10. Datang Tak Diundang

1915 Kata
Davit mendudukkan tubuh Lintang di sofa. Tidak mempedulikan tubuhnya yang saat ini basah kuyip, Davit segera mengambil kotak P3K untuk mengobati kaki Lintang yang terkena paku.  “Pak, saya bisa sendiri. pak Davit tidak perlu repot-repot,” ucap Lintang saat Davit menarik kakinya dan menumpukan pada kaki pria itu. Lintang merasa ini kurang sopan. Bagaimanapun Davit adalah dosennya, dan sekarang ia memberikan kakinya pada Davit. Iya sih dulu Lintang sangat ingin menendang Pak Davit, tapi melihat kebaikan Pak Davit membuatnya merasa tidak enak.  “Diamlah. Bisa gak hati-hati dengan diri sendiri? Untung pakunya gak nancep, kalau pakunya nancep bisa infeksi,” ucap Davit membersihkan darah segar yang keluar dari kaki Lintang. Davit mengerutkan alisnya saat melihat beberapa bekas luka yang ada di telapak kaki Lintang.  “Kamu sering menginjak paku?” tanya Davit.  “Enggak, Pak. Hanya beberapa kali, kadang juga kerikil lancip,” kata Lintang.  “Kamu gak pernah pakai alas kaki?”  “Pernah, Pak. Tapi kalau musim penghujan kan ya dilepas. Takut sandalnya cepat rusak kena air,” jelas Lintang.  Davit menghela napasnya, pria itu menutup luka Lintang dengan kasa yang dililitkan ke telapak kaki Lintang. Mendengar penuturan Lintang yang sangat ceroboh membuat Davit kesal. Davit mengikat kasa di kaki Lintang dengan kencang membuat Lintang memekik. Namun Davit sama sekali tidak merasa bersalah.  “Sudah, cepat mandi sana!” titah Davit.  “Bukannya Pak Davit yang seharusnya mandi duluan?” tanya Lintang.  “Saya bilang sama kamu cepat mandi, tandanya kamu dulu yang mandi. Saya heran kenapa kamu bisa naik sampai semester enam kalau memahami kata-kata saja kamu tidak bisa,” kata Davit yang bibir pedasnya sudah kembali mode on.  Lintang mendengkus, cewek itu segera berdiri dengan tertatih-tatih untuk menuju ke kamar mandi. Davit ingin membantu, tapi ia mengurungkan niatnya. Jangan sampai ia dicap sebagai dosen yang mesuum beneran oleh Lintang.  Lintang segera mandi, ia tidak peduli bila luka yang dibalut kain kasa oleh suaminya harus basah lagi. Luka kecil seperti ini sudah biasa Lintang dapatkan, ia sudah tidak kaget lagi. Setelah selesai mandi, Lintang teringat sesuatu. Ia belum membawa baju gantinya. Lintang menyambar handuk dan melilitkan di tubuhnya.  Kemarin dan pagi tadi, Lintang mandi dengan membawa baju sekalian ke kamar mandi. Ia sadar sudah tinggal dengan seorang pria. Batasan-batasan seperti ini harus Lintang terapkan. Namun kesialan menimpanya saat melupakan bajunya.  Lintang mengintip di lubang pintu, perempuan itu menghela napasnya lega saat tidak mendapati Davit di sekitar kamar mandi. Lintang berjinjit pelan keluar dari kamar mandi, perempuan itu juga merapatkan handuknya.  “Semoga dosen galak sudah masuk kamar,” kata Lintang dalam hati. Saat tidak mendapati Davit di mana pun, Lintang segera berlari menuju kamarnya. Namun naas, lagi dan lagi kesialan itu harus Lintang terima dengan lapang dadaa.  Buggghhh! “Akhhh ….” Tubuh Lintang terpental hingga terjatuh saat ia menabrak sesuatu yang keras. Lintang terduduk di lantai dengan handuk yang sudah terbuka lebar. Mata Lintang mendongak, bibirnya tercekat saat melihat Davit tengah berdiri di hadapannya dengan pandangan yang melotot juga bibir yang menganga lebar.  “Pak Davit tutup mata!” teriak Lintang segera membungkus kembali tubuhnya dengan handuk.  Davit tidak menanggapi perintah Lintang yang menyuruhnya tutup mata. Davit masih terpaku di tempatnya, mengagumi bentuk tubuh istrinya yang sangat indah. Sekarang Davit menghapus penilaiannya tentang Lintang yang jelek, kalau sedang tidak pakai baju, Lintang sangat cantik.  “Pak Davit!” teriak Lintang lagi.  Davit menggelengkan kepalanya untuk menetralkan ekspresinya. Melihat tampang mesuum Pak Davit, membuat Lintang sangat malu. Wajah Lintang sangat memerah dan terasa panas. Lintang yakin kalau Pak Davit tadi menikmati pemandangan tubuhnya. Tangan Lintang terkepal, perempuan itu dengan segera bangun dan berdiri tegak.  Lintang menatap Davit dengan tajam, perempuan itu mendorong Davit dengan tangannya hingga tubuh Davit terbentur tembok, “Pak Davit, Pak Davit berpikir mesuum, kan?” tanya Lintang dengan tajam.  “Awas ya kalau Pak Davit macam-macam sama saya. Jangan harap setelah melihat tubuh saya, saya mau disentuh sama bapak. Dan jangan harap bapak menggunakan tubuh saya untuk fantasi liaar bapak. Kalau bapak sampai berani, aku tidak akan segan-segan menghajar bapak,” ucap Lintang menunjuk-nunjuk wajah Davit. Lintang memberanikan dirinya untuk memberikan ketegasan pada Davit agar nanti Davit tidak melecehkan-nya. Meskipun Davit seorang dosen, terlihat sangat berpendidikan, tapi siapa bisa menjamin kalau Davit tidak akan berbuat aneh-aneh. Bagaimanapun Davit adalah seorang pria yang bisa saja memiliki gairah.  “Kamu pikir saya pria yang suka macam-macam?” tanya Davt yang tidak terima saat dituduh Lintang. Benar kalau ia mengagumi tubuh Lintang, ia pun berencana menjadikan tubuh istrinya sebagai fantasi liar-nya, tapi kalau Lintang sudah menebak, jatuh sudah harga dirinya.  Davit mendorong sedikit tubuh Lintang, pria itu berdehem sebentar, “Kamu bisa percaya sama saya, kalau saya tidak akan macam-macam sama kamu,” ucap Davit yang ngacir begitu saja.  “Awas kalau Pak Davit bohong. Orang bohong hidungnya panjang!” teriak Lintang.  “Ya gak apa-apa panjang, asal hidung yang bawah,” batin Davit. Davit memasuki kamar mandi dan menutup pintunya dengan kencang.  Lintang pun segera menuju ke kamarnya. Setelah berganti pakaian, Lintang kembali ke ruang tamu untuk mengambil tas dan hpnya. Saat membuka hp, ada satu pesan dari nomor yang tidak dia kenal.  08179262xxxx : Lintang, ini Pak Bayu. Saya dapat nomor kamu dari salah satu teman kamu. Kalau kamu butuh bantuan, bisa hubungi saya. Lintang menimang-nimang hpnya. Perempuan itu memutuskan untuk membalas pesan tersebut untuk memastikan Pak Bayu adalah Pak Bayu dosen Tipologi bangunan.  Bayu benar-benar super nekat, ia meminta nomor Lintang dari mahasiswa sekelas Lintang yang dia kenal. Bayu hanya ingin berkirim pesan dengan Lintang tanpa niatan apa-apa. Bayu hanya antisipasi kalau Davit berbuat tidak baik pada istri kontraknya, Bayu akan membantunya. Pertama kali melihat Lintang membuat Bayu sedikit tertarik dengan perempuan yang awalnya dia nilai tidak cantik.  Lintang pun berbalas pesan dengan Bayu. Ia juga mengatakan kalau tadi terkena paku di depan. Tawa Lintang terdengar sampai kamar mandi. Davit yang baru keluar kamar mandi pun mengerutkan dahinya, Lintang tertawa cekikikan yang membuat Davit sangat penasaran kenapa perempuan itu bisa tertawa. “Lintang!” panggil Davit membuat Lintang menolehkan kepalanya.  “Iya, Apa, Pak?” tanya Lintang.  “Kamu ngapain berisik banget?” tanya Davit.  “Tidak apa-apa, Pak.”  “Saya mau masak sup ayam. Kamu mau dimasakin apa?” tanya Davit.  “Terserah Pak Davit saja. Atau biar saya saja yang masak?”  “Tidak usah. Kaki kamu masih sakit, saya gak mau sakitnya lebih parah yang mengharuskan saya membawa kamu ke rumah sakit. Pasti itu akan merepotkan,” oceh Davit.  “Pak Davit manusia apa bukan sih? kenapa jahat banget?” tanya Lintang dengan kesal.  “Saya jahat? Saya sudah menggendong kamu dari depan sana ke sini dengan tenaga, dan kamu bilang saya jahat? Kamu yang gak punya hati nurani,” kata Davit seraya menunju dapur. Davit membuka kulkas dan mengambil sayuran, tidak lupa ia menutup kulkasnya dengan kencang hingga menimbulkan suara. Antara dapur dan ruang tamu hanya diberi pembatas sebatas pinggang, membuat Lintang bisa melihat tingkah Davit. Rumah Davit sangat unik, di mana ruang tamu bisa melihat langsung dapur dan ruang makan. Baru kamarnya ada di bagian belakang.  “Pak Davit payah. Berat badanku hanya empat puluh dua, dan Pak Davit sudah merasa berat? Makanya Pak, punya badan yang atletis kayak Pak Bayu, kotak-kotak, terlihat lebih kuat,” oceh Lintang.  “Saya gak bilang kalau saya gak kuat. Saya hanya meluruskan dengan pandangan kamu yang bilang saya jahat,” kata Davit. Mendengar nama Bayu membuat Davit semakin kesal. Sungguh kebaikannya sama sekali tidak dianggap oleh Lintang.  Selama memasak, Davit sama sekali tidak bisa fokus. Fokusnya terbagi antara amarahnya dan ucapan Lintang yang menyebut nama Bayu. Bayu lagi Bayu lagi, suami mana yang tidak emosi saat istri menyebut nama laki-laki lain. Namun Davit tertampar dengan kenyataan bahwa ia hanya suami kontrak.  Ting tong! Suara bel rumah Davit berbunyi. Davit yang sudah selesai memasak sup dan nasi pun segera melepas celemeknya dan menuju ke pintu utama. Alangkah terkejutnya ia saat membuka pintu mendapati Bayu yang tengah membawa sesuatu di tangan kirinya dan membawa payung di tangan kanannya.  “Sore Pak Davit,” sapa Bayu. Davit ingin menutup pintunya, tapi tangan Bayu menahannya.  “Pak Davit, saya nemu payung di jalan. Sepertinya baru ada adegan romantis seorang suami menggendong istri di bawah guyuran hujan deras. Persis adegan kuch-kuch hotahe,” oceh Bayu. Davit menarik payungnya dengan kasar. Pria itu berusaha menutup pintu, tapi Bayu menahannya.  “Davit, aku ini temanmu. kejam sekali aku tidak boleh masuk,” ucap Bayu mendorong pintu.  “Kamu datang hanya untuk merusuh, mending pulang saja!” desis Davit.  “Pak Bayu, ayo masuk, Pak!” ucap Lintang yang datang menyusul suaminya. Davit sedikit mundur dari pintu yang membuat Bayu bisa leluasa masuk.  “Lintang, saya bawain sup hangat untuk kamu. Pas sama hawanya yang dingin, ini saya masak sendiri,” ucap Bayu mendekati Lintang. Lintang menerima rantang yang disodorkan Davit.  “Ayo, Pak. Kita makan sama-sama,” aja Lintang.  “Tunggu!” cegah Davit. Davit menatap istrinya dengan tajam. “Kamu lupa kalau ini rumah saya? Tamu yang datang juga harus atas seijin saya,” ucap Davit.  “Kalau saya tidak boleh bertamu, biar Lintang yang bertamu ke rumah saya. Ayo, Lintang,” ajak Bayu. Davit semakin mengepalkan tangannya.  “Sudah sudah … masuk sana, duduk di sofa, jangan sampai mengotori sofaku karena nyucinya harus pakai kembang tujuh rupa dan tirakat tujuh hari tujuh malam,” ketus Davit yang berjalan masuk terlebih dahulu.  Lintang melupakan kakinya yang sakit, perempuan itu menuju ke dapur untuk mengambil alat makannya dan membawa ke ruang tamu. Davit pun demikian, ia mengambil makanannya dan membawanya turut serta ke ruang tamu. Ia tidak rela bila istrinya dan Bayu berduaan saja.  “Pak Bayu, Pak Bayu seharusnya tidak perlu repot-repot,” ucap Lintang memberikan mangkuk dan sendok pada Bayu.  “Tidak repot, kok. Ini sup kentang yang kamu suka,” jawab Bayu.  “Lintang, kenapa kamu tidak ngomong sama saya kalau kamu suka kentang?” tanya Davit.  “Eh itu, belum ngomong, Pak,” jawab Lintang.  “Lalu kenapa Bayu duluan yang kamu kasih tahu? Saya suami kamu, sedangkan Bayu hanya orang asing.”  “Pak, ada tamu yang sopan!” tegur Lintang. Lintang duduk di sofa single sedangkan Bayu di sofa panjang di hadapannya.  “Pak, ini nasinya kalau mau,” ucap Lintang pada Bayu. “Lintang, ambilkan saya nasi!” titah Davit. Davit mengambil duduk di samping Lintang dan memaksa Lintang membagi sofa singlenya. Lintang tidak terima, ia mendorong Davit, tapi Davit menarik Lintang untuk berdiri terlebih dahulu. Davit duduk dan kembali menarik Lintang sampai Lintang duduk di pangkuan-nya.  Mata Lintang membulat sempurna, begitupun Bayu yang langsung tersedak ludahnya sendiri. “Pak, Pak Davit apa-apaan sih?” tanya Lintang yang ingin bangkit dari pangkuan Davit, Namun Davit menahannya.  “Begini saja. Sekarang kamu makan. Pak Bayu juga silahkan makan dengan tenang!” kata Davit tersenyum penuh kemenangan.  “Pak Davit tidak sopan,” bisik Lintang. Davit tidak menanggapi, pria itu tersenyum penuh kemenangan. Siapa suruh Bayu mengibarkan bendera perang kepadanya. Sekarang biar Bayu tahu kalau Lintang adalah miliknya.  “Pak Bayu, kenapa bengong? Ayo makan!” titah Davit seolah mengejek.  “Baik, terimakasih Pak Davit,” jawab Bayu yang memakan makanan-nya dengan sedikit kesal.  Lintang merasa tidak enak duduk di pangkuan Davit, apalagi dengan santainya Davit malah tersenyum puas. Lintang ingin kembali berdiri, tapi tangan Davit dengan cepat menahan tubuhnya kembali.  “Jadilah Lintang yang menurut. Baik-baik duduk di pangkuanku dan jangan bergerak kalau tidak mau tersundul-sundul,” ucap Davit menepuk puncak kepala Lintang beberapa kali. Bayu semakin terbatuk-batuk mendengar ucapan Davit yang mengarah pada ke-mesuman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN