55. Lain Sisi

1333 Kata
Sepulang dari sekolah, Edzard sudah sangat tidak sabar mencoba sayapnya kembali. Ia ingin terbang bebas seperti dulu. "Kau pulang sendiri ya. Ada sesuatu yang ingin aku urus," kata Edzard pada Dante. "Saya ikut aja deh, Pangeran." Edzard menggeleng tidak setuju. "Ini perintah. Udah, sana!" Dante menghela napasnya pelan dan berjalan meninggalkan parkiran. Ia menunggu taksi di luar sekolah, di tempat duduk khusus siswa yang menunggu. "Eh, kamu tidak pulang bersama Edzard?" tanya Adreanne terkejut. Ia duduk di sebelah Dante. "Ada sesuatu yang harus dia lakukan, jadi aku pulang sendiri," jawab Dante ngasal. "Menunggu taksi?" Dante mengangguk singkat. "Lebih baik kamu pesan saja, kalau ditunggu seperti ini tidak akan ada taksi yang lewat," saran gadis itu. "Memangnya bisa?" Dahi Dante berkerut bingung. Selama ini Edzard belum mengajarinya cara memesan taksi online. Edzard hanya memberitahunya tentang memesan makanan online. Adreanne sontak tertawa. "Tentu saja bisa. Sepertinya kamu belum pernah mencobanya, sini aku ajarkan." Adreanne meminta ponsel Dante dan langsung mengunduh sebuah aplikasi, setelah selesai ia mendaftar akun dan memberitahu Dante bagaimana cara pakai aplikasi tersebut. Dante menyimak dengan serius apa yang dikatakan oleh Adreanne, hingga ia paham. Satu mobil pun sudah dipesan. "Terimakasih sudah mengajariku," kata Dante dengan ekspresi lega. "Iya, sama-sama. Kalau begitu aku duluan." Adreanne berpamitan dan langsung menuju mobil sang Ayah yang sedang menjemput. Dante menatap kepergian Adreanne dalam diam, sekilas ia melihat sosok lelaki dibalik kemudi dalam mobil tersebut. Itu pastilah Adam, sosok yang diceritakan oleh Edzard. Mendapatkan tatapan tajam dari Adam, buru-buru ia mengalihkan tatapannya ke ponsel. Sok sibuk. Setelah kuda besi milik Ayah Adreanne berjalan, ia pun bernapas lega. Tak lama setelah itu, mobil pesanannya sudah datang. *** Kemarin, Edrea tak sempat mengobrol dengan Ayahnya sepulang sang Ayah dari rumah kakaknya. Ada banyak hal yang ingin ia ketahui, termasuk menanyakan kabar Edzard. Beberapa hari belakangan ia tidak bisa turun ke Bumi untuk menjenguk Edzard. Sebab banyak undangan pesta minum teh dari keluarga Kerajaan sebelah dan juga beberapa bangsawan kelas atas. Sialnya, ia tidak bisa menolak. Edrea mengayunkan kakinya di lorong sayap kanan istana. Lorong sayap kanan ini khusus tempat tinggal Raja dan Ratu. Baru saja ia mendapat kabar dari Felix bahwa Raja Philips mengambil istirahat hari ini. Ratu Marsyalia pun juga ikut mengambil istirahat setelah mengerjakan beberapa pekerjaannya. Sengaja Edrea berjalan di ruang teh yang berada di belakang sayap kanan istana. Biasanya, Ayah dan Ibunya istirahat di sana. Menikmati suasana yang sejuk ditemani teh panas atau cokelat panas. Namun anehnya, ketika ia tiba di ruang teh ia tak menemukan siapa pun selain penjaga yang berdiri di beberapa titik sudut. "Apa Raja dan Ratu istirahat di kamar ya?" monolog Edrea kebingungan. Gadis itu menghela napas, sudah pegal kakinya padahal berjalan dengan jauh. Ternyata ia tak mendapati kedua orangtuanya di sini. Jarak dari istana kecil tempat ia tinggal tentu saja berjarak seratus meter dari istana utama ini. Fyi, Edrea memang memiliki satu istana khusus yang tidak terlalu besar. Istana itu dihuni olehnya dan beberapa pelayan yang mengatur tempat itu. Begitu pula dengan Edzard yang memiliki istana kecil juga yang tak jauh dari istana utama. Edrea berdecak pelan akhirnya ia memilih menuju labirin bunga yang ada di taman belakang istana utama. Di tengah-tengah labirin, ada sebuah air mancur yang besar dan juga tempat peristirahatan yang cukup nyaman. Jika bosan, ia sering menghabiskan waktu tiduran di sana tanpa diganggu siapapun. Jika pengawal atau pelayan yang masuk ke labirin, mereka pasti akan tersesat. Berbeda jauh dengan Edrea yang sudah hafal luar kepala jalan-jalan labirin yang menyesatkan ini. Sebelum masuk labirin, Edrea berhenti di ujung tempat masuk. "Cuaca tidak terlalu panas, apa aku piknik saja ya?" gumamnya. Tiba-tiba perutnya berbunyi, membuatnya memilih keputusan untuk memanggil pelayan. "Tolong bawakan makanan untukku, dan beberapa camilan manis. Jangan lupakan minuman kesukaanku, Bethany. Aku akan menunggu di tengah-tengah labirin," kata Edrea pada salah satu pelayan yang lewat. "Baik, Putri." Pelayan Bethany itu membungkukkan badannya sebentar lalu menghilang masuk ke dalam istana. Tanpa menunggu Bethany, Edrea langsung berjalan memasuki labirin. Sesampainya di pertengahan labirin, ia langsung duduk di samping air mancur. Rumput-rumput cukup tebal dan bersih, jadi ia tidak perlu menggunakan karpet atau permadani untuk alas tempat duduknya. Baru saja Edrea hendak merebahkan dirinya, seseorang tiba-tiba muncul dan membuatnya kembali memasang posisi tegak. Bahkan ia berdiri dengan cepat. "Ada apa, Zach?" Edrea menatap pria berwajah datar bernama Zach ini. Zach adalah Putra Duke. Menjadi salah satu orang kepercayaan sang Raja. Zach pun bisa bebas masuk ke dalam istana ini, tentunya masih harus dalam batasan yang wajar. Sejujurnya, Edrea memiliki perasaan pada Zach yang ia sembunyikan bertahun-tahun. Sudah sejak lama Edrea menyimpan rasa ini, dan ia tak berani mengungkapkannya. Pria itu satu-satunya bangsawan yang tertinggi. Di wilayah kerajaan, hanya ada satu Duke yang tidak lain adalah Ayah Zach. Dan setelah Ayah Zach meninggal, posisi Duke otomatis akan turun pada Zach. "Saya hanya memandu pelayan yang tersesat itu, Putri." Zach menyahut seraya menunjuk ke arah Bethany dan dua pelayan lainnya yang mendorong trolley pesanan Edrea tadi. "Oh begitu..." Edrea menatap dua trolley yang di dorong dan satu pelayan laki-laki yang membawa permadani. "Susuh saja di sebelah sana," titah Edrea pada para pelayan. Dengan segera mereka menata makanan yang telah mereka bawa di atas permadani yang telah digelar. "Anda akan piknik seorang diri, Putri?" tanya Zach heran. "Ya ... Apa ada masalah?" Edrea bertanya balik dengan sedikit gugup. Zach menggeleng. "Tidak ada masalah, Putri. Saya hanya bertanya. Kalau begitu saya permisi, Putri." Zach menundukkan kepalanya memberi hormat pada sang Putri lalu berbalik. Ia mengkode para pelayan untuk segera menyingkir karena tugas mereka sudah selesai. "Tunggu, Zach!" Langkah Zach terhenti, ia memutar tubuhnya seratus delapan puluh derajat menghadap Edrea. "Iya, Putri?" "Apa kau mau menemaniku? Ada banyak makanan di sini," tawarnya dengan gugup. Zach tampak berpikir sejenak hingga akhirnya mengangguk. "Saya akan kembali lagi nanti. Para pelayan ini harus keluar dari labirin, Putri." Dengan senyuman lebar Edrea mengangguk. Ia membiarkan Zach pergi menuntun para pelayan yang buta arah jika di labirin. Dengan perasaan berbunga-bunga Edrea menjatuhkan dirinya di atas permadani. Beberapa menit kemudian, Zach kembali. Pria itu berdiri di sebelah Edrea yang sudah duduk. "Mengapa kau berdiri? Duduklah," titah Edrea. "Baik, Putri." Untuk menciptakan suasana yang tidak kaku, Edrea segera mencari topik pembicaraan agar suasana juga tidak terlalu sepi. Beruntung, Zach dengan baik menimpali setiap ucapan Edrea. *** Setelah mencoba sayapnya di sebuah hutan ketika pertama kali ia turun, Edzard kembali mengemudikan mobilnya untuk pulang ke rumah. Dante belum mengetahui tentang sayapnya yang sudah dikembalikan. Sebelum pulang, Edzard menyempatkan diri mampir di sebuah restoran untuk membeli makan malamnya dan Dante nanti. Setelah mendapatkan makan malamnya, Edzard kembali melajukan kuda besinya. Agar suasana mobil tidak sepi, pria itu menghidupkan radio mobil dan mendengarkan podcast yang belakangan ini selalu ia dengar. Sekitar lima belas menit, akhirnya ia tiba di rumah. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh lewat dua puluh menit. Edzard bergegas turun dan masuk ke dalam rumah. Ia menemukan Dante sedang tiduran di sofa dengan kondisi televisi menyala. "Hei, bangun!" seru Edzard seraya menepuk bahu Dante. Dua kali panggilan Dante tidak membuka mata dan menyahut. Hingga pada panggilan ketiga barulah Dante membuka mata dan menatap Edzard dengan linglung. "Ada apa, Pangeran?" tanya Dante dengan terkantuk-kantuk. "Pindahkan makanan ini ke piring, aku akan membersihkan badan dulu," ucap Edzard memberi perintah. "Baik, Pangeran." Seolah kantuknya sudah hilang secara sempurna, Dante bergegas menuju dapur menyiapkan alat makan mereka. Edzard langsung meninggalkan lantai satu, ia bergegas menuju kamarnya untuk mandi dan berganti baju. Tiga puluh menit kemudian, Edzard turun dengan keadaan fresh. Ia menyempatkan diri untuk berendam selama tiga puluh menit tadi. Setidaknya ia butuh menenangkan dirinya. "Anda lama sekali, Pangeran. Saya sudah sangat lapar," keluh Dante dengan berani. "Katakan sekali lagi." Dante terkesiap mendengar nada dingin dari Edzard. "Ya ampun, Pangeran bukan itu maksud saya," sergahnya cepat. "Lalu?" Dante nyengir kuda kemudian menyatukan kedua telapak tangannya di depan wajah. "Saya salah bicara, mohon maafkan saya, Pangeran." "Sudahlah kau membuang-buang waktu. Lebih baik kita makan sekarang." "Baik, Pangeran." *** TBC. don't forget to tap love and comments ( ◜‿◝ )♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN