Beberapa hari kemudian...
Hubungan Edzard dan Adreanne sudah semakin jauh. Memang benar-benar tidak akrab seperti dulu lagi. Bahkan sekarang sedang panas gosip mengenai Kalista dan Edzard. Apapun itu Adreanne tidak terlalu mempedulikannya.
Lain halnya dengan Adelard. Cowok itu gencar-gencarnya mendekati Adreanne, tidak menyerah walau terkadang Adreanne bersikap ketus padanya. Namun lambat laun, mereka juga jadi lumayan akrab.
"Hari ini pengumuman yang lolos tahap Provinsi Olimpiade kemarin. Lo udah siap nggak, Re?" tanya Lily kemudian menyeruput es teh miliknya.
Mereka memang sedang berada di kantin. Jam pertama kosong, gurunya sedang tidak masuk karena sakit.
"Siap-siap aja sih. Tapi aku juga nggak yakin bakal lolos," ujarnya pesimis.
"Kau pintar, pasti lolos." Adelard menyeletuk. Cowok itu ikut bergabung dengan kedua gadis itu.
"Loh, lo kok di sini? Kelas lo nggak belajar?" kaget Lily.
Adelard terkekeh. "Bolos."
"Baru aja kemarin kamu serius belajar, sekarang udah bolos aja," dengus Adreanne.
Adelard cengengesan. "Mata pelajaran membosankan. Aku tidak terlalu tertarik dengan matematika."
Lily tertawa, ia mengulurkan tangannya untuk ber-tos ria dengan Adelard. "Kita sama. Aku juga tidak suka matematika."
Adelard membalas tos-an Lily. "Nanti sore kalian sibuk?" tanyanya.
"Gue sih enggak."
Kemudian Adelard menatap Adreanne dengan penuh harap. "Apa kau sibuk?"
"Nope."
"Bagus. Bagaimana kalau kita menonton? Aku traktir deh," ajaknya dengan santai.
"Setuju!" seru Lily semangat.
"Aku ngikut."
Adelard tersenyum lebar. "Bagus. Nanti aku akan menjemputmu."
"Aku akan pergi bersama sopirku, kita ketemuan di Mall langsung. Ok?" kata Lily.
Adelard dan Adreanne menganggukkan kepala.
Dari jauh Edzard menatap meja Adreanne dengan tatapan dingin. Jujur saja, ia semakin kesal dengan sikap Adelard.
"Baby, kamu ngapain di sini?" Tiba-tiba Kalista datang dan bergelayut manja di lengan Edzard.
Edzard menepis tangan Kalista kasar. "Menjijikkan! Menjauh dariku, apa kau tidak dengar peringatanku tempo lalu?!" sentaknya kasar.
Kalista mengangkat bahunya. "Aku mencintaimu. Harusnya kamu senang dong."
Edzard menatap Kalista tanpa ekspresi. "Bagaimana kalau nanti pulang sekolah kita jalan?" tawarnya. Wajah Edzard tidak menunjukkan ekspresi apapun, nada suaranya bahkan terkesan datar.
Namun Kalista tampak tidak menyadari perubahan raut wajah dan intonasi Edzard yang berubah drastis. Tanpa pikir panjang gadis itu mengangguk senang. "Jemput aku nanti."
Edzard mengangguk dua kali, lantas ia mengayunkan kakinya meninggalkan Kantin dan Kalista.
***
Pada pukul sepuluh pagi, para peserta olimpiade kemarin dipanggil ke ruang guru. Adreanne bergerak cepat menuju ruang guru dan melihat pengumuman di mading.
Wajahnya berubah berseri ketika melihat namanya tertera di kertas pengumuman itu. Bahkan Edzard pun juga. Mereka sama-sama melangkah ke tingkat Nasional.
"Selamat, kamu berhasil di tahap ini!" seru Bu Delina terlihat sangat bahagia.
"Terimakasih, Bu. Saya juga harus banyak-banyak belajar ke Ibu lagi."
Bu Delina tersenyum. "Mulai lusa, kita belajar lagi okay?"
"Siap, Bu!!"
Setelah itu Bu Delina pun pergi meninggalkan mading. Adreanne membalikkan tubuhnya, hendak meninggalkan ruang guru. Namun matanya tak sengaja bertubrukan dengan manik Edzard. Lelaki itu juga menatap dirinya.
"Selamat buat kamu, kamu juga lolos, Ed!" seru Adreanne dengan antusias dan gembira.
Edzard tersenyum kecil. "Iya, selamat juga untukmu."
"Kalau gitu aku ke kelas duluan," pamit gadis itu.
Edzard mencekal tangannya. "Kita kembali bersama."
Ketika Adreanne hendak menolak, Edzard sudah lebih dulu menariknya dan mereka berjalan bersama menuju kelas.
***
Sesuai dengan kesepakatan, sore hari Adelard menjemput Adreanne.
Setelah mendapatkan izin dari kedua orangtuanya, Adreanne pun keluar dari rumahnya dan masuk ke dalam mobil Adelard. Ia terkejut ketika melihat seorang pria duduk di jok belakang.
"Temanmu ya, Lard?" tanya Adreanne.
"Iya, namanya Max."
"Oh."
Adreanne tak berniat untuk berkenalan, oleh sebab itu ia langsung membuang pandangannya keluar dari jendela.
Sesampainya di basement Mall, mereka turun dan masuk ke dalam. Lily sudah menunggu di studio, alhasil tanpa singgah ke mana pun mereka langsung menuju lantai paling atas di mata bioskop berada.
"Rea!"
Sontak Adreanne langsung menatap ke sumber suara. Ternyata Lily yang memanggilnya seraya melambaikan tangan.
Ketiganya langsung menghampiri Lily. "Kamu sudah lama nunggu?" tanya Adreanne.
"Baru sepuluh menit kok." Adreanne menganggukkan kepalanya.
"Hm, siapa dia?" Lily menatap sosok Max yang tampan dengan tertarik. Lily benar-benar mengagumi paras Max yang sangat tampan. Bahkan gebetannya Arsen pun kalah.
"Temanku, Max." Adelard menjawab.
Mendapat lirikan dari Adelard, Max pun mengulurkan tangannya pada Lily. "Max, salam kenal."
"Lily."
"Mau nonton film apa?" tanya Adelard membuat tautan tangan Lily dan Max terlepas.
"Film horor gimana?" usul Lily.
Adelard langsung setuju, begitu pula dengan Max yang ikut-ikutan.
"Tapi aku nggak suka film horor," protes Adreanne.
"Lo kalah suara," kekeh Lily menyebalkan.
"Ya udah terserah!"
Adelard tersenyum samar. Pria itu berjalan menuju meja tempat pembelian tiket. Setelah membeli tiket, mereka langsung masuk ke ruangan yang sudah di buka.
Adelard yang melihat posisi Max berada di sebelah Adreanne pun segera menyuruh Max untuk berganti tempat dengannya.
Adreanne tampak tidak menyadarinya. Suasana dalam bioskop pun sudah gelap.
Film pun diputar.
***
Edzard menjemput Kalista seperti yang gadis itu inginkan. Sore ini ia akan membuat Kalista jera. Sudah berkali-kali is memperingati gadis itu, namun Kalista tidak menggubrisnya.
Sesuai dengan ancamannya, Edzard tidak main-main. Ia akan membuat Kalista tidak bisa melihat matahari esok hari.
Katakan lah ia gila. Tapi Edzard tidak peduli, ia sudah memperingati sedari awal. Siapa suruh ngeyel.
Edzard bukanlah sosok yang berhati lembut. Jika ada yang mengganggunya, maka ia tak segan-segan untuk membuat sosok pengganggu itu menghilang.
Edzard sudah menyurvei beberapa tempat yang sepi. Akhirnya ia memutuskan untuk membawa Kalista ke perbatasan kota yang sepi di dekat hutan.
"Loh, ini kita mau ke mana?" tanya Kalista bingung, tak ayal terselip nada ketakutan di suaranya.
Edzard tidak menjawab, dengan wajah datar ia melajukan mobilnya.
"Ed, kok ke hutan?" tanya Kalista lagi. Sekarang gadis itu benar-benar ketakutan.
Lagi-lagi Edzard tidak menggubris.
"Ed, a-aku mau turun! Tu-turunkan aku!" titah Kalista gemetaran.
"Diamlah," ketusnya.
Kalista mengeratkan genggaman pada seatbelt. Demi apapun, ia sangat takut sekarang. Apalagi tatapan dingin dan tak bersahabat dari Edzard. Haruskah ia melompat dan lari?
Tiba-tiba Edzard menghentikan laju mobilnya. "Mobilnya mogok," ujar Edzard kecewa.
"Em, aku akan panggil seseorang."
Edzard segera mencekal tangan Kalista. "Nggak usah, tempatnya udah dekat kok. Kita lanjut jalan aja."
"Sebenarnya kita mau ke mana?" Ekspresi ketakutan Kalista sudah berangsur hilang karena nada suara Edzard sudah normal kembali.
"Aku akan membawamu ke danau yang indah, di sana kita bisa piknik dan bersantai bersama. Kau tidak mau?"
Kalista tampak tergiur. Ah, ia mudah sekali tergiur dengan ajakan-ajakan Edzard.
"Ya sudah, kita jalan."
Kalista turun terlebih dahulu. Sedangkan Edzard mematikan mobilnya dan mencabut kunci. Sebelum turun ia tersenyum puas. Kalista sudah masuk ke perangkapnya.
Mobil sekece milik Edzard mana mungkin mogok, terlebih minyaknya telah terisi penuh. Dasar Kalista bodoh, maki Edzard dalam hati.
Edzard turun dari mobil. Pria itu menuntun Kalista memasuki hutan. Kali ini, Edzard membiarkan Kalista bergelayut di lengannya. Toh, ini untuk yang terakhir kali.
Sesampainya di tempat tujuan. Edzard mendorong Kalista.
"Awh! Kamu kenapa mendorong ku?!" seru Kalista kesal. Gadis itu masih dalam posisi tersungkur, bahkan tak bisa melihat raut wajah Edzard yang puas.
Edzard tidak mempedulikan kekesalan Kalista, ia merapalkan sesuatu di mulutnya dengan bisikan. Tak lama kemudian Kalista tiba-tiba berubah menjadi debu yang berterbangan.
"Good bye, pengganggu."
Edzard membalikkan tubuhnya dan berjalan kembali ke mobilnya. Dengan ia melenyapkan Kalista seperti tadi, tidak akan ada yang bisa menemukan jasad atau apapun itu. Jejak seluruhnya telah terhapus.
Kekuatan Dante yang ia pinjam, ada gunanya juga ternyata...
***
TBC.