai saya?” tanya Auliya akhirnya, suara lembutnya nyaris terdengar seperti bisikan. “Karena yang saya lihat, selama ini, ustad Furqon tidak pernah berinteraksi dengan saya.” Ustad Furqon tersenyum tipis, lalu menghela napas panjang. “Sejak awal saya mengajar di pesantren Abi Salim. Saat itu, Ummi Alia sering membantu mengurus kegiatan santri dan perpustakaan. Saya sering memperhatikan dari kejauhan, kagum pada cara Ummi mendidik Alia dan sopan santun Ummi pada siapa saja. Hanya saja…” ia tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri, “nyali saya terlalu ciut