43. Menyembunyikan

1023 Kata
Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua jam di danau itu, akhirnya Edzard mengajak Adreanne untuk pulang. Jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Edzard yakin kalau Adreanne sudah lelah terlebih dengan aktivitas mereka lagi tadi yang lomba. Mobil Edzard berhenti tepat di depan pagar rumah gadis itu. Adreanne tidak langsung turun, gadis itu menatap Edzard sejenak dan berpamitan. "Makasih banyak ya, Ed. Udah ngajak aku refreshing ke sana, setidaknya aku tidak kepikiran tentang mimpi itu lagi," ceplos Adreanne. Dahi Edzard mengernyit samar. "Mimpi?" Adreanne merutuki dirinya sendiri di dalam hati, bisa-bisanya ia keceplosan. Padahal Adam sudah menyuruhnya untuk merahasiakan mimpi yang ia dapat di malam itu. "Hanya mimpi horor yang membuatku ketakutan dan kepikiran terus," kata Adreanne dengan nada canggung. Sejenak Edzard merasa tidak percaya dengan penjelasan singkat itu, namun ia tidak ingin membuat Adreanne merasa terpojok atau apapun, akhirnya ia mengangguk saja. Selama mimpi itu tak membahayakan Adreanne atau membuatnya jadi depresi, ia tak akan bertanya apapun. "Oh begitu, baguslah kalau mimpi menyeramkan itu tak mengganggumu lagi," ujar Edzard lega. Adreanne menghela napas lega karena Edzard percaya. "Ya memang bagus, sekali terimakasih. Aku turun." Gadis itu melepaskan seatbelt nya dan membuka pintu mobil kemudian turun. Setelah melambaikan tangan dua kali, akhirnya ia memasuki pekarangan rumah hingga tak terlihat lagi oleh Edzard. Edzard kembali mengemudikan mobilnya menuju rumahnya. *** Kepulangan Adreanne disambut oleh Adam. Lelaki paruh baya itu melambaikan tangannya menyuruh sang putri untuk mendekat. Langsung saja Adreanne duduk di sebelah Adam. "Gimana sama lomba kamu tadi? Bisa menjawab soalnya? Apa sangat susah?" tanyanya beruntun. Adam terlihat sangat tidak sabar dengan hasil yang diperoleh dari anak gadisnya. Raut wajah pria itu juga tampak sangat semangat mendengar cerita dari putrinya. "Ada beberapa yang tidak ku mengerti dan ragu, Yah. Tapi kebanyakan soal yang aku bisa jawab," balas Adreanne. "Baguslah, nanti menang atau kalah itu sudah biasa. Kalau begitu mandi gih." Adam mengusap-usap kepala Adreanne lembut dan penuh kasih sayang. Adreanne mengangguk dua kali lalu berdiri. Gadis itu mencium pipi kanan Adam dan berkata. "Aku pamit ke kamar dulu, Yah." Adam mengacungkan jari jempolnya, lalu ia kembali fokus pada tayangan berita di televisi. Adreanne mengayunkan kakinya menaiki tangga, ketika melewati kamar Damien, ia melihat pintu kamar yang sedikit terbuka. Entah angin apa, Adreanne memutuskan membuka pintu kamar Damien dan masuk. "Abang kenapa?" tanyanya. Damien yang sedang memijit-mijit kakinya pun menoleh. "Pegal banget kaki gue, nggak tau kenapa. Mana kepala juga pusing," keluhnya terlihat sangat menderita. Adreanne menatap sang abang dengan iba. "Abang udah minum obat?" "Udah tadi, barusan bunda bawakan ke sini." Adreanne melepas tas sekolahnya dan meletakkan di lantai dekat nakas. Gadis itu duduk di pinggiran ranjang lalu meletakkan kaki Damien pelan-pelan di atas pahanya. Dengan perlahan, ia mulai mengurut kaki Damien. Merasakan pijatan lembut dari adiknya membuat Damien keenakan. Ia sudah bersandar pada kepala ranjang dan menutup kedua matanya. "Tadi abang ada jalan? Kenapa bisa sampai pegal-pegal?" "He'em, tadi gue jalan ke taman belakang. Suntuk di dalam kamar," ucapnya jujur. "Harusnya jangan jalan jauh-jauh dulu, Bang. Malah jadi sakit-sakitan gini, kan!" Damien memutar bola matanya malas. "Iya-iya cerewet." Adreanne mendengus pelan dan tidak bicara lagi. Ia fokus melakukan pekerjaannya. Sedangkan Damien sudah mengubah posisinya menjadi terlentang di atas kasur. Lima belas menit kemudian, posisi terbalik. Tangan Adreanne lah yang merasakan pegal setelah memijit kaki Damien. Seolah-olah rasa pegal itu di transfer pada tangannya. Adreanne menatap wajah Damien yang sudah tenang, Abangnya tertidur. Karena Abangnya sudah memasuki dunia mimpi, Adreanne pun meregangkan otot-otot tangannya kemudian ia mengatur posisi kaki Damien agar nyaman lalu menyelimuti lelaki itu. Adreanne meraih tasnya kembali lalu keluar dari kamar Damien menuju kamarnya. Ia benar-benar butuh mandi sekarang. *** Di malam harinya, selepas makan malam bersama keluarganya, Adreanne memutuskan untuk belajar. Ya, walaupun ia sudah selesai lomba, belajar selalu tak lepas darinya. Agak berbeda dengan yang lainnya yang lebih suka bersantai, dan akan mengerjakan tugas atau belajar jika memang sudah kepepet. Memang Adreanne sangat menyukai belajar, dan juga mempelajari hal-hal yang baru. Seperti sekarang ini, ia membuka buku paket pelajaran biologi. Ia akan mempelajari bab selanjutnya meskipun gurunya belum menerangkan materi tersebut. Sehari-hari, aktivitas belajar Adreanne juga dibantu oleh aplikasi bimbel belajar online di iPadnya. Jadi apa yang ia tidak mengerti dari buku paketnya, ia akan mencari tahu materi lebih dalam di aplikasi tersebut. tok... tok... tok... Adreanne menoleh ke belakang, tepatnya ke arah pintu. "Masuk saja!" Cklek! Pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok Damien yang masuk dengan langkah tertatih-tatih. "Abang ngapain di sini?" "Buset dah adek gue. Lomba dah kelar, masih juga belajar?!" seru Damien tak habis pikir. Adreanne memutar bola matanya malas. "Keluar bang, kalau cuma mau ganggu aku," dengusnya kesal. "Nggak, gue nggak ganggu lo. Cuma mau minta tolong doang," kata Damien lalu duduk di tepian ranjang milik adiknya. "Minta tolong apaan?" Dahi Adreanne mengernyit heran. "Itu, kaki gue masih pegel nih. Pijitin lagi dong," pinta Damien sambil meluruskan kakinya di ranjang. Posisi Damien juga sudah berubah. Pria itu malah bersandar pada kepala ranjang Adreanne dan bersiap seolah-olah ranjang itu miliknya. "Ngapain Abang tiduran di kasur aku? Balik sana ke kamar abang. Aku tuh mau belajar," usir Adreanne. "Yaelah, pijitin doang bentar." Adreanne menghela napas berat dan akhirnya setuju. Gadis itu menghampiri Damien dan mulai memijit kaki sang Abang. Bermenit-menit telah berlalu, Damien semakin keenakan dan tanpa sadar lelaki itu sudah tertidur saja. Adreanne mendengus, "Kalau tau gini aku pijitin aja di kamar dia. Sekarang dia malah enak-enakan tidur!" Alhasil Adreanne memijit kaki Damien dengan sabar dan ketika tangannya sudah lelah ia berhenti dan kembali melanjutkan aktivitasnya yang hendak belajar. Adreanne terus menerus belajar hingga lupa waktu, ketika sudah selesai membahas pelajaran biologi ia membahas pelajaran matematika sekalian mengerjakan tugas-tugas yang sempat di delay karena persiapan lombanya kemarin. Walaupun Adreanne adalah kebanggaan sekolah, hal itu tak membuatnya tak acuh pada tugasnya. Beberapa mata pelajaran sempat tak ia kuasai hanya karena mempelajari materi yang di khususkan untuk olimpiade. Adreanne tetap meminta pada Lily untuk mencatat setiap tugas agar nanti bisa ia kerjakan dikala lomba telah usai. Bedanya, siswa siswi lain akan dikumpulkan pada waktu yang ditentukan oleh sang guru. Berbeda dengan Adreanne, gadis itu mendapat dispensasi berupa kelonggaran saat mengumpulkan tugas. Jadi tidak perlu buru-buru sekali untuk mengumpulkan tugas-tugasnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN