50. Ada Maksud Tersembunyi

1432 Kata
Keseharian Adreanne hari ini akan ditemani full oleh Molly. Karena hari ini adalah hari sabtu dan sekolah libur setiap sabtu dan minggu, yang Adreanne lakukan berada di rumah bermain bersama Molly. "Mau ke mana bang?" tanya Adreanne pada Damien yang baru saja menuruni tangga. Adreanne sedang bermain dengan Molly di ruang keluarga yang tak jauh dari tangga. "Ke rumah sakit, check up," jawab Damien singkat. Pria itu melangkah menuju dapur. Adreanne berdiri dan mengekori langkah sang Abang. "Ini check up terakhir kan ya, bang?" tanya gadis itu memastikan. "Iya. Ambilin s**u di kulkas tolong," suruh Damien. Tanpa protes, Adreanne mengambil s**u kotak rasa vanilla di lemari es. "Aku juga mau," tutur Adreanne menatap mangkuk yang telah penuh diisi oleh sereal kesukaannya. "Udah habis," balas Damien cuek. "Ih abang ngambilnya kebanyakan, ini bagi dua sama aku!" Adreanne tidak terima, ia meraih mangkuk di lemari penyimpanan peralatan makan lalu meletakkannya di meja makan. Gadis itu meraih mangkuk Damien dan menuangkan setengah isi dari mangkuk itu ke mangkuknya. "Eh itu nggak adil, lo kebanyakan. Curang!" protes Damien melihat mangkuknya yang hanya terisi sedikit. "Sama kok. Aku nggak curang, ya!" "Kalian kenapa sih? Pagi-pagi udah ribut aja!" Tika datang dengan raut wajah kesal karena kedua anaknya sudah meribut di pagi hari. "Itu, si Rea. Ngambil serealnya kebanyakan," kelakar Damien tidak terima. "Sama kok, mangkuk abang melebar, makanya kelihatan dikit. Lah, punyaku mangkuknya kecil makanya kelihatan banyak," kilah Adreanne. "Mana ada, ngarang aja!" "Udah Dam, ngalah sama adek kamu. Lagian masih ada stok tuh, di laci camilan di bawah," kata Tika menengahi. Damien memeletkan lidahnya dan berjalan menuju laci lemari yang dimaksud Tika. Karena Damien memakai stok baru, tanpa pikir panjang Adreanne langsung mengambil semua sereal di mangkuk Damien, memindahkannya hingga mangkuk itu kosong. "Ambil semua, ambil. Gue ada yang baru," pungkas Damien. Tika menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Damien yang seperti bocah. "Udah, kamu jangan ganggu adikmu. Makan aja sana." "Iya, Bun." Kedua kakak beradik itu melahap sarapannya dengan keheningan. Hanya terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan mangkuk kaca masing-masing. "Ayah mana bun?" tanya Damien setelah selesai menghabiskan sarapannya. "Masih di kamar, mungkin lagi mandi. Kamu tunggu Ayah di depan tipi aja sana," titah Tika. Damien mengangguk patuh, lelaki itu mengangkat mangkuk bekas makannya dan menaruhnya di wastafel. "Molly udah dikasih makan, Re?" tanya Tika. "Udah dong Bun, malah dia yang pertama makan," balas Adreanne. "Eh, bunda masak apa?" lanjutnya tertarik dengan kegiatan sang bunda di depan kompor dan membelakangi dirinya. "Mau buat omurice untuk Ayah kamu." "Buat double ya, Bun. Aku juga mau," cengir gadis itu. "Lah kamu kan baru aja makan sereal." "Nggak cukup, Bun. Masih lapar." "Dasar perut karet," gerutu Tika. Walaupun begitu, ia langsung membuatkan dua porsi omurice. *** Setelah kepergian kedua orangtuanya dan Damien ke rumah sakit, Adreanne berada di rumah seorang diri. Sedangkan bi Rumi ntah sedang melakukan apa di halaman belakang, kemungkinan wanita itu membereskan halaman rumput yang ditumbuhi oleh rumput-rumput liar. "Mol, kok kamu gendut banget sih? Kan jadi gemas," ujar Adreanne dengan nada geregetan. Tangannya pun gatal untuk menggelitiki si kucing. Namun nasib sial menimpa dirinya, Molly tiba-tiba mengeluarkan cakar dan mencakar tangannya. Adreanne meringis pelan, ia mengusap tangannya yang semula memerah pasca dicakar, lalu perlahan membentuk goresan panjang. Sedangkan Molly langsung berlari pergi meninggalkan Adreanne tanpa merasa bersalah telah mencakar majikan yang telah memberinya makan. "Molly jahat banget, nggak aku kasih makan tau rasa!" kesal Adreanne. Gadis itu meniup-niup bekas cakaran yang perlahan mengeluarkan cairan merah. "Aduh, berdarah jadinya!" Dengan tergesa-gesa ia berlari menuju wastafel dan mencuci tangannya. Setelah darahnya berhenti keluar, ia mengambil kotak P3K di perpustakaan mini. Ia membalut lukanya dengan hansaplast. Usai menangani tangannya, Adreanne kembali keluar dari perpustakaan mini di rumah. "Molly, kamu di mana?" Adreanne mencari-cari keberadaan sang kucing yang tak terlihat. Ia berjalan mengelilingi rumah, memeriksa satu persatu tempat yang kemungkinan didatangi oleh si kucing. Namun nihil, Molly tidak terlihat di mana pun! Kakinya mengayun menuju halaman belakang rumah, dan sesuai dengan feeling, Molly di temukan sedang guling-guling di rumput yang tebal dan bersih. "Kucingnya nyari perhatian mulu, dari tadi guling sana-sini," adu Bi Rumi. Adreanne terkekeh, ia menghampiri Molly dan mengusap-usap bulu lebatnya. "Main ke taman kompleks yuk?" ajak gadis itu. Molly tidak menyahut, tentu saja. Kucing itu berhenti guling-guling, ia merubah posisi menjadi tiduran. "Pagi-pagi masa udah mau tidur lagi, nggak boleh tau! Emang kamu mau, rezekinya dipatok ayam?" tukas Adreanne dengan nada mengancam. Molly tentu saja tidak mengerti apa yanh dikatakan oleh Adreanne, ia cuek dan acuh tak acuh terhadap sekitar. Kucing gendut itu memejamkan matanya, mengabaikan Adreanne. "Susah ya bicara sama kucing, beda kalau anjing. Kalau guguk mah, pasti paham," monolognya. Adreanne membiarkan kucingnya istirahat di tempat yang terbuka. Memastikan halaman rumput telah bersih, ia pun merebahkan dirinya di atas rumput. Sinar matahari pun mulai tampak walau tidak terlalu menyengat. Sangat sehat untuk berjemur di pagi hari. *** Sudah satu jam berlalu, kedua orangtuanya beserta Damien tak kunjung pulang. Terakhir, ia mendapatkan pesan dari Bundanya kalau Damien masih dalam antrian. Itupun tiga puluh menit yang lalu. Tringg... tringgg... tringg... Adreanne yang masih rebahan di permadani di depan televisi pun bangkit dengan malas. Ia berjalan dengan langkah gontai menuju pintu depan. Cklek! Sontak tubuh Adreanne menegak ketika melihat Adelard datang bersama dengan gadis cantik. Di tangan gadis itu terdapat paper bag yang entah apa isinys. “Kamu ngapain di sini? Tau alamatku dari mana?” tanya Adreanne langsung. “Hanya bertamu, lagian aku bosan di rumah. Keluargaku baru saja kembali dan membawa oleh-oleh, aku ingin memberikannya padamu. Anggap saja sebagai tanda pertamanan kita yang baru saja terjali,” cerocos Adelard. Kedua mata Adreanne menyipit, ia tidak langsung percaya dengan ucapan lelaki yang baru dikenalnya ini. “Ini, kak.” Gadis yang berada di sebelah Adelard tadi menyerahkan paper bag hitam di tangannya. Karena tidak enak menolak, akhirnya Adreanne menerima paper bag itu. “Terimakasih, silakan masuk.” Tangan gadis itu membuka lebar pintu rumahnya dan mempersilakan kedua tamunya masuk. Adreanne menyuruh keduanya duduk di ruang tamu sedangkan ia pergi ke dapur untuk meminta tolong pada bi Rumi mengantarkan minuman. Setelah itu ia kembali menuju ruang tamu. Adelard yang sedang melihat-lihat foto yang terpajang di atas lemari yang ada di ruangan tamu pun terkejut dengan kehadiran Adreanne di sebelahnya. “Kau mengagetiku!” dengusnya. “Kenapa kau di sini? Bukannya duduk?” selidik Adreanne. “Aku hanya melihat-lihat fotonya, keluargamu tampak harmonis. Aku suka,” jawabnya lugas. Adreanne memilih untuk tidak memperpanjang obrolan, ia langsung duduk di single sofa. “Aku Adreanne, siapa namamu?” kini Adreanne memilih untuk berbicara pada gadis muda yang dibawa oleh Adelard. “Aku Isabelle, adik kak Adelard. Salam kenal,” jawab Isabella ramah. Hari ini Isabella memang diperbolehkan turun ke Bumi mengunjungi sang Kakak, dan ternyata ia dihadapi oleh satu fakta. Adelard tampak tertarik dengan gadis manusia ini. Sejauh penilaiannya, Adreanne memanglah cantik, bahkan sangat cantik. Tidak heran jika Adelard ikut jatuh dalam pesonanya. “Oh begitu, sekarang kau masih SMP ya?” tebak Adreanne. Karena tidak tahu apa-apa, Isabella memilih mengangguk mengiyakan. “Iya, kelas dua.” “Oh begitu...” “Meong...” Tiba-tiba Molly datang dengan raut wajah datar. Kucing itu langsung melompat ke pangkuan Adreanne. Sekali lagi Molly mengeong melihat Isabella dan Adelard. “Dia peliharaanmu?” tanya Adelard, mengamati kucing gendut dipangkuan Adreanne. “Ya, aku baru mengadopsinya kemarin,” jawab Adreanne tanpa menatap Adelard, gadis itu memilih mengelus-elus bulu lebat Molly seraya memperhatikan kucing cantik itu. “Dia hampir mirip dengan peliharaanku juga, tapi punyaku lebih besar dan berwarna putih,” celetuk Isabella antusias. “Wah, kau memelihara kucing juga?” Adreanne bertanya dengan mata yang berbinar. “Bukan kucing, tapi harimau putih,” jawab Isabella polos. “Ekhem.” Adelard berdeham seraya menatap adiknya tajam. Bisa-bisanya gadis kecil itu mengatakan hal yang mengerikan seperti itu. “Harimau?!” pekik Adreanne tidak percaya. Nasi sudah menjadi bubur. Isabella tidak bisa mengelak lagi dari kecerobohannya. “Iya, aku memiliki harimau di istana.” “Maksud dia mansion kami,” koreksi Adelard cepat. Ucapan Isabella semakin terdengar ngawur. “Oh mansion, aku kira istana benaran,” kekeh Adreanne canggung. Baru saja Isabella hendak bicara lagi, tapi Adelard langsung memotongnya. “Kedepannya aku mengharapkan bantuanmu, Adreanne. Kau tahu sendiri, kan, kalau aku murid baru. Ku harap kau bisa mengajariku banyak hal di sekolah. Jangan judes lagi.” Adreanne tertawa malu. “Maaf, aku hanya merasa awal-awal tidak nyaman berdekatan dengan laki-laki, makanya responku kurang menyenangkan. Tapi aku sudah menganggapmu teman.” Senyum lebar punt ercetak di wajah tampan Adelard. ‘Sedikit lagi, ya sedikit lagi aku bisa menguasai gadis ini dan membalaskan dendamku,’ batin Adelard jahat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN