Bab 4. Hanya Masa Lalu

1596 Kata
“Permisi, maaf mengganggu kalian,” ucap Elora cepat sambil berjalan keluar dari apartemen. Melewati Miya yang masih menatapnya sinis. “El, tunggu!” Satria memanggil. Tak ingin Elora pergi begitu saja karena ia memang berniat mengantar wanita itu pulang. “Mas!” tegur Miya tampak marah mendengar Satria hendak mengantar Elora. “Kamu nggak usah mikir aneh-aneh, aku sama Elora nggak ada apa-apa. Sekarang kamu pulang aja, jangan sampai Wira tahu kamu ada di sini. Aku pergi dulu ya, aku mau antar Elora dulu karena masih ada yang ingin aku bicarakan sama dia,” ucap Satria sambil mengecup Miya yang terlihat dingin. Elora menatap Satria yang berdiri di sampingnya menekan tombol lift. Di dalam hati, ia mencaci maki dirinya sendiri yang masih saja memiliki perasaan pada Satria, padahal pria itu sangat mencintai kekasihnya yang juga istri seseorang sampai-sampai melakukan apa saja demi menjaga perasaan Miya. “Kenapa Mbak Miya nggak bercerai saja sih?! Kalau memang dia ingin bersama Mas Satria kenapa dia masih mempertahankan pernikahannya dengan suaminya,” celetuk Elora sebal tak bisa menahan lagi kekecewaan dihatinya. Satria hanya diam dan tak mempedulikan ucapan Elora. Ia terus berjalan mendahului Elora dan berdiri menunggu sang sopir untuk menjemput mereka di depan lobby. Kisah cinta terlarangnya sudah berjalan empat tahun dan tak pernah mudah untuk mereka berdua, tetapi hal itu membuat Satria dan Miya semakin dekat dan seolah tak ingin terpisahkan. Tentu saja Satria sudah berulang kali meminta Miya untuk melepaskan Wira, tetapi ancaman Wira pada Miya membuat wanita itu urung dan memilih tetap berhubungan gelap dengan Satria. Sampai saat ini, mereka masih selamat karena walau Wira sudah curiga, tetapi pria itu masih belum bisa membuktikan adanya hubungan di antara mereka berdua. Tak ada perbincangan saat Satria mengantar Elora pulang. Hanya hening yang terasa. Tiba-tiba saja Satria kembali teringat masa lalu saat mereka memasuki komplek perumahan di mana keluarga Elora tinggal. Dulu ia sering datang ke rumah itu untuk menjalankan perannya sebagai kekasih dan calon menantu idaman untuk Nirmala. Mobil milik Satria itu pun berhenti didepan rumah Elora yang di bagian depannya adalah studio jahit milik Nirmala. Perlahan Elora melepaskan safety belt dan berpamitan pada Satria. “Aku pamit ya, Mas …” Satria hanya mengangguk dan membiarkan Elora turun sendiri dari mobilnya. Tak ada lagi kecupan sayang di bibir dan di kening juga pelukan untuk perempuan itu. Semua hanya tinggal masa lalu karena Satria sudah menetapkan hatinya hanya untuk Miya. *** Miya mengintip ke dalam ruangan training dari balik kaca pagi itu. Ia melihat Elora ada disana duduk paling sudut. Perempuan itu tampak lebih dewasa dari terakhir mereka berjumpa 2 tahun yang lalu. Perempuan yang lebih muda darinya 5 tahun itu tampak elegan. Kini ia sudah lebih pintar memadupadankan penampilannya. Masih teringat saat Miya mengajari Elora untuk tampil lebih elegan agar lebih pantas mendampingi Satria jika ada acara resmi. Bahkan mereka berbelanja bersama. Membuat Elora menjadi kekasih bayangan untuk Satria jelas Miya ketahui. Kehadirannya benar-benar menolong dirinya agar tak diketahui siapapun bahwa ia menjalin hubungan cinta terlarang dengan Satria. Bahkan, Elora menjadi pelampiasan kebencian Intan, mantan kekasih Satria yang diputuskan Satria sepihak karena memilih Miya. Dulu, Intan sudah curiga padanya, tetapi dengan kehadiran Elora dengan segala sikapnya membuat perhatian Intan berpindah pada Elora. “Sedang apa kamu disini?” sapaan seseorang membuat Miya menoleh dan melihat Satria berdiri di sampingnya membawa laptop karena sebentar lagi ia akan memberikan training di ruangan itu. Miya hanya menghela nafas panjang dan menatap kekasihnya dalam seolah mencari tahu apakah Satria masih ada rasa pada Elora. “Hatiku tidak tenang sejak mengetahui ia juga berada diperusahaan yang sama,” bisik Miya jujur. “Sudah, jangan berpikiran yang tidak-tidak lagi, ia datang benar-benar untuk bekerja. Aku sudah cek alur penerimaan dan dia memang mengajukan secara manual seperti yang lain. Aku juga melihat rekomendasi mantan atasan di beberapa perusahaan tempat ia bekerja sebelumnya, mereka bilang Elora bekerja dengan baik dan serius, kali ini gadis itu tampaknya sudah berubah.” Miya hanya diam dan kembali menoleh kedalam ruangan. “Kemarin aku sudah berbicara dengannya, tak hanya kita yang terkejut tetapi juga Elora, ia bilang hanya ingin sampai 6 bulan berada disini, aku tahu ia memutuskan begitu agar tak terkena pinalty karena keluar sebelum masa probationnya selesai.” Miya kembali menghela nafas panjang. 6 bulan adalah waktu yang lama untuknya. Dulu ia meremehkan gadis itu karena Elora tergila -gila pada uang. Tetapi semakin ia mengenal Elora dan melihat perubahan tampilan gadis itu hatinya menjadi cemburu. Bagaimana pun, Elora pernah membuat Satria jadi banyak menghabiskan waktu lebih banyak daripada dengannya. Hubungan kekasih yang pura-pura itu lama kelamaan tampak seperti nyata untuk Miya. “Aku masuk dulu, nanti kita makan siang bersama. Aku sudah membeli tiket konsernya, kita harus pikirkan bagaimana caranya agar kamu bisa menginap agar kita bisa menghabiskan waktu bersama lebih panjang,” bisik Satria perlahan agar tak ada yang mendengar walau disitu tak ada siapa- siapa. “Baiklah, nanti aku pastikan juga apa hari itu mas Wira jadi berangkat keluar negeri atau tidak,” balas Miya sambil berbisik. Sepasang kekasih itu saling tersenyum dengan mata berbinar lalu Miya segera meninggalkan Satria sebelum Satria masuk ke dalam ruangan training. *** Elora menghela nafas panjang ketika ia melirik kearah jam tangan yang melingkar di tangannya baru menunjukan pukul 3 sore. Waktu berjalan terasa sangat lambat, ia benar-benar tak sabar untuk bisa segera mengangkat tubuhnya dari kursi dan berlari pulang. Hari ini adalah hari pertama ia bekerja setelah mendapatkan training selama dua hari. Ia telah duduk di cubiclenya sendiri dan belajar untuk segera mengerti pekerjaan yang harus ia lakukan. Dan kini ia tengah diajak untuk coffee break bersama Fitra, pria yang akan menjadi mentornya selama masa probation. Tadi pagi, Elora juga sudah ikut meeting yang dipimpin oleh Miya. Andai orang-orang tahu betapa ia berjuang untuk tetap fokus dan tak mengindahkankan isi kepalanya yang sibuk dengan rasa tidak nyaman. Hatinya semakin ciut ketika ia mendengar bahwa Miya adalah manajer senior yang akan segera dipromosikan untuk menjadi GM. Bahkan Satria saat ini sudah bukan lagi seorang GM, Ia sudah menjadi direktur Sales dan Marketing. “Kalau direktur itu ruangannya gak dilantai yang sama dengan kita, mereka ada di lantai atas gedung ini. Sejak pak Wim direktur Sales dan Marketing kita pensiun, pak Satria yang langsung menggantikannya. Kamu harus betah disini, karena setiap tahun mereka pasti akan menaikan gaji kita dan jika surplus akhir tahun semua karyawan akan mendapatkan bonus yang cukup besar. Jadi walaupun kerjaan kita bukan Sales masih bisa dapat bonus. Belum lagi setelah kamu lulus probation kamu bisa langsung dapat asuransi juga,” ucap Fitra mencoba memberikan gambaran tentang kantornya. “Kalau meeting disini emang segitu alotnya ya?” tanya Elora lagi mengingat saat meeting pertamanya suasana di ruang meeting begitu panas dengan pembahasan product dan efeknya pada sales. “Kalau disini memang begitu, kita sangat terbuka untuk diskusi, kamu bisa bicara apa saja tanpa takut di judge tapi siap-siap juga untuk mempertanggung jawabkan dan menjelaskan alasan mengapa kamu berpendapat seperti itu. Dulu sih kita gak begitu, tetapi sejak pak Satria masuk, kita semua jadi harus bisa mengutarakan pendapat dan mempresentasikan ide. Untung aja kali ini yang pimpin itu mbak Miya atau mas Raihan, kalau pak Satria, alasanmu akan dikejar sampai neraka! Karena ia sangat detail dan selalu berpikir dari berbagai arah, tapi itu bagus sih, kita jadi terbiasa untuk berpikir luas dan besar.” Elora terdiam, ia jadi teringat ketika awal- awal bertemu dengan Satria. Pria itu memang seperti yang diceritakan Fitra. Sangat detail dan menyeluruh. Bahkan rasanya di hari pertama pertemuan mereka lagi sebagai manusia dewasa, Satria sudah langsung mengetahui betapa bermasalahnya Elora dengan namanya uang, membuat Elora kelabakan dan tentu saja merasa malu. Tetapi nasehat Satria juga yang membuatnya menjadi lebih bisa mengendalikan diri dan memperbaiki pola pikir dan pola pengaturan finansialnya. Sebagai pemikir handal, pantas saja Satria dan Miya sangat rapi menutupi hubungan mereka. “Pak Satria itu pacarnya mbak Miya ya?” celetuk Elora mencoba mencari tahu. “Hush, mbak Miya itu sudah menikah dan mesra banget sama suaminya! Setiap hari mereka selalu berangkat dan pulang bersama. Kok tiba-tiba bicara begitu? Kenapa? Kamu lihat pak Satria tampak perhatian sama mbak Miya ya? Hahahaha, mereka itu memang sudah berteman dekat lama, sebelum mbak Miya masuk ke perusahaan ini dua tahun yang lalu. Kalau soal baik dan mesra, pak Satria memang jagonya, suatu hari kalau kamu ketemu dia dan dia bersikap baik dan perhatian sama kamu, jangan jatuh cinta dulu! Sama semua perempuan dia seperti itu! Sudah banyak anak kantor yang patah hati gara-gara pak Satria.” Tenggorokan Elora terasa tercekat dan hatinya terasa sakit perlahan. Ucapan Fitra persis dengan ucapan Risma yang dulu sering mengingatkannya untuk tidak jatuh cinta pada Satria karena memang sikap dan sifatnya yang sangat perhatian pada perempuan. “Dia itu baik dan perhatian sama kamu bukan karena dia suka, El! Emang sifatnya seperti itu dan dia juga harus bersikap baik padamu juga keluargamu untuk menutupi hubungannya dengan sang kekasih gelap! Kamu hanya tameng!” Rasanya Elora ingin menggila, jika benar Satria hanya ingin bersikap baik padanya saja sudah membuatnya begitu jatuh cinta dan tak mampu melepaskan perasaannya walau ia tahu keadaan yang sebenarnya, apalagi menjadi Miya, perempuan itu pasti begitu diratukan oleh Satria dan Elora merasa iri padanya. Entah apa yang membuatnya tetap bertahan dengan perasaannya ini. Elora begitu percaya bahwa Satria pernah menyukainya walau akhirnya memilih Miya, perasaannya itu yang membuatnya bertahan dan terus berharap untuk bisa mendapatkan Satria kembali. Dua tahun perpisahan mereka akhirnya membuat Elora sadar bahwa perasaannya bertepuk sebelah tangan, tetapi ia masih tak bisa melupakan Satria dan selalu merindu sehingga membuatnya nekat untuk melamar kerja diperusahaan yang sama hanya untuk bisa melihat Satria. Bersambung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN