"Kenapa, kamu tidak mau menikah dengan ku? Perlu kamu ketahui, kalau sampai kamu menolak menikah denganku, maka detik itu juga aku akan membuat kamu kehilangan ayah kamu. Mengerti!" Melihat reaksi Zeva yang ditunjukkan pada Arga adalah sebuah penolakan membuat Arga marah, dan bahkan tangan Arga yang digunakan untuk memegang lengan Zeva tanpa sengaja mencengkram dengan begitu kuat hingga membuat nya kesakitan.
"Tu-Tuan, sakit," Zeva langsung memegang tangan Arga yang masih mencengkeramnya, karena Zeva memang kesakitan.
"Tuan, beri saya waktu untuk berpikir. Saya janji, saya akan segera memberi keputusannya pada anda setelah saya memikirkannya dengan matang." Zeva meminta waktu untuk berpikir, agar dirinya tidak salah dalam mengambil keputusan, apalagi saat ini pikirannya terlalu dikuasai oleh keadaan sang ayah, yang sudah hampir 10 hari di rumah sakit tapi tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ayahnya akan sehat. Zeva sangat ingin mendengar kabar bahwa keadaan sang ayah mulai membaik, dan ada perkembangan, tapi sayang, setiap hari dokter hanya memberikan kabar bahwa keadaan sang ayah masih saja tetap sama, tidak ada perkembangan untuk sehat.
Arga langsung melepaskan tangan Zeva dengan kasar, lalu membalikkan badannya membelakangi Zeva, dengan raut wajah yang masih menunjukkan kemarahannya. Ingin sekali Arga menembak atau bahkan mencincang tubuh Zeva karena telah berani menolaknya, tapi Arga tidak bisa melakukannya karena pesona Zeva berhasil meluluhkan kekejaman Arga saat Arga ada niatan untuk membunuhnya seperti membunuh orang-orang yang telah membuat dirinya marah dengan begitu mudah.
"Pergi!" satu kalimat yang terucap dari bibir kejam Arga, berhasil membuat Zeva melangkahkan kakinya keluar dari rumah pribadi Arga. Zeva tidak membuka suara sedikitpun walau hanya untuk berkomentar atau bertanya saja dengan siapa dirinya akan pulang. Zeva terus membawa langkahnya hingga saat ini Zeva sudah berada di jalan raya.
"Ya Tuhan, cobaan apalagi ini. Belum selesai cobaan yang mengenai kesehatan Ayah, sekarang aku harus mendapatkan masalah baru. Bagaimana bisa aku menikah dengan pria kejam seperti putra Tuan Wijaya, sementara aku melihat dia saja aku ketakutan, apalagi sampai menikah yang harus setiap hari bersama. Selain itu, aku sudah memiliki calon suami, aku tidak mau menikah dengan pria manapun selain dengan Mas Raka." Gumam Zeva pelan sambil meraup wajahnya dengan kasar karena frustasi. Karena Zeva tidak mau sampai Arga berubah pikiran karena menyuruhnya pulang, dan nanti akan menahannya disana karena berubah pikiran, akhirnya Zeva langsung pergi dan menjauh dari rumah Arga.
Setelah dirasa jaraknya cukup jauh, Zeva membuka tas nya, dan mencoba mengeceknya, apakah di dalam tas dirinya membawa uang atau tidak, kalau dirinya tidak membawa uang, terpaksa ia memilih jalan kaki, karena tidak bisa membayar ongkos angkutan umum. Zeva sedikit merasa lega saat mendapati uang 50rb di dalam tasnya. Dengan segera Zeva kembali melanjutkannya langkah dan dan sesekali menoleh kebelakang barangkali ada angkutan yang lewat, atau ada ojek.
Sebuah keberuntungan sedang berpihak pada Zeva, sebuah motor jadul berhenti di dekat Zeva, dan menawarkan sebuah tumpangan pada Zeva, hingga Zeva langsung mengucapkan kalimat syukurnya karena masih ada yang akan membawa dirinya ke rumah sakit tanpa harus berjalan kaki.
Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Zeva terus memikirkan ucapan Arga yang akan menikahinya, Zeva bingung jawaban apa yang harus ia berikan pada Arga, selain karena dirinya tidak ingin menjadi istri Arga, Zeva juga takut Arga akan melakukan sesuatu pada keluarganya, apalagi saat ini kesehatan ayahnya masih belum baik.
Zeva berniat akan meminta bantuan Raka, Zeva yakin, Raka pasti akan menemukan jalannya untuk masalah yang ia hadapi saat ini.
Zeva berharap, semoga semua yang terjadi pada keluarganya bukan awal dari penderitaannya, Zeva berharap masalah ini kan segera berakhir dan kembali menikmati kebahagiaan yang selama ini ia rasakan.
Belum juga Zeva sampai dirumah sakit, ponsel Zeva berdering. Zeva yang teringat dengan kemarahan Ana saat dirinya gudang mengangkat panggilan masuk darinya, segera Zeva mengambil ponselnya, takut terjadi sesuatu dengan sang Ayah.
"Sera. Tumben dia nelepon, ada apa ya." Gumam Zeva pelan saat melihat nama di layar ponselnya. Yah, Sera memang jarang menghubunginya, kalau ada kepentingan sendiri baru ia akan. Zeva menggeser tombol hijau untuk,menerima,panggilan masuk dari Sera.
"Hallo. Kak Zeva dimana?" Sera langsung bertanya mengenai keberadaan Zeva.
"Ada apa, Kakak lagi dijalan." Jawab Zeva singkat
"Cepatlah ke rumah sakit." Titah Sera dengan cepat membuat Zeva yang mendengar ucapan Sera matanya mulai berkaca-kaca, pikiran Zeva mulai tidak terkontrol karena pikiran buruk telah menguasai otak Zeva.
"Apa yang terjadi, Sera?" tanya Zeva dengan d**a yang mulai kembang kempis karena teringat dengan keadaan sang Ayah.
"Langsung saja Kakak ke rumah sakit. Cepat!" Sera tidak menjawab pertanyaan Zeva, Sera hanya terus mendesak meminta agar Zeva segera kerumah sakit, lalu panggilan pun terputus.
"Pak, tolong lebih cepat lagi." Pinta Zeva dengan wajah paniknya. Zeva terus berdoa, agar sesampainya dirumah sakit, Zeva tidak mendengar kabar buruk mengenai kesehatan ayahnya, Zeva berharap kabar dari Sera adalah sebuah kejutan yang membahagiakan.
Orang yang membantu Zeva membawanya kerumah sakit menambah kecepatan hingga motor jadul itu sampai di parkiran rumah sakit. Zeva langsung menyerahkan uang 1 lembar itu dengan angka 50 pada bapak yang menolongnya, namun bapak itu menolaknya dengan alasan dia menolong tanpa berharap upah. Zeva tidak memaksa, dan memilih mengucapkan kalimat terimakasih hingga berulang kali, lalu berlari masuk ke dalam rumah sakit dengan nafas yang ngos-ngosan.
"Ibu, bagaimana keadaan Ayah? " Zeva langsung Melayangkan kalimat tanya pada Ana, setelah Zeva sampai dirumah sakit, dan mengabaikan nafasnya yang masih belum beraturan.
"Kalau saja ayahmu sudah sehat seperti dulu, mungkin hari ini juga Ayahmu pasti sudah pulang." Ana menjawab pertanyaan Zeva dengan nada dinginnya.
"Jadi keadaan Ayah?" Zeva tidak melanjutkan pertanyaannya dan membiarkan pertanyaannya menggantung begitu saja hingga Ana menjawabnya.
"Keadaan ayahmu semakin memburuk." Ana menjawab pertanyaan Zeva, dengan nada yang terdengar dingin, namun tetap berhasil menyedihkan bagi Zeva karena kabar yang diberikan Ana kabar buruk, bukanlah kabar baik seperti harapannya.
Mendengar kabar tersebut dari Ana, rasanya Zeva tidak sanggup untuk menahan tubuhnya tetap berdiri tegak, bukan keadaan yang sama seperti kemarin, tapi justru lebih buruk dari kemarin. Zeva sedikit mundur kebelakang, dan menyandarkan tubuhnya di tembok rumah sakit tepat di dekat kursi tunggu. Baru saja ia mendapat kabar yang membuatnya tidak mampu berdiri, tiba-tiba telinganya mendengar suara seseorang yang berhasil membuat jantungnya langsung berhenti berdetak karena terkejut.
"Aku akan segera menikah." Zeva terkejut bukan main saat mendengar pria yang teramat ia cintai mengatakan akan segera menikah. Entah ini kebahagiaan yang terbalas dari kabar buruk dari dokter mengenai keadaan sang Ayah, atau memang suatu kebetulan saja ada kabar baik setelah mendapat kabar buruk.
"Mas, kamu tidak sedang bercanda kan, kamu akan segera menikahiku?" Zeva mencoba bertanya untuk memastikan pendengarannya, takut Zeva akan salah dengar dan ternyata bukan itu yang dia dengar.
"Zeva maaf, maaf. Aku memang akan menikah, tapi bukan dengan kamu…