"Zeva maaf, maaf. Aku memang akan menikah, tapi bukan dengan kamu." Dengan raut wajah yang terlihat begitu sangat menyesal, Raka mengatakan apa yang sebenarnya tidak ingin ia katakan pada Zeva.
"Tidak menikah denganku. Kalau Mas Raka ingin menikah tapi bukan denganku, lalu dengan siapa, Mas?" Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Zeva berusaha melayangkan kalimat tanya itu.
"Sera. Aku akan menikahi Sera!" bak disambar petir di siang bolong, Zeva mendengar dengan begitu jelas apa yang dikatakan oleh Raka, dimana Raka bilang akan menikahi Sera, bahkan Raka mengatakan dengan kesadaran yang penuh.
"Hahaha. Menikah, Mas. Sama Sera. Drama macam apa ini?" Zeva langsung memundurkan beberapa langkah ke belakang, kakinya terasa mati, tidak mampu untuk tetap bertahan berdiri. Wajah Zeva sudah dibanjiri oleh air mata, namun bibir Zeva tetap memperlihatkan senyum yang dipenuhi oleh kekecewaan yang tidak bisa digambarkan dengan sebuah kalimat.
"Maafkan aku Zev,"
"Aku tidak butuh maaf kamu, Mas. Aku tidak butuh kalimat itu, aku butuh kamu, butuh!" dengan lantang dan penuh kelukaan, Zeva langsung menolak permintaan maaf Raka, membuat hati Raka merasa sakit karena melihat wanita yang dicintainya terlihat begitu rapuh akibat ulahnya. Zeva terus memperlihatkan senyumnya, namun air matanya tidak bisa membodohi atau menutupi luka yang diciptakan oleh Raka, hingga siapapun yang melihat senyum Zeva mereka pasti langsung mengerti, betapa sakitnya cobaan yang dihadapi Zeva kali ini. Dimana Zeva harus menerima kenyataan pahit, bahwa pria yang dicintainya telah mengkhianati dirinya, dan bahkan berkhianat untuk adiknya.
Zeva benar-benar merasa hidupnya sudah berakhir, keadaan ayahnya semakin memburuk, dirinya berhenti kuliah, dan bahkan tidak bekerja selama beberapa hari, ditambah pria kejam yang tak lain adalah Arga ingin menikahi dirinya. Dan sekarang, sekarang malah Raka menambah luka yang begitu sangat mendalam saat Raka mengatakan akan menikahi Sera, adik Zeva sendiri. Rasanya Zeva benar-benar sudah tidak mampu untuk memikul setiap masalah yang menghampirinya. Harusnya Raka yang bisa menenangkan Zeva saat ia tengah menghadapi masalah besar, bukan malah menambah masalah dan membuat Zeva tidak berdaya.
Hancur sudah harapan Zeva, saat ia ingin meminta bantuan pada Raka agar mencari jalan keluarnya untuk masalah yang selalu menghampirinya.
Saat Sera menelepon dirinya agar segera ke rumah sakit, Zeva ketakutan dan bahkan berdoa agar keadaan sang Ayah tidak menurun. Zeva berdoa, setelah sampai di rumah sakit, Zeva tidak mendengar kabar buruk mengenai kesehatan sang Ayah. Zeva tidak tahu apa harus bersyukur atau harus bagaimana, doa Zeva untuk tidak mendengar kabar buruk mengenai kesehatan sang Ayah terkabul, tapi Zeva masih mendapat kabar buruk yang sama-sama menyakitkan, yaitu kabar mengenai pernikahan sang kekasih dengan sang adik.
"Maafkan aku, Zeva." Ujar Raka penuh penyesalan
"Kamu b******k, Mas! Kamu biadab!" hanya kata-kata itulah yang keluar dari bibir Zeva, tak kuasa menahan luka yang begitu sangat mendalam.
"Sera! Kamu…
"Zeva, cukup! Ibu mengandung dan melahirkan mu bukan untuk menjadi wanita yang cengeng. Berhenti menangis dan mengalah demi Sera!" Zeva semakin menekan dadanya yang semakin merasa nyeri. Sakit. Itulah yang dirasakan Zeva saat ini, dimana sang ibu meminta dirinya mengalah demi Sera. Bagi Zeva, akan lebih baik wanita lain yang merebut Raka darinya, daripada adiknya sendiri.
"Mengalah kata Ibu! Aku harus mengalah demi Sera, apa tidak ada cara lain untuk membuktikan kasih sayang aku sama Sera, selain harus merelakan pria yang aku cintai?" Zeva mencoba berbicara secara baik-baik pada Ana, berharap Ana sedikit memberi pembelaan, atau setidaknya Zeva melihat Ana menegur Sera agar tidak menyakiti hatinya.
"Terlambat, Zeva. Mereka sudah berhubungan intim, dan bahkan Sera hamil anak dari Raka." Ana mengatakan kebenaran yang tidak pernah Zeva bayangkan.
Zeva langsung melayangkan tatapan penuh kemarahan, penuh kelukaan pada Sera dan juga Raka secara bergantian. Dengan gerakan kasar, Zeva menghapus air matanya, lalu menyunggingkan senyumnya pada mereka berdua.
"Kamu tega melakukan itu sama aku, Mas. Kamu mengkhianati, oh tidak! Bukan hanya kamu, tapi kalian. Kalian tega melakukan semua ini sama aku, bahkan kamu sampai menghamilinya Mas. Tega kamu Mas," Zeva benar-benar tidak percaya bahwa pengkhianatan mereka sudah sampai sejauh itu. Zeva terus memperlihatkan senyumnya, bahkan Zeva sampai menunjukkan jari manisnya yang sudah dilingkari oleh cincin cantik, hingga membuat jari manis Zeva semakin terlihat manis, tapi tidak semanis hidup yang Zeva jalani.
Zeva menunjukkan jari manisnya yang terdapat cincin cantik itu pada Raka, dan bahkan pada semua pengunjung rumah sakit yang ada di sana menyaksikan luka yang ia rasakan ulah dari pria yang dicintai dan adik yang ia sayangi.
"Kalian lihat ini cincin apa. Ini bukti cintanya Mas Raka sama aku, dan kami berencana akan menikah. Kalian tahu, gaun mana yang ingin aku pesan saat menikah nanti, kalian tahu ini cincin diberikan tepat pada hari apa, hari ulang tahunku. Dan kalian tahu, aku tidak pernah melepaskan cincin ini walau sedetik pun. Kalian tahu, aku akan menikah dengan dia karena janji dia, mau pernikahan dengan konsep seperti apa aku sudah menentukannya, dan kalian tahu hasil dari semua yang aku sebutkan tadi berakhir dengan bagaimana, HANCUR! Mau tahu bagaimana keadaan batinku sekarang,"
Zeva tidak melanjutkan kalimatnya saat Ana kembali membuka suara lagi.
"Zeva, cukup! Ibu mohon, sadarlah posisi kita sekarang dimana." Pinta Ana dengan nada dinginnya.
"Bisakah Ibu meminta kesadaran dari Sera, bahwa apa yang dilakukan oleh Sera itu salah?" jangankan Zeva diam dan sadar setelah mendengar Ana memintanya untuk sadar, justru Zeva semakin memperpanjang kalimatnya, membuat Ana semakin malu dilihat banyak orang.
"Kakak, maaf. Aku khilaf!" ujar Sera sambil menundukkan kepalanya
"Khilaf kamu bilang. Kenapa kamu baru mengatakan khilaf saat kau sudah hamil, kamu sadar dia pacar kakak, kamu tahu kalau kakak berencana akan menikah dengan dia, tapi kenapa kamu masih melakukan kesalahan sebesar ini…
"Itu karena Sera iri sama Kakak! Semua pria yang aku inginkan pasti menginginkan Kak Zeva. Fathir, pria yang aku inginkan, tapi Fathir justru menginginkan Kak Zeva, dan Kak Raka. Aku ingin kuliah itu karena aku menginginkan Kak Raka, tapi Kakak malah bilang ingin menikah dengan Kak Raka, kenapa Kakak tidak mau…
"Dokter! Dokter!" seorang suster langsung keluar dari kamar inap Yudda sambil berteriak memanggil dokter dengan panik nya, hingga membuat Sera dan juga Zeva yang masih terlibat perdebatan langsung terhenti.
"Apa yang terjadi Sus?" tanya dokter sambil melangkah masuk kedalam kamar inap Yudda
"Dokter langsung cek saja." Suster tidak tahu harus menjelaskan dari mana pada dokter.
"Apa yang terjadi, Sus?" Ana yang begitu sangat penasaran serta panik dan ketakutan langsung bertanya pada suster yang memanggil dokter tadi.
"Saya juga tidak tahu, Nyonya. Tiba-tiba keadaan Tuan Yudda langsung menurun drastis." Jawab suster apa adanya, membuat Zeva dan Ana langsung menangis.
Tidak begitu lama dokter masuk, dokter kembali keluar dari kamar Yudda dengan raut wajah yang terlihat lesu. Zeva, Ana dan yang lainnya langsung berlari mendekati dokter.
"Dokter, bagaimana keadaan suami saya?"
"Iya, Dok. Bagaimana keadaan Ayah?"
Ana langsung bertanya pada Dokter, yang langsung disusul oleh pertanyaan Zeva.
"Dengan berat hati saya akan mengatakan kabar buruk pada kalian. Maaf Nyonya…