Di Kerajaan Airya...
Raja Philips memegang kepalanya yang terasa pusing tiba-tiba. Kilasan bayangan muncul di kepalanya. Bayangan memperlihatkan Putranya Edzard menggunakan kekuatan terlarang, Edzard membunuh manusia. Astaga, apa yang dilakukan bocah itu di Bumi?!
"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" tanya Felix, Kesatria yang selalu berjaga dan mengikuti kemana pun Raja Philips pergi.
"Panggil Dante sekarang!" titah Raja Philips tanpa mengindahkan pertanyaan Felix.
"Baik, Yang Mulia."
Felix keluar dari ruang kerja sang Raja dengan tergesa-gesa, ia rasa sesuatu yang buruk telah terjadi di Bumi sana.
Di ruang kerjanya, Raja Philips memikirkan apa alasan yang masuk akal atas tindakan tiba-tiba dari Edzard. Melenyapkan manusia itu ... sebuah kesalahan fatal. Apakah Edzard tidak belajar atas hukuman yang menimpanya dan tidak belajar dari alasan kenapa ia di turunkan ke Bumi?!
Kepala Raja Philips benar-benar dibuat sakit oleh tingkah Edzard. Ia jadi tidak sabar bertemu dengan Dante dan bertanya pada pengawal putranya itu.
***
Hari ini di sekolah heboh pasal kehilangan Kalista yang begitu tiba-tiba. Kalista cukup dikenal se-seantero sekolah. Jadi tidak heran banyak yang bertanya-tanya atas kehilangan gadis itu. Orang tua Kalista pun sudah melapor ke polisi.
Kalista hilang tanpa jejak. Ponsel atau barang-barang nya sewaktu pergi pun tidak ada. Berdasarkan ucapan kedua orangtua Kalista, gadis itu pergi bersama teman yang tidak diketahui namanya kemarin sore.
"Serem deh, Re. Masa iya Kalista hilang gitu aja," bisik Lily.
Sekarang mereka sedang berada di kantin sekolah, mengisi perut tentunya.
"Mungkin diculik kali," timpal Adelard asal.
Abian dan juga Arsen yang bergabung pun ikut mengangguk kan kepala seolah setuju dengan apa yang dikatakan Adelard.
"Kan, sekarang juga musim penculikan. Yang seramnya, dibunuh atau nggak di jual ke luar negeri," ujar Abian bergidik ngeri.
Adreanne pun jadi ikut takut. Ia berharap dirinya tidak akan pernah mengalami hal seperti itu, terlalu mengerikan.
"Tapi gue penasaran deh, emangnya kemarin sore si Kalista pergi jalan sama siapa sih?" tanya Arsen.
"Apa jangan-jangan Edzard? Kan, belakangan ini juga ada rumor kalau mereka kencan," sahut Lily menerka-nerka.
"Kalau nggak salah tadi Edzard dipanggil ke ruang BK," celetuk Abian.
"Mungkin dia di interogasi, kan si Kalista kemarin nempel mulu sama si Edzard," kata Arsen yang ikut setuju dengan tebakan Lily sebelumnya.
"Semoga aja deh, bukan Edzard pelakunya. Em, setidaknya bukan dia yang bersama Kalista kemarin," ucap Adreanne setelah sekian lama diam dan menjadi penyimak.
Sontak semuanya mengangguk setuju. Tapi tidak dengan Adelard yang hanya diam aja dan memakan makanannya.
***
Setelah mendapat panggilan dari Felix, Dante buru-buru kembali ke Kerajaan. Jujur saja, ia diam-diam cabut dari sekolah dan langsung menuju Kerajaan. Sejujurnya Dante merasa sangat takut. Apakah ia akan dihukum?
Dante tidak tenang sama sekali, ia terbayang-bayang dengan kejahatan Edzard yang ia ketahui malam tadi. Kegelisahan tampak enggan pergi darinya.
Sepulangnya sekolah, Dante tertidur di sofa. Entah sejak kapan Edzard memperhatikannya dan mencuri kekuatannya, Si Pangeran pembuat onar ini mengambil kekuatannya diam-diam dan menyalahkan gunakannya.
Dante tidak habis pikir dengan jalan pikiran Edzard. Harusnya, jika Edzard sangat risih dengan keberadaan Kalista, kan bisa ditegur dan di peringatkan dengan keras. Tapi Edzard justru mengambil langkah melenyapkan gadis manusia itu.
Malam hari ketika ia bangun, Edzard dengan santainya mengembalikan kekuatannya. Tentu saja hal itu membuatnya kaget setengah mati dan cemas hingga keesokan harinya. Berbagai dampak buruk telah ia pikirkan, termasuk dengan Kerajaan Airya. Pasti sang Raja telah mengetahui semua.
"Masuklah, Yang Mulia menunggumu di dalam," kata Felix.
Dante tertegun, ia bahkan baru menyadari bahwa ia sudah berada di dalam istana.
Tamatlah sudah riwayatnya!
Dengan kaki sedikit gemetar, Dante berjalan dan membuka pintu ruangan kerja Raja Philips. Jantungnya berdetak dengan kencang. Kemungkinan terburuk yang terpikirkan olehnya adalah ia akan dibunuh Raja.
"Duduklah Dante," kata Raja Philips tenang. Sang Raja memang sudah duduk di kursi besarnya.
Namun Dante tidak menuruti ucapan Raja Philips. Pria itu berlutut menundukkan kepalanya, tubuhnya bergetar.
"Ma-maafkan s-saya, Yang Mulia. S-saya tidak tahu tentang rencana Pangeran sebenarnya," ujarnya penuh ketakutan.
"Aku bilang duduk, Dante. Duduk di kursi itu," titah Raja Philips tegas.
Perlahan Dante mengangkat kepalanya, dengan perasaan yang semakin takut ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Raja Philips.
"Ceritakan padaku kenapa Edzard bisa sampai senekat itu," titah sang Raja.
"Sebenarnya ini dimulai sejak gadis Manusia yang mengejar-ngejar Pangeran, Yang Mulia. Pangeran Edzard sangat tidak suka dan risih. Tapi gadis itu gencar mendekati Pangeran, alhasil Pangeran mengambil jalan ini Yang Mulia. Saya tidak tahu apa-apa menenai rencana dia sebenarnya, ini hanya asumsi saya. L-lagi pula, Pangeran menyerap kekuatan saya diam-diam ketika saya tidur Yang Mulia. Tolong maafkan saya," jelas Dante dengan nada bergetar.
"Siapa nama gadis itu?" tanya Raja Philips seraya mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja.
"Kalista, Yang Mulia."
"Kesalahannya sudah terlalu fatal. Melenyapkan manusia itu dilarang keras," gumam Raja Philips.
Dante semakin menundukkan kepalanya. Wajahnya memerah dan jantungnya bergemuruh. Ia sudah tahu ke mana nasibnya akan berjalan, yaitu kematian.
"Aku akan turun dan ke rumah kalian besok. Jadi aku harap kau dan Edzard tidak ke mana-mana."
Kepala Dante terangkat, wajahnya berekspresi sangat terkejut dengan ucapan Raja Philips.
"A-apakah anda bisa meninggalkan istana, Yang Mulia?" tanyanya terbata-bata.
"Tentu bisa, lagi pula aku harus bicara empat mata dengan Edzard."
"B-baik Yang Mulia."
"Apa kau mengira kau akan mati?" tanya Raja Philips tepat sasaran.
Dante tidak bisa berbohong dan menggeleng. Karena tebakan Philips benar adanya.
"I-iya, Yang Mulia. Saya sudah sangat lalai membiarkan kekuatan saya diserap oleh Pangeran. Dan saya pantas mati," ujarnya pelan.
"Aku tidak akan membunuhmu, tenang saja. Lagi pula ini kesalahan Edzard sepenuhnya. Ya sudah kau boleh kembali. Tetap awasi Edzard sampai besok aku menemuinya," pesan sang Raja.
"Baik, Yang Mulia. Kalau begitu saya permisi." Dante buru-buru berdiri dan membungkuk hormat pada Raja Philips.
Kakinya mengayun meninggalkan ruang kerja Raja Philips. Setelah keluar dari ruangan sang Raja, tubuh Dante merosot turun dan jatuh terduduk di atas permadani.
Nyaris saja ia kehilangan nyawanya. Sekarang ia bisa bernapas lega dan berharap esok hari ketika Raja Philips datang ke rumah yang ada di Bumi, sang Raja tidak mengamuk.
"Kau baik-baik saja?" tanya Felix.
"Aku baik. Aku harus kembali ke bawah."
Felix menganggukkan kepalanya. "Baik, hati-hati."
Dante mengeluarkan sayapnya dan terbang meninggalkan istana Airya.
Beberapa menit kemudian, Dante tiba di rumah. Ia sudah melihat mobil Edzard di halaman yang berarti Sang Pangeran telah pulang.
Dengan langkah gontai, Dante memasuki rumah. Namun tubuhnya kembali menegak ketika melihat Edzard yang duduk di sofa ruang tamu dengan tangan yang terlipat di atas d**a. Jelas sekali, Edzard menunggu dirinya pulang.
"S-selamat sore, Pangeran," sapa Dante gugup.
"Ayah bilang apa saja?" tanya Edzard to the point. Ia seolah tahu tempat tujuan Dante sebelumnya, dan terlihat tak sabar mendengar jawaban Dante.
"Tentang sikap dan tindakan anda sore kemarin."
Alis sebelah kanan Edzard terangkat naik. "Hanya itu?"
"Yang Mulia Raja juga mengatakan akan mengunjungi anda besok dan berpesan agar anda besok tidak ke mana-mana, Pangeran."
Edzard menatap Dante tidak percaya. "Benarkah Ayah akan turun?!" pekiknya.
"Iya, Pangeran."
Edzard terdiam, ia mulai memikirkan alasan kenapa Ayahnya sampai bela-belain waktu berharganya untuk datang mengunjunginya.
Tidak heran, jika Edzard juga mencurigai maksud Raja Philips. Bisa jadi terselip rencana yang terselubung dalam maksud kedatangan Ayahnya esok hari.
Edzard menghela napas. "Baiklah, kita lihat besok apa yang diinginkan oleh Raja."
***
TBC...