Damien telah sembuh total dari segala hal yang bersangkutan dengan kecelakaan beberapa waktu lalu. Ia pun juga sudah diperbolehkan oleh Adam untuk menyetir ke kampus seorang diri.
"Nanti kamu diantar Abang aja, ya. Ayah ada meeting pagi ini," kata Adam dengan buru-buru. Lelaki paruh baya itu baru keluar dari kamar dengan menenteng tas kerja dan dasinya.
Tika mengambil alih dasi suaminya dan memasangkan dasi itu di kerah baju Adam dengan sigap dan cepat.
"Iya, Yah."
"Cepetan, gue pagi ini ada bimbingan dengan Pak Malik," tukas Damien. Pemuda itu juga melahap kebab buatan Bundanya dengan gigitan besar dan cepat.
Karena posisinya hanya menumpang pada Damien, akhirnya Adreanne menghabiskan makanannya dengan cepat. Setelah itu ia berpamitan dengan kedua orangtuanya dan mengikuti Damien menuju mobil.
"Olimnya berapa hari lagi?" tanya Damien tanpa menoleh. Matanya sibuk menatap jalanan raya yang cukup ramai.
"Lusa."
"Persiapan udah matang belom?" tanya Damien lagi. Tampaknya pemuda itu benar-benar peduli dan berharap Sang adik nanti menang.
"Dibilang matang sih nggak juga, cuma udah siap lah aku nya," jawab gadis itu.
"Bagus, ntar pulang bawa medali."
"Iya, Amin."
"Btw, si Edzard juga sampai tingkat Nasional?"
"Iya, dia juga sama kayak aku. Kenapa?"
Damien menggeleng dan terkekeh pelan. "Nggak nyangka aja gue, dia bisa sepintar itu."
"Hebatnya lagi Edzard bisa hafal satu halaman yang ia baca hanya dengan sekali baca Bang."
Mata Damien berubah melotot, ia menatap Adreanne tak percaya. "Ah, boong lu mah!"
"Serius. Dia bisa hafal cuma sekali baca, aku juga heran kok bisa gitu."
Damien berdeham pelan. "Mungkin kelebihannya memang begitu."
Tidak terasa obrolan mereka yang cukup panjang ternyata harus terhenti karena mobil Damien telah tiba di depan gerbang sekolah adiknya itu.
"Nanti jemput jam berapa?" tanya Damien, pergerakan langkah Adreanne yang hendak turun.
"Nanti aku chat aja. Atau palingan jam tiga udah bisa pulang, soalnya ada bimbingan Bang."
"Okedeh sipp."
Setelah Adreanne turun dan memasuki area sekolah, mobil Damien pun melaju meninggalkan pekarangan sekolah.
Adreanne tidak melangkah menuju kelasnya, melainkan ia menuju perpustakaan. Tentu saja ia akan belajar di perpustakaan, bersama Edzard walaupun berbeda guru.
"Semangat belajarnya, gue yakin lo menang!" tiba-tiba Abian muncul di hadapan Adreanne.
Adreanne mengulas senyum tipisnya. "Makasih, Bi. Kalau gitu aku masuk, kamu balik ke kelas aja."
Abian menganggukkan kepalanya, sebelum pergi ia mengusap puncak kepala Adreanne. "Habis olim sekitar tiga harian lagi, temanin gue ya Re."
"Ke mana?"
Abian tersenyum misterius. "Nanti lo juga bakalan tau."
Karena Abian mengatakan seperti itu, Adreanne tidak mendesak lagi. "Baiklah."
Abian tersenyum sejenak lalu membalikkan tubuhnya dan meninggalkan teras perpustakaan.
Sepeninggalan Abian, Adreanne memutar tubuhnya dan tersentak ketika melihat Edzard tepat di depannya.
"Sejak kapan kamu berdiri di situ?!" pekiknya kaget.
"Sejak kalian sok mesra," tukas Edzard sinis. Cowok itu berjalan meninggalkan Adreanne dengan langkah cepat.
"Dasar aneh!" gumam Adreanne jadi kesal.
***
Setelah selesai bimbingan belajar selama dua jam, akhirnya ia diberi waktu istirahat. Dulu, ia bisa istirahat bersama teman-teman peserta olimpiade nya yang lain. Tapi temannya kini hanya Edzard. Itu pun, Edzard dengan alasan abu-abu menjauh darinya.
Jika di lihat, sekarang masih jam pelajaran, jadi tidak mungkin ia meminta pada Lily untuk menemaninya makan. Adreanne menghela napas pelan, baiklah ia akan makan sendiri saja.
Dengan langkah ringan, gadis itu meninggalkan perpustakaan. Adreanne berjalan ke kantin dengan langkah yang lambat.
Adreanne memesan makanan favoritnya, seblak. Karena kantin sepi, ia bisa mendapatkan seblaknya dengan cepat.
Baru saja ia hendak memasukkan makanan itu ke dalam mulut, tiba-tiba Edzard duduk di depannya seraya meletakkan piring mie goreng.
"Ngapain di sini?"
"Duduk dan makan," jawab Edzard acuh tak acuh.
"Kan kursinya banyak di sana, ngapain duduk di sini?!" Adreanne tak habis pikir, jelas Edzard menjauh darinya. Kenapa terkadang cowok itu mendekatinya lagi?!
Tidak tahukah Edzard bahwa ia menjadi bingung dsn perasaannya seolah terombang-ambing?! Walaupun perasaan berantakan, Adreanne sebisa mungkin menutupi semuanya.
"Lagi pengen di sini, kenapa? Nggak boleh? Toh, ini tempat umum," pungkas Edzard datar.
"Serah." Adreanne memilih untuk tidak berdebat. Berdebat hanya akan membuat dirinya semakin kesal, lebih baik ia makan dalam diam.
Sesekali Edzard melirik Adreanne yang makan. Gadis itu tidak menatap ke arahnya, justru wajah Adreanne menatap mangkuk seblaknya.
"Kamu kencan dengan Abian?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Edzard. Sejenak, ia merutuki pertanyaan unfaedah yang keluar dari mulutnya.
"Kenapa emang? Bukan urusan kamu juga, kan?" Entah kenapa Adreanne ingin menguji dan membuat Edzard kesal sedikit. Jadi bermain-main dikit tidak masalah, ia rasa.
"Aku bertanya kenapa nanya balik?" Jelas, raut wajah Edzard terlihat sangat tidak bersahabat seperti awal tadi. Nada suaranya pun terdengar dingin.
"Nggak, aku nggal pacaran sama dia."
Samar-samar, Adreanne mendengar helaan napas Edzard yang terdengar seperti lega.
"Sekarang sih enggak, nggak tau ntar sore," lanjut Adreanne sengaja.
Lagi, tatapan mata Edzard berubah dingin. "Kalau aku bilang jangan kencan sama dia gimana?"
"Memangnya kamu siapa? Toh Ayah aku nggak ngelarang."
Edzard mengumpat pelan. Jadi Abian telah bertemu Adam?! Apakah Abian mendapatkan lampu hijau dari Adam? Ah, sial!
"Kamu kenalkan Abian ke Ayah kamu?"
"Enggak."
"Lah terus?" Kini tatapan Edzard berubah bingung.
"Ya gitu..."
Edzard menggeram pelan. Ia merasa dipermainkan oleh gadis cantik di depannya ini.
"Sebenarnya mau kamu apa sih?" Adreanne mulai jengkel dengan sikap tarik ulur yang dimainkan oleh Edzard. Ia jadi sangat bingung. Sudah jelas, ia setuju untuk saling menjauh. Tapi Edzard malah berlaku aneh!
"Tidak ada." Cowok itu menyahut santai.
"Kalau gitu tutup mulutmu dan jangan bicara lagi," pungkas Adreanne tegas.
Gadis itu memasukkan makanannya dengan cepat dan mengunyahnya. Ia sudah tidak tahan lagi, ia harus segera pergi dari kantin.
"Makanlah dengan tena-," ucapan Edzard terhenti karena Adreanne tiba-tiba tersedak.
Uhuk! Uhuk! Uhuk!
"Argh, perih!" ringis Adreanne usai tersedak.
Edzard dengan sigap memberi air putih miliknya. Adreanne meneguk isi putih itu hingga tandas. Namun, tetap saja tenggorokannya masih sakit. Seblak itu sangat pedas, dan tersedak adalah siksaan yang menyakitkan.
"Tunggu sebentar." Edzard berlari cepat menuju salah satu kedai, dan membeli es krim. Dengan cepat ia kembali ke kursinya dan membuka plastik es krim tersebut.
"Makanlah es ini."
Tanpa pikir panjang, Adreanne langsung menyambar es yang diberikan Edzard. Sensasi dingin dan manis dari es itu membuat tenggorokannya terasa sedikit lebih baik.
"Kenapa kamu makan buru-buru seperti tadi? Itu sangat bahaya," kata Edzard kesal.
"Ya gara-gara kamu lah, nyebelin. Makanya aku mau cepat selesai makannya," balas Adreanne tak kalah kesal.
"Maaf," sesal cowok itu.
"Hm." Adreanne hanya bergumam seraya menghabiskan sisa es krim rasa cokelat itu.
"Lanjut makan?" tanya Edzard ragu.
Adreanne menggeleng. "Udah nggak berselera. Pedas," ringisnya.
"Makan mie goreng ini aja, ada tambahan ayam suir-suir juga." Edzard menggeser piringnya.
"Nggak usah, kamu aja yang makan. Aku balik ke perpus."
Adreanne berdiri dan melangkah meninggalkan kantin. Tapi baru dua langkah, tangannya dicekal oleh Edzard.
"Aku pesanin makanan yang baru. Mau makan apa?" Nada suara Edzard terdengar sangat tegas dan tidak ingin dibantah.
"Nasi goreng ayam," cicit Adreanne.
"Baik, akan ku pesan. Sekarang duduk!" titah cowok itu.
Mau tidak mau Adreanne kembali duduk di tempatnya tadi dan Edzard berjalan ke Ibu-ibu penjual nasi goreng.
Tak berselang lama, Edzard kembali dengan membawa satu nampan berisi seporsi nasi goreng ayam dan juga minuman teh hangat.
"Aku nggak pesen teh."
"Minum aja, tenggorokanmu masih belum terlalu baik. Bagus minum yang hangat-hangat," saran lelaki itu.
"Baiklah, terimakasih," ujarnya mengalah.
"Apa kamu mengalami kesulitan dalam belajar untuk lomba lusa?"
Adreanne mengangguk. "Sedikit, tapi aku bisa mengatasinya."
"Baguslah kalau begitu."
Keduanya kembali hening seolah ada batasan yang tinggi diantara mereka. Padahal beberapa detik yang lalu mereka masih bicara dengan nada cukup bersahabat.
Adreanne tidak terlalu memusingkan hal itu lagi, ia sibuk menghabiskan nasi gorengnya dengan cepat. Setelah habis ia langsung mengganti uang Edzard dan pamit terlebih dahulu menuju perpustakaan.
Edzard menghela napas panjang. Ia ditinggal. Sejenak ia merutuki dirinya sendiri yang makan dengan gerakan lambat, alhasil ia ditinggalkan. Akan lebih bagus jika mereka kembali ke perpustakaan bersama-sama.
***
Hari sudah semakin sore, akhirnya kegiatan belajarnya di perpustakaan telah selesai.
"Besok, kita tidak usah belajar lagi. Cukup istirahatkan tubuh kamu agar keesokan harinya fit ketika berjuang. Paham?" nasihat dari Bu Delina.
"Paham, Bu. Terimakasih banyak, saya akan berusahalah semaksimal mungkin saat kompetisi."
Bu Delina tersenyum bangga melihat kegigihan muridnya yang satu ini. "Ya, Ibu sangat mendukungmu. Pokoknya besok jangan stres."
"Baik, Bu. Kalau begitu saya pulang dulu." Adreanne mengambil tangan kanan Bu Delina lantas mencium punggung tangannya.
"Kamu pulang sama siapa?"
"Sama Abang, Bu. Dia sudah menjemput di depan.
"Oh, baiklah. Hati-hati ya."
"Siap, Bu. Ibu juga hati-hati bawa motornya "
***
TBC.
Don't forget to tap love and comments^^