53. Mengulur Waktu

1037 Kata
Seperti yang telah diputuskan, Raja Phillips akan mendatangi rumah yang dibeli Edzard di Bumi. Felix sang kesatria juga sudah memilih beberapa prajurit untuk ikut serta mengawal Raja. Ratu Marsyalia duduk di ranjang, mata wanita yang sudah berumur ratusan tahun itu menatap sayu sang suami yang sedang bersiap-siap. Entah mengapa ia tidak setuju dengan kepergian suaminya ke Bumi. "Apa tidak apa-apa turun ke Bumi, sayang?" tanya Ratu Marsyalia masih dilanda kecemasan. "Harus. Aku akan melihat Edzard dengan mata kepalaku sendiri, Ratuku. Selama lima bulan ini, apa saja yang telah ia pelajari di Bumi. Dan kenapa bisa sampai membunuh manusia," ujar Raja Philips tegas. Sang Raja berlutut di hadapan sang Ratu. "Tapi tetap saja aku tidak tenang kamu meninggalkan istana." "Aku hanya pergi selama tiga jam, tidak usah khawatir. Aku akan pulang secepatnya," kata Raja Philips bangkit dan mengecup dahi Ratu Marsyalia. "Selain Felix, siapa yang akan mengawalmu?" "Empat orang kesatria tingkat satu. Tenang saja, mereka bisa diandalkan. Ratu Marsyalia menghela napas, wanita itu berdiri dan merapikan pakaian santai yang telah digunakan sang suami. Raja Philips memang mengenakan kemeja berwarna hitam, bukan pakaian resminya sebagai Raja. "Pulanglah secepatnya, dan kalau bisa bawa anak kita sekalian," ucap Ratu Marsyalia. "Edzard tidak bisa pulang sekarang, masa hukumannya masih ada," bantah Raja Philips. Lagi-lagi Ratu Marsyalia menghela napas. "Baiklah, yang jelas aku ingin Edzard tidak ditekan ketika kamu menjumpainya. Tanyakan alasannya baik-baik dan jangan membentaknya," peringat sang Ratu. Bagaimana pun juga Ratu Marsyalia adalah seorang Ibu yang tak tega melihat putra kesayangannya dibentak atau dimarahi. Raja Philips tersenyum. "Aku akan mengingat peringatan mu. Kalau begitu aku pergi sekarang, Ratuku." "Aku akan mengantarmu." Kedua pasangan itu berjalan beriringan keluar dari kamar. Sejak keluar dari kamar, para penjaga dan dayang mengikuti langkah mereka dari belakang. Di luar istana, Felix dan empat kesatria yang dipercaya sudah berkumpul. "Ayah, berjanjilah untuk tidak menjewer telinga kak Edzard," kata Edrea memelas. Raja Philips tergelak. "Harusnya bukan Edzard yang dijewer, tapi kamu. Diam-diam kamu turun ke Bumi dan memberi Edzard banyak keping emas kan?" Kedua mata Edrea melotot kaget, ia tak menyangka Ayahnya bisa tahu. Padahal ia beraksi secara diam-diam. Dengan muka sok polos, Edrea nyengir kuda dan mengecup pipi kanan Raja Philips. "Pulanglah segera, Yah! Jangan lama-lama di sana," kata gadis itu. Raja Philips menganggukkan kepalanya. Ia pun memberi instruksi pada Felix agar mereka mulai berjalan. *** Dante sudah melarang Edzard untuk pergi sekolah hari ini. Mau tidak mau Edzard mengikuti ucapan Dante. Setelah memesan makanan lewat g*food di ponsel pintar, mereka berkumpul di ruang keluarga. Menunggu kehadiran sang Raja dan pengawalnya. Dante berdiri dari sofa dan berjalan menuju pintu utama kala mendengar bel rumah dibunyikan. Ternyata pengantar makanan lah yang tiba. "Pangeran, makanan sudah tiba. Uangnya mana?" Dante kembali ke ruang keluarga meminta uang. "Ambil di dompetku," sahut Edzard malas. Tangannya dengan lesu menunjuk nakas yang jauh dari sofa, di sana lah dompetnya berada. Dante meraih dompet sang Pangeran dan mengambil tiga lembar uang seratus ribu. Usai mendapatkan uang, ia segera ke pintu depan dan membayar. "Makanannya sangat banyak," komentar Dante. Tangannya sangat penuh oleh plastik makanan. "Tata makanannya di ruang makan," titah Edzard tanpa menatap Edzard. "Baik, Pangeran." Tringg... Tringgg... Tring... Baru tiga menit sunyi, bel rumah kembali terdengar. "Dante, buka pintu!" seru Edzard menyuruh. "Saya lagi sibuk, Pangeran. Makanannya belum tersusun sempurna!" balas Dante sedikit berteriak. Edzard mendengus kasar. Dengan ogah-ogahan ia berjalan menuju pintu utama. Tiga detik, tubuh Edzard menegang kaku karena terkejut Ayahnya akan datang secepat ini. Padahal baru jam sembilan pagi. "Masuk, Yah." Edzard membuka lebar pintu rumahnya, mempersilahkan sang Raja dan pengawalnya untuk masuk. Edzard menuntun Ayahnya menuju sofa di ruang keluarga. Tatapan pemuda itu beralih ke Felix yang terlihat menatap televisinya dengan pandangan aneh. "Itu namanya televisi, Felix. Kau bisa melihat film atau iklan dari sana," jelas Edzard tanpa diminta. "Ah baik, Pangeran." Meskipun tidak terlalu mengerti, Felix memilih mengiyakan saja. "Duduk, Yah." Tatapan Edzard kembali ke Raja Philips. Raja Philips tidak mengindahkan ucapan Edzard, pria yang bergelar Raja itu malah berjalan di sekitar ruang tamu seraya melihat foto-foto yang dipajang. "Siapa gadis ini? Apa dia yang kau bunuh?" tanya Raja Philips datar. Edzard menggelengkan kepalanya. "Bukan." "Lalu siapa?" "Adreanne, kekasihku." Belum selesai masalah tentang pelenyapan Kalista, kini Edzard kembali membuat masalah dengan mengakui Adreanne adalah kekasihnya. "Kau mau mati hah? Memiliki kekasih manusia?!" sentak Raja Philips kesal. Pria itu bahkan melupakan peringatan Ratunya untuk bersikap lembut pada Edzard. "Aku hanya bercanda. Ayah terlalu serius," kekeh Edzard. "Makanan sudah siap, Pangeran." Dante muncul dari ruang makan. "Ayo ke ruang makan. Ayah dan para kesatria harus mencoba makanan buatan manusia," ajak Edzard santai. "Aku tidak akan memakan makanannya." "Ayah harus mencobanya!" Tanpa menunggu persetujuan lagi, Edzard menggiring Raja Philips menuju ruang makan. Raja Philips dan para kesatria duduk di kursi makan atas paksaan Edzard. Dante menyusun piring-piring di hadapan mereka satu persatu. Edzard memutar bola matanya malas seraya mendengus. "Kalau Ayah takut makanan ini diracun, suruh Felix yang mencicipi terlebih dahulu." Tanpa disuruh oleh Sang Raja, Felix pun mulai mencicipi makanan satu persatu dengan perasaan campur aduk. Namun setelah ia menelan semua yang ia masukkan ke dalam mulut, ia tidak mati atau keracunan. Berarti makanan ini aman dikonsumsi. "Ini aman, Yang Mulia Raja." Raja Philips menghela napas, ia pun mulai memakan makanan yang telah disajikan oleh Dante. "Bahas pembunuhannya nanti saja, kita makan dulu, Yah," pungkas Edzard sebelum Raja Philips berbicara. Pemuda itu seolah tahu gerak-gerik sang Ayah beberapa saat yang lalu. "Baiklah." Mereka semua makan dengan khidmat. Edzard memperhatikan raut wajah kesatria di ruang makan ini. Ia tertawa pelan ketika melihat wajah Felix yang konyol. Felix tampak terkejut setelah menggigit dengan besar sepotong pizza. Makanan yang Edzard pesan memanglah rata-rata junk food. Pizza, burger, fried chicken, lasagna, spaghetti, dan beberapa kentang goreng. "Bagaimana? Makanan buatan manusia juga sangat lezat, kan?" "Iya, Pangeran. Rasanya terkesan sangat khas, berbeda jauh dengan makanan di negeri Airya," sahut Felix semakin lahap mengunyah makannya. "Kalau begitu, jangan sungkan untuk menambah," kata Edzard santai. Raja Philips hanya memakan makanan sedikit. Ia mengalah pada Edzard yang sengaja mengulur waktu. Kali ini, ia akan mengikuti alur yang diciptakan oleh putranya. Tapi nanti lihat saja, Edzard tidak bisa mengulur waktu lebih lama dan pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN