Bel pulang seoklah telah berbunyi lima menit yang lalu. Adreanne telah keluar dari kelasnya dan sedang menunggu Ayahnya menjemput di sebuah tempat tunggu khusus para siswa yang ada di depan pagar sekolah. Tadinya, Lily menawarkan tumpangan padanya, tapi ia ingat betul sore ini Adam berjanji akan ke Pet shop bersamanya untuk mengadopsi kucing.
“Sendirian aja, apa Ayahmu belum datang?” Tiba-tiba Adelard datang. Baju cowok itu tampak sedikit berantakan, terlebih dua kancing teratas sudah terbuka.
“Iya,” sahut gadis itu singkat. Mengalihkan tatapannya dari Adelard.
“Aku akan menemanimu kalau begitu.” Adelard duduk di sebelah Adreanne tanpa permisi.
Adreanne tidak bisa mengusir Adelard walau ia merasa sedikit tidak nyaman. Lagi pula ini tempat umum.
“Seperti si Edzard berkencan dengan Kalista,” celetuk Adelard setelah keheningan melanda mereka selama beberapa menit.
Kepala Adreanne langsung menoleh menatap Adelard. “Tau dari mana?”
Adelard menunjuk ke arah belakang dengan kepalanya sendiri. “Tuh lihat mereka ke parkiran bersama, keduanya juga tampak akrab. Nah lihat itu, si Kalista masuk ke dalam mobil Edzard,” cerocos Adelard.
Adreanne memperhatikan itu semua selama lima detik, ia buru-buru mengalihkan tatapannya ketika Edzard balik menata ke arahnya.
“Bukan urusan kita kalau mereka berkencan,” jawab Adreanne lugas.
Adelard menyeringai. “Benar juga sih. Bagaimana kalau aku?”
Alis sebelah kanan Adreanne terangkat naik. “Apa maksudmu?”
“Bagaimana kalau kita juga berkencan?” tawar Adelard sembari menaik turunkan alisnya dengan menggoda.
Raut wajah Adreanne sontak berubah menjadi datar. “Aku tidak tertarik dengan hal itu.”
Adelard meraba d**a kirinya dan berekspresi seolah tersakiti atas jawaban Adreanne. “Ah, aku ditolak.”
“Sedang apa kamu di sini?”
Kepala Adreanne dan Adelard sontak menoleh. Ternyata Edzard datang dengan tangan melipat kedua tangannya di d**a.
“Kamu bicara sama siapa? Aku atau dia?” tanya Adreanne.
“Sama kamu.”
Adreanne ber-oh ria. “Aku sedang menunggu Ayah. Ngapain juga kamu ke sini? Bukannya kamu bisa langsung pulang?”
Edzard tidak langsung menjawab, lelaki itu justru melirik Adelard dengan sinis. “Kau ngapain ikut menunggu di sini?”
“Suka-suka ku lah, ini tempat umum.”
Edzard baru akan mendebat Adelard, namun Adreanne menghentikannya. “Udah jangan ribut bisa, kan? Berisik, kamu juga pulang sana. Kan ada Kalista yang harus kamu anter pulang,” cetusnya datar.
“Kalista nggak sama aku, udah aku usir.”
Adreanne tidak mengindahkan ucapan Edzard itu, dia bangkit dan berjalan menuju mobil putih yang baru saja datang.
Kedua lelaki yang bukan manusia itu menata kepergian Adreanne dengan diam. Mata Edzard juga melihat Adam yang keluar dari mobil mengawasi mereka dari jauh. Tidak bisa dielakkan lagi, tatapan Adam tentunya tidak bersahabat ketika menatap dirinya. Hingga Adam kembali masuk ke dalam mobilnya dan melajukan kuda besi itu.
“Sepertinya Ayah gadis itu tidak menyukaimu,” ejek Adelard.
“Diam kau!”
Edzard membalikkan tubuhnya, berjalan meninggalkan Adelard. Ia kembali ke mobilnya dan menatap Kalista yang tidak kunjung pergi.
“Bukankah perkataanku sudah jelas? Keluar dari mobilku,” usirnya sadis.
Kalista tetap kukuh duduk di jok belakang.
“Dante, keluarkan dia,” titah Edzard pada Dante.
Dengan segera, Dante menarik paksa Kalista agar segera keluar dari mobil.
“Jangan menggangguku jika kau masih ingin melihat matahari esok hari,” ancam Edzard dengan sinis.
***
Adam mengemudikan mobilnya di jalanan yang cukup padat. Sesekali pria paruh baya itu melirik ke arah putrinya yang diam saja.
“Ayah mendapat kabar dari Bunda kalau kamu tadi masuk UKS, Lily yang memberitahu Bunda. Kenapa tadi nggak minta izin untuk pulang aja, Re?”
Kepala Adreanne refleks menoleh menatap Adam. “Cuma pusing dikit aja kok, Yah. Lagian aku udah dikasih obat dan istirahat,” ujarnya meyakinkan.
“Kalau ada apa-apa lagi, kabarin Ayah juga ya? Biar Ayah jemput aja,” pesan Adam.
Mau tidak mau Adreanne menganggukkan kepalanya. “Iya, Yah.”
Keheningan kembali melanda mereka, di tambah jalanan tiba-tiba macet. “Oh iya, kamu masih dekat dengan Edzard?”
“Udah nggak, Yah.”
“Terus tadi ada dia sama ada satu cowok lagi itu siapa?” tanya Adam seperti polisi yang sedang menginterogasi tersangka.
“Oh itu tadi Adelard, murid baru. Dia Cuma nemanin aku karena aku nunggu Ayah sendirian,” jawabnya lugas.
Adam mengulum senyumnya. “Putri cantik Ayah sepertinya memiliki banyak fans. Terbukti perlahan-lahan, banyak yang mendekatimu,” kekehnya.
“Enggak kali ah, Adelard Cuma mau berteman aja kok. Nggak ada maksud lain,” elaknya. Padahal ia ingat betul bahwa tadi Adelard menawarkan kencan padanya.
“Iya deh. Em, kamu jadi mau ke pet shop?” tanya Adam memastikan, tepat saat mobilnya kembali jalan.
“Jadi dong, Yah!”
Adam pun mengambil jalan yang berbeda langsung. Sekitar lima menit, mobilnya berhenti di depan halaman pet shop yang cukup besar. Ayah dan anak itu segera turun dan masuk ke dalam.
Di dalam, mereka langsung disuguhi dengan berbagai jenis binatang yang sudah berada di dalam kandang masing-masing.
Tatapan Adreanne mengunci pada satu objek, di mana seekor kucing persia dengan bulu lebat berwarna putih dengan corak abstrak yang berwarna cokelat. Corak itu hanya sedikit, seperti mempermanis penampilan kucing tersebut selain di balut dengan warna putih.
“Kamu lihat-lihat dulu sana, kalau ada yang disuka langsung bilang ke mbaknya,” kata Adam.
Tanpa melihat jenis kucing yang lain, Adreanne langsung menunjuk kucing yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. “Aku mau yang itu, Yah.”
Adam pun langsung bicara pada sang pemilik pet shop ini. Sekitar lima belas menit, Adam mengurus hal-hal yang Adreanne tidak mengerti, akhirnya ia bisa membawa kucing itu.
Adreanne telah menyuruh penjaga toko untuk mengambil makanan khusus kucing dan juga memilih kandang yang bagus untuk kucingnya.
“Kalau begitu, terimakasih.” Adam menjabat tangan sang pemilik.
“Ayo Re, kita pulang!” Adam mengambil alih kandang yang berisi kucing itu dari tangan putrinya.
“Kamu bawa makanannya aja,” lanjut Adam.
Adreanne mengangguk menurut. Ia menenteng plastik yang berisi makanan kucing.
***
Sesampainya di rumah, Adreanne dengan semangat membawa kucing cantiknya masuk ke dalam.
“Bunda! Aku jadi adopsi kucing cantik!” serunya dengan antusias. Ia berlari kecil menuju ruang keluarga di mana Tika sedang bersantai.
“Wah, cantik banget,” puji Tika.
Adreanne mengeluarkan kucing itu dan meletakkannya di sofa. “Bulunya halus Bun, matanya juga cantik. Warna biru,” celotehnya.
“Perlengkapan kucingnya juga udah dibeli, kan?” tanya Tika memastikan.
“Udah Bun. Ada makanan, sabun mandi dan pasirnya.”
Tika mengelus-elus bulu putih sang kucing. Kucing yang dipilih Adreanne termasuk kucing yang tidak banyak gerak. Buktinya ketika di dudukkan di sofa, kucing gendut itu langsung merebahkan tubuhnya tanpa berniat berlari ke sana ke sini.
“Namanya mau kamu kasih apa?”
“Molly,” jawabnya tanpa pikir panjang.
“Molly, nama yang bagus,” komentar Tika.
“Sekarang kamu mandi gih, nanti baru kasih kucingnya makan,” ucap Adam yang baru masuk.
Adreanne menganggukkan kepalanya, namun ia tak langsung berdiri. “Nanti malam dia tidur di kamar aku ya?”
“Iya, terserah kamu.” Tika menyahut.
Adreanne bersorak senang. Ia bangkit dan berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Molly di bawah bersama Tika yang mulai sibuk mengusel-usel kucing itu.